Tahun ke-2 di Singapura
This time last year, I also wrote the same thing. Tapi itu tentang tahun pertama di Singapura. Perjuangan, adaptasi, dan kisah lucu tertuang di sana.
This year? I don’t know what exactly I should write. Gak ada perubahan berarti rasanya, tapi yang pasti catatan singkat ini tetap dibuat untuk melihat apa yang terjadi di tahun ke-2 ini.
Ada impian yang belum kesampaian. Seperti mau jadi penulis hehehe… Tapi tetap diperjuangkan. Mungkin suatu saat akan ada jalan. Yang pasti, penulis harus tetep nulis. And I try to do that. Bagus atau jelek, senang atau tidak, tetap menulis. Dan konsistensi menulis satu renungan tiap hari juga melatihku untuk bertahan dan setia dengan cita-cita itu. Terlepas dari apa pun hasilnya, aku serahkan kepada Tuhan. Dia yang lebih tahu, apa yang akan terjadi berikutnya. I’ve done my part, and let Him do the rest.
Ada dilema juga. Audrey makin besar, harus kerja atau tidak? Karena terbiasa aktif, membuatku terkadang sulit juga untuk tidak beraktivitas sama sekali. Mengurus anak memang bukan hal yang mudah sekaligus banyak menyita waktu, perasaan, dan energi. Namun, namanya anak sendiri, sudah layak dan sepantasnya diurusin. Dan satu sisi, itu juga merupakan privilege juga karena kan bisa melihat perkembangannya tiap waktu. Dan kalau bekerja, mungkin harus mendengar laporan dari yang mengasuhnya, either suster, pembantu, mama, atau mertua.
Kalau kerja, di tengah kondisi ekonomi yang kayak gini, apa mungkin? Secara iman, of course aku tetap percaya kalau Tuhan beri, pasti ada. Namun di sisi lain, secara realistis juga harus menerima bahwa banyak yang qualified juga tengah di lay off dan mencari pekerjaan. Not an easy time for many people…
Singapura sendiri juga mengalami resesi secara ekonomi. Ada lay offs di beberapa perusahan termasuk DBS bank yang total menurut the koran sini memecat 900 orang di Singapore, Hongkong, dan negara lainnya. Belum lagi HSBC juga sekitar 500 orang katanya dan Citigroup seluruh dunia bakal memecat 52.000 orang, Singapore pasti kena imbasnya juga, sedikit banyak pasti ada. Don’t know. I don’t know. But God knows. Heaven knows.
Mungkin yang terlihat sekarang adalah lebih terbiasa dengan negara ini. Lebih terbiasa dengan pola seorang full time mom. Dan lebih bisa menerima perubahan ini. Walaupun ada kalanya hati juga berontak, kenapa koq kayak gini, semua sekaligus digabruk ke aku at the same time, God? Tapi ada suara dalam hatiku mengajakku bersabar dan menerima, pasti ada waktuNya di mana aku bisa mengerti arti semua ini.
Maunya sih pindah di saat belum hamil, maunya sih pindah langsung dapat kerja, maunya sih bisa beradaptasi dulu sebelum jabang bayi lahir. Maunya gini, maunya gitu…
Tetapi setelah semuanya terjadi hanya bisa menerima. Terima dengan sabar. Patiently. Bukan berarti kesabaran itu membuatku menjadi lesu dan nrimo saja. Aku berusaha tetap berjuang untuk impian-impianku yang seolah terkadang kabur, karena ketidakjelasan banyak hal. Namun, satu sisi, impian yang utama dan terutama, jadi hambaNya. Di mana pun ditempatkan, menerima. Lagian, ini kan Singapore, bukan negeri antah berantah…
Walaupun demikian, masih juga harus berjuang melawan rasa sepi di sini, rasa kangen Indonesia, rasa kangen dengan temen-temen dan keluarga di sana. Yang untungnya, puji Tuhan lagi, secara jarak dekat. Ini kan Singapore, dan bukan negara di benua lain yang jauhhh… Dan juga secara dunia maya bisa jadi amat dekat. Kalau begini, thanks to internet dan teknologi…
So, kesimpulan tahun ke-2, adaptasi berlangsung lebih baik. Pola hidup menjadi lebih jelas, naik MRT, naik bus apa, naik taksi, dokter anak, memikirkan sekolah anak etc… etc…Lebih terbiasa tinggal di sini.
Dan mensyukuri sekaligus percaya, kalau memang Dia tempatkan di tempat ini, Dia akan bukakan jalan. Mungkin bukan sekarang, bukan at this point of time, but heyy… besok? Siapa tau? Bukan gak mungkin, kan?
Singapore, 25 November 2008
-fon-
* 12 menit jelang 26 Nov, saat exactly that 2 years come…