Saturday, December 10, 2016

Hari Kesepuluh di Bulan Desember



Hari Kesepuluh di Bulan Desember 

Kamu tidak lagi menjawab dengan ceria pertanyaanku. 
Bahkan kamu tak lagi mau menatap mataku.
Kamu memalingkan wajahmu.
Diam. Membisu.
Bibirmu seolah kelu.
Sementara aku?
Masih menunggu...
Setidaknya satu-dua kalimat jawaban darimu.

Rintik hujan di awal Desember ini seolah menjawab keresahan hatiku dengan kepedihan.
Hujan deras juga turun di wajahku.
Derai air mata sudah dari tadi mengaliri kedua belah pipiku.
Mengapa kamu tega membiarkanku dalam kebimbangan?

Aku tak tahan lagi.
Lalu, aku pergi.
Jika ini memang akhir yang kauidamkan.
Akan kucoba kuhadapi dengan tegar, walaupun tak kupungkiri: aku tenggelam dalam kekecewaan.
Kemudian berlanjut ke kemarahan.
Mengapa kamu tega???

Diam seolah jadi solusi.
Padahal kutahu: dalam hati masih begitu banyak tanya yang belum terselesaikan.
Hanya air mata yang menetes ini seolah menjadi jawaban sementara atas semua hal yang seolah berbalik dalam hitungan detik saja.
Ya, kenyataan ini begitu pahit kurasakan.
Sementara di bulan yang seolah dengan meriah dirayakan, mengapa terasa begitu membosankan, memuakkan, dan: menyakitkan...???

Dalam diamku, kucari wajah-Mu...
Berharap ada jawaban di situ...
Setidaknya di sudut kecil di hatiku...
Namun nyatanya: tidak ada jawaban jua...
Sampai hari ini, tidak ada!

Apa yang harus kulakukan? Aku sunguh tidak tahu...
Selain membenamkan kepalaku. Lagi.
Mengadu kepada bantal di kamarku...
Dan membanjirinya. Lagi dan lagi...
Dengan air mata.
Sampai setidaknya rasa sakit itu berkurang.
Sedikit saja.
Ya, sedikit pun sudah cukup lumayan bagiku.

Setahun berlalu. 
Desember kembali menghampiriku.
Waktu menjadikanku sedikit lebih kuat, walau kusadari aku tak benar-benar mampu melupakanmu.
Aku tak mau dibilang perempuan lemah, apalagi tanpa daya.
Meskipun aku masih menyimpan rasa sayang itu.
Dan: bayangmu tak pernah lepas dariku...
Namun kendali akan hatiku sudah berada pada tanganku sendiri...
Aku tak lagi terlarut dalam kesedihan yang terlalu.
Aku terus menjalani kehidupanku, berusaha sedikit lebih tegar dari hari kemarin di setiap hari yang kulalui...
Sampai hari ke-10 bulan Desember ini, kau muncul lagi di hadapanku.
Kau bilang kau minta maaf kepadaku.
Kau bilang kau sudah khilaf berpaling dariku dan yang sungguh keterlaluan: dengan sahabat baikku.
Kini kau sudah putus dan ingin kembali padaku.
Persahabatanku hancur, juga hubungan asmara kita kandas waktu itu. 
Kupandangi kau dengan ragu.
Begitu sulit untuk memberimu kesempatan itu...
Walaupun aku tahu, dalam hatiku aku masih merindu...

" Maaf, Pras, aku tidak bisa kembali seperti dulu." Kutegarkan hatiku, meskipun aku tahu suaraku bergetar menahan emosiku.
Aku meninggalkan dirinya yang kebingungan di kafe kecil itu.
Kafe di mana terukir banyak keindahan kisah kami di dalamnya dan sudah kuputuskan harus sampai di sini saja.
Hujan gerimis mengiringi langkahku.
Sesudah melihat ekspresinya, aku tidak lagi ragu untuk melepaskan seluruh bayangan dirinya detik itu.
Tidak ada penyesalan di matanya, yang ada hanya sebuah keangkuhan menginginkan aku kembali padanya.
Hari kesepuluh di bulan Desember, sebuah keputusan penting di hidupku: selamat tinggal, Pras!
Ini akhir kisah kita yang sempat terjalin selama lima tahun lamanya.

Sebuah payung tiba-tiba menaungiku.
Payung hitam yang cukup besar untuk dua orang.
Dan kulihat sahabatku, Eric, yang selalu jadi pendengar setiaku dan penyemangatku selama setahun terakhir ini datang menghampiriku.
Dengan tatapan tajam dan penuh cinta dia memandangku.
Sesuatu yang mungkin tidak kuperhatikan benar-benar selama setahun ini karena aku terlalu terpaku pada Pras dan terlalu fokus pada problemku belaka.
Dia memelukku.
" Sari, aku mencintaimu, " Bisik Eric lembut di telingaku.
Aku menangis di dalam pelukannya.
Di hari kesepuluh di Bulan Desember, sebuah kisah baru akan kumulai.

Babakan baru, episode baru cintaku dengan Eric.
Angin membelai lembut wajahku dan rambutku.
Mengiringi sebuah keputusan dan sebuah cinta yang membuka tangannya lebar-lebar di hadapanku.

10 Desember 2016
fon@sg
(Fonny Jodikin)


Saturday, September 17, 2016

Pisang

Halah halahhh...
Sudah lama belum posting di Blog Chapters ini, posting kek sesuatu yang keren...
Pisang geto lho! Ya ampunnnn, apa kata dunia???
Eits, nanti dulu...
Don't judge a book by its cover...
Don't judge a banana by its peel...
Jangan menghakimi terlalu cepat, meskipun dia hanya buah pisang...
Yuk mareee...
Kita mencari kejelasan tentang inspirasi dari buah ini...

Siang ini di Supermarket...
Bersama anak kami, Lala yang pengin makan pisang, saya mencari-cari pisang mana yang terbaik...
Hari ini pilihan jatuh kepada pisang emas, walaupun seringnya beli pisang 'Cavendish' yang lebih menyerupai pisang ambon yah...
Pikiran pun melayang jauh...xixixi...
Saya pun teringat, banana split yang kami makan di Ho Chi Minh City bulan Juni lalu...
Di tempat es krim favorit Kem Bach Dang di Jalan Nguyen Hue yang menyajikan es krim di dalam buah kelapa...
Anak-anak kami makan 'banana split', jadi maminya sempat mencicipi juga...
Rasanya enak!

Pisang memang tetap jawara!
Bisa dibuat kue, bisa dipakai untuk macam-macam keperluan bagian-bagian pohonnya...
Jantung pisang buat dimasak dan konon banyak manfaatnya untuk kesehatan...
Daunnya dipakai untuk macam-macam keperluan memasak, dan sebagainya...
Belum lagi akar, bonggol, bahkan sampai kulit pisang pun ada manfaatnya!

Pisang bukanlah buah mahal...
Semisal kiwi atau blueberry...
Atau anggur...
Dia juga bukan raspberry, yang terkadang masih bisa kami temui di Supermarket di Singapura...
Namun, bukan berarti karena dia murah, lalu dia tidak ada manfaatnya...
Bukan hanya karena dia adalah pisang, itu berarti hina... #uhuk!
Penting bagi kita untuk melihat keunggulannya, khasiatnya, rasanya (aduhhh jadi pengin pisang goreng malam-malam dingin begini hehehe...).

Pisang tetap berharga...
Meski sering dipandang sebelah mata...
Begitu pun hidup kita manusia...
Meskipun seolah tiada kehebatan yang kita punya...
Namun kehadiran kita pasti ada maksud-Nya..
Bukan kebetulan kita hadir dan meramaikan dunia...

Jangan minder, jangan putus asa...
Galilah talenta...
Lakukan yang terbaik yang kita bisa...
Tetap berdoa...
Terus melangkah bersama-Nya....
Tuhan peduli setiap kita!

17.09.2016
fon@sg
* puji syukur kepada Sang Pencipta atas inspirasi singkat yang singgah lewat buah yang sangat sederhana ini: pisang :)

Tuesday, July 26, 2016

Eh, Loe Tau Gak?

Setiap kali saya bertemu dengannya, dia selalu bertanya pada saya:
"Eh, loe tau gak?"
Kelanjutannya sudah bisa ditebak, dia langsung membeberkan beberapa hal yang mengacu kepada orang-orang yang dia dan saya kenal.
Lalu menjelek-jelekkan mereka.
Saya pribadi pertama sempat kaget, dari wajah yang penuh senyuman dan seolah begitu ramah, koq tiba-tiba keluar kata-kata yang sungguh di luar perkiraan.
Bukan saya sok suci, tapi apa bagusnya menceritakan keburukan-keburukan orang di sekitar kita?
Dan saya koq ada firasat, saya tidak lepas dari lingkaran gosipnya. 
Bukan tidak mungkin: dia juga menceritakan hal-hal tentang saya kepada orang lain.

Masalahnya: orang-orang yang dia jelek-jelekkan itu bukanlah orang yang saya kenal baik.
Saya hanya kenal sepintas dan tak terlalu tahu kepribadian mereka.
Untuk saya pribadi: perlu mengenal lebih dalam diri seseorang, barulah bisa memahami mereka.
Tidak bisa hanya sekadar omongan-omongan yang belum tentu kebenarannya, lalu menjadikan saya menelan bulat-bulat penilaian dirinya atas mereka-mereka itu.

Hari itu saya bertemu dia lagi.
Dari mulutya keluar kata-kata itu lagi, " Eh, loe tau gak? Si B begini, Si C begini, Si D begini?"
Saya tersenyum saja. Mendengarkan kisahnya yang seperti sinetron atau telenovela.
Terkesan 'wah', penuh sensasi dan yahhh isinya itu-itu lagi: gosip dan gosip belaka.

Hampir tak pernah kontak hingga detik ini, saya beryukur, tidak ikut-ikutan arus gosipnya lagi.
Kalau satu saat dia bertanya lagi, " Eh, loe tau gak?"
Saya akan menjawab:
" Gw gak tau dan gw gak harus tau hahaha."
Hidup jangan tambah dibikin rumit, 
Mengapa harus memenuhi hari-hari dengan omongan -yang maaf-menurut saya kurang bermutu?
Can we do something better???

"Mau maju, ya jangan ngomongin orang melulu!!!"
Tiba-tiba hati kecil saya berseru kayak gitu.
*Ihhh, tumbennn, pinter yakkk hahaha...*
Lebih baik diam, daripada ngomong yang gak ketentuan juntrungannya...
Bukan begitu? Begitu, bukan?

27-07-2016
Fonny Jodikin @ SG

Sunday, July 24, 2016

Ketika Juli Menyapa...



#Pentigraf (cerpen tiga paragraf)

Juli tak selalu mewarkan keceriaannya. Tak selalu ia menyajikan keharuman semerbak bunga-bunga yang bermekaran. Tak selalu di paginya kuterbangun dengan aroma teh melati kegemaranku. Beberapa kejadian menyedihkan juga pernah menyapa diriku. Sahabat baik berpulang untuk selamanya dan pernah pula kehilangan pekerjaan. Juli, ah, Juli, kau memang menawarkan banyak warna, meskipun terkadang yang kusenandungkan hanya nada duka...

Namun, kali ini kusyukuri datangnya Juli. Dengan sebuah hati yang terbuka untuk sebuah cinta dan kesetiaan yang dengan pasti sudah dikumandangkan oleh Joe kepadaku. Juli, kuberharap kau bersahabat kali ini. Entah mengapa ada keyakinan yang berakar kuat di hati.


Joe, pemuda yang selalu positif terhadap kehidupan ini. Dan itu bukanlah basa-basi. Aku tahu, dia mengalami jauh lebih dari yang sebagian manusia pernah alami. Kursi roda itu jadi saksi, atas kecelakaan yang menimpanya seusai bermain futsal bersama teman kantornya. Tak pernah kuragu, meskipun secara fisik dia tidak sempurna. Ah, aku juga jauh dari sempurna, meskipun secara fisik aku tidak kurang suatu apa. Kudorong kursi roda Joe perlahan dengan senyuman.  Cinta kami memang berbeda dengan cinta pada umumnya. Cinta kami bukanlah cinta biasa. Tapi, terserah apa kata mereka! Yang tahu pasti hati kami, tentunya hanyalah kami berdua. Kusambut pagi di Bulan Juli dengan senyum berseri dan harap di hati. Sebuah cinta hadir di sini. Terima kasih, Juli!

fon@sg
24-07-2016
*pentigraf: cerpen tiga paragraf adalah jenis cerpen yang diperkenalkan oleh Prof. Tengsoe Tjahjono kepada kami semua, penulis Katolik di Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG). Tiga paragraf, singkat padat, tapi tidak mengurangi keutuhan sebuah kisah.
Sangat menarik dan terima kasih buat 'ilmu' baru ini, Prof!

Sunday, July 17, 2016

Kisah Negeri di Awan




Mari berkisah tentang negeri di awan...
Seperti lagu itu?
Ya, seperti lagu itu.
Keindahannya sempat membuatku termangu...
Sungguh indah ciptaan-Mu!
Konon di negeri di awan itu...
Hanya ada kedamaian...
Biarpun banyak perbedaan...
Ah, bukankah perbedaan tidak harus dibesar-besarkan?
Bagi mereka yang berjiwa besar dan tidak berpikiran sempit.
Ya, tentunya hanya bagi mereka yang memahami dan mau mengerti.
Negeri di awan.
Kamu, aku, kita.
Ya, kita!
Terbang bersama dalam luapan sukacita.
Melintasi perbedaan, dalam indahnya kedamaian.
13.07.2016
fon@sg

Monday, June 27, 2016

Sepuluh Tahun di Rantau...


5 Desember 2015

@ Tanglin Mall, tak jauh dari pusat perbelanjaan Orchard Road-Singapura.

Salju berjatuhan.
Yes, it's Christmas time... !
Tapi ini di Singapura yang cuma punya dua musim saja.
Bisakah? Tentu bisa...
Karena saljunya buatan dari 'bubbles' alias gelembung-gelembung busa.
Anak-anak kami bermain di sekitar kawasan yang dihiasi ornamen Natal dan menikmati 'salju' buatan itu berbaur dengan banyak anak dengan warna rambut yang macam-macam.
Pirang, hitam, coklat, dan sedikit kemerahan...
Betapa kemajemukan sudah menjadi bagian hidup kami dan itu sungguh kami syukuri!



Melihat kegembiraan mereka, tentunya saya sebagai ibunya diliputi perasaan haru dan bahagia...
Tahun demi tahun di rantau, tak terasa kami telah menginjak sembilan tahun lebih berada di luar Ibu Pertiwi...
Meskipun hanya negeri tetangga, namun memang berbeda secara sistem dan banyak hal lainnya...
Tak pernah juga saya bayangkan berada di negeri Singa ini...
Mungkin benar apa yang  tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan-Nya untuk mereka yang mengasihi Dia!"

10-15 Juni 2016, Ho Chi Minh City, Vietnam



Kami sekeluarga berniat kembali berlibur ke Ho Chi Minh City, tempat di mana kami pernah bermukim selama kurang lebih 2.5 tahun sekitar tahun 2009-2012.
Tempat yang sempat sangat dekat di hati...
Saat jalan-jalan di kota ini sudah menjadi bagian hidup sehari-hari...
Nguyen Hue, Le Loi, Le Thanh Ton, Pasar Ben Thahn, Hai Ba Trung, sekitar kota termasuk Saigon Notre Dame...
Sementara Distrik 7, kawasan Phu My Hung, juga menjadi bagian yang sempat dekat di hati...
Karena anak-anak dulu kontrol ke dokter di rumah sakit FV (Franco Vietnamese Hospital) di daerah Nguyen Luong Bang.
Setelah 4 tahun meninggalkan Ho Chi Minh City yang juga dikenal sebagai Kota Saigon, 
sebagian jalannya yang familiar dulu, sempat sedikit terlupa...
Apalagi kini Saigon tengah bergiat dengan banyak renovasi dan pembangunan MRT.
Meskipun demikian, saya masih berkesempatan bertemu dengan pengasuh anak kami dan juga guru Bahasa Vietnam saya.
Saya sempat belajar Bahasa Vietnam selama 3 bulan, untuk dasar-dasarnya saja.
Karena Bahasa Vietnam dengan enam nada itu tidak mudah untuk dipelajari, meskipun saya bisa berbicara dalam Bahasa Mandarin yang punya 4 tone (tekanan suara atau nada).
Itu semua tidak jadi masalah pada akhirnya, bahkan pengalaman hidup di negeri orang merupakan suatu pembelajaran yang memperkaya diri...
Sekarang Guru Bahasa Vietnam dan pengasuh bayi itu telah menjadi sahabat, jika tidak dikatakan bagian keluarga seperti saudara yang kami temui di negeri jauh.
Saya pun bertemu dengan komunitas Indonesia yang luar biasa ramah, sehingga setelah 4 tahun pun, saya merasa tetap sangat di-welcome...
Hanya ucapan syukur yang tulus dari lubuk hatiku untuk semuanya ini...
Tuhan sungguh begitu baik bagi kami...

Singapura, 27 Juni 2016
Ya, ini tahun kesepuluh kami sekeluarga berada di rantau...
Satu per satu kejadian bermain di pelupuk mata...
Rasa syukur bercampur haru...
Juga sangat sadar, bahwa pindah negara berarti keluar dari zona nyaman yang sudah menjadi bagian hidupku sekian lama...
Pindah berarti saya harus mau beradaptasi (lagi), belajar lagi...
Dulu pun pernah merantau dari tempat lahir di Palembang, menuju Ibu Kota Jakarta untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi...
Namun, pindah negara plus kendala bahasa pastinya punya tantangan tersendiri.
Saya yang sebenarnya tidak terlalu suka perubahan, terus dibentuk untuk menjadi lebih baik dalam rancangan-Nya.

Sepuluh tahun di Rantau...

Saya bersyukur untuk kesempatan ini...
Tentunya bukan pelajaran yang mudah, bahkan terkadang rasanya cukup 'mahal'...
Saat saya harus merelakan segala kesenangan di Jakarta, pelayanan bersama teman-teman di sana, juga anggota keluarga yang kami tinggalkan di Indonesia...
Juga meninggalkan pekerjaan saya yang sempat saya tekuni selama sepuluh tahun lamanya sebagai 'stockbroker' (dealer saham).
Meninggalkan zona nyaman di Jakarta dulu sempat begitu sulit bagi saya...
Saya sempat mempertanyakan, mengapa? Dan mengapa?
Namun, setelah beberapa lama, saya mulai betah dan beradaptasi...
Walaupun di antaranya, selalu ada adaptasi besar karena anak-anak kami satu lahir di Singapura dan satu lagi lahir di Ho Chi Minh City...
Tidak mudah saat harus mengambil tanggung jawab untuk mengurusi anak sendiri...
Meninggalkan segala kesenangan untuk masuk ke zona yang saya tidak tahu: akan separah apa jalan di depan nanti...
Hari demi hari berlalu, saya tetap bersyukur untuk setiap pembelajaran yang ada...
Setelah merasa betah dan punya teman, lalu zona nyaman itu kembali diangkat dari kami sekeluarga...
Saat kami harus pindah ke Vietnam...
Hal yang sama juga terjadi, setelah nyaman di Vietnam, lagi-lagi kami harus pindah kembali ke Singapura...
Segalanya saya syukuri, namun ketika berhadapan dengan perubahan: lagi dan lagi, dengan membawa anak-anak plus adaptasi pendidikan, Bahasa, dan lingkungan...
Harus dengan jujur saya katakan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani...
Tetapi, selalu ada rahmat Tuhan yang baru di setiap hari yang menyapa, menguatkan, menghibur...
Mengirimkan malaikat-malaikatnya lewat orang-orang yang tidak saya kenal sekali pun...
Di rantau, kami pun menjumpai banyak sahabat dan teman yang dekat seperti Saudara...

Menjalani hari lepas hari dengan ucapan syukur atas segala yang terjadi di hidupku...
Percaya bahwa Tuhan memang Perancang terhebat atas segala rencana....
Bahkan rencana terbaik kita secara manusiawi pun tidak akan terlaksana jika memang Tuhan berkehendak lain...

Setiap detik, setiap menit, kusyukuri rahmat-Mu ya, Tuhan...
Untuk setiap pengalaman yang mendewasakan...
Untuk setiap teman dan Saudara yang kami jumpai di negeri seberang...
Untuk setiap anggota keluarga dan sahabat yang dekat di hati yang berada di Indonesia...
Semua sungguh semakin memperkaya hidupku...
Dan setiap pengalaman ini akan terpatri di sanubariku, menjadi benih-benih yang tumbuh subur di taman hati.

fon@sg

Tuesday, May 31, 2016

If I could turn back time...

If I could turn back time...
I wish I could have enough courage to do the things that I should.
Not only saying that I would.
If I could turn back time...
I wish that I could treasure more the good and healthy relationships
Rather than mourning over the bad ones.
I knew that I couldn't please everyone.
If I could turn back time...
I would laugh more
I would cry less
Trying my best not to shed my tears for not-so-important things in my life.
It's so good if I could turn back the time...
But, of course, the best is still: to treasure what I can embrace at this very moment.
Right here. Right now.
Living in the present time.
Learning from the past, but not too overwhelm with it.
Believe in the future and not too worry about it.
Smile a little bit more.
Loving with all my heart.
Just enjoy and grateful for today.
fon@sg
31.05.2016
*fresh from the brain😊
*right here, right now with a cup of earl grey lavender tea in my favourite Korean café.

Saturday, May 28, 2016

Kusut


Kusut
Oleh Fonny Jodikin

Rambut kusut...
Muka cemberut...
Seolah begitu banyak kemelut...
Membuat semangat di diri makin ciut...
Banyak pikiran membuat wajah cepat berkeriput...

Ada pula rasa takut
Apalagi kalau bukan urusan perut?
Peliknya kehidupan sudah mencapai tahap akut.
Terlihat di wajah yang senantiasa merengut...
Tiada hari tanpa bersungut-sungut...

Padahal, selama jantung masih berdenyut...
Selama ajal belum menjemput...
Tak perlu selalu kalang-kabut...
Perasaan hati yang kusut...
Tak perlu sampai berlarut-larut...

Begitu salut...
Pada burung perkutut...
Atau kerbau pemakan rumput...
Hidup tenang, jauh dari semrawut
Bahagia tanpa senyum kecut.

28.05.2016
fon@sg
* buat yang lagi pada kusut, semoga tidak berlarut-larut :)
* sudah diposting di Blog Chapters of Life http://fjodikin.blogspot.sg/2016/05/kusut.html


Friday, April 22, 2016

Descendants of The Sun: Don't Wanna Say Good Bye to Big Boss and Beauty


Descendants of The Sun: Don't Wanna Say Good Bye to  Big Boss and Beauty


Move over, Professor Do Min Joon.
K-drama fans around the world have a new love and he, unlike Prof Do, is no alien from another star. Rather, he is the very human and very hot Captain Yoo Si Jin from the South Korean army, Planet Earth.
Since Descendants Of The Sun - a Korean romance starring Song Joong Ki as Captain Yoo and Song Hye Kyo as the doctor he is wooing - premiered in South Korea, China, Singapore, the United States, Britain, Saudi Arabia and elsewhere last month, it has been fast displacing the 2013 hit drama My Love From The Star in viewers' affections. Descendants has a total of 16 episodes.( The Sunday Times, 20th March 2016)

Okay, okay... Finally, I got the time and chance to write this down. 
I should've written it earlier though because last week was the last episode. 
Udah ah ngomong English terus, capek hihi... 
Soalnya baca tulisan-tulisan online tentang K-Drama yang ngehits ini dan kekinian banget semuanya dalam Bahasa Inggris. 
Eniwei, seharusnya mau nulis minggu lalu, tapi mau bener-bener adil dengan penilaian. Jadi, masih nunggu 3 episodes special edition. Sempat kehilangan mood di 2 episode terakhir yang ternyata turned out to be not-too-special karena isinya cuma cuplikan dan potongan dari episode-episode sebelumya. Nothing much, nothing new. Rasanya nyesel juga, kenapaaaa gak ditulis pas mood lagi kenceng banget biar hasilnya lebih maksimal geto lho... Biarpun terbiasa juga nulis dengan deadline, tapi dengan adanya mood pasti lebih top markotop. Untungnya mood kembali kuat setelah melihat BTS- Behind the Scenesnya di episode 19 sambil ngedengerin lagu You're My Everything yang merupakan sontrek dari Gummy yang kece badai lah pokoknya hihi...


Let's get down to the business. Penghargaan setinggi-tingginya buat scriptwriters di K-Drama ini. Kim Eun-Sook dan Kim Won-Suk. Terutama, Kim Eun-Sook yang memang jago mengolah drama-drama berkelas, dilihat dari track recordnya... Yang paling menonjol adalah The Inheritors (The Heirs), Gentleman's Dignity, and of course Secret Garden yang sangat berkesan buat saya pribadi yang terkadang mengulang momen-momen Hyun Bin dan Ha Ji Won di drama tersebut. Juga tak melupakan Sang Sutradara yang okeh punya, especially di pengarahan-pengarahan yang dia berikan dan nyata banget berperan buat kesuksesan serial ini  yaitu Lee Eung-Bok.



As unthinkable as it might sound to legions of swooning fans of Descendants Of The Sun across Asia, Captain Yoo Si Jin did not exist in an early screenplay for the K-romance, and actor Song Joong Ki was not the top candidate for the role of the dashing soldier.
In fact, the biggest success story in South Korean entertainment this year is also an extremely unlikely one: What were the chances of a film company going into television production for the first time with a 13 billion won (S$15 million) pre-produced drama, and getting everything right?


Not good, to say the least. "Everyone said we were crazy," said Mr Kim Woo Taek, chief executive of New Entertainment World, in an interview with JoongAng Ilbo, which was published last Friday. "But based on our confidence in the story's content, we started planning," he told the Korean daily.
Crucially, screenwriter Kim Eun Sook - the creator of successful K-dramas including The Inheritors (2013), Secret Garden (2010) and Lovers In Paris (2004) - was then brought on board to rework writer Kim Won Suk's script. She beefed up the love story by introducing romantic military characters including Captain Yoo (Song), who pursues a surgeon (actress Song Hye Kyo) in between dangerous missions.
"Kim Won Suk's original screenplay tells the story of doctors who are active at disaster sites," Mr Kim Woo Taek told JoongAng Ilbo. "After we became responsible for the production, screenwriter Kim Eun Sook did a rewrite and increased the love plot. She added military characters, overseas disasters and other elements to flesh out the story. When I read the script till episode four, it seemed good."

Kim Eun-Sook dengan tangan dinginnya, memasukkan tokoh Captain Yoo Si Jin yang terlibat hubungan asmara dengan dokter Kang Mo Yoen. Satu lagi yang menarik, Song Joong Ki bukanlah kandidat utama untuk Yoo Si Jin. Ada beberapa aktor yang menolak peranan ini yaitu Won Bin, Jo In Sung, Gong Yoo, and last but not least Kim Woo Bin. Drama ini mengedepankan idealisme dan patritiosme. Idealisme karena memang sesuai profesinya, mereka punya sumpah jabatan... Dokter yang harus menolong di atas kepentingan SARA dan mengutamakan keselamatan pasiennya di atas segala... Dan prajurit yang demikian setia memperjuangkan perdamaian lewat special force-nya...
That's interesting, moreover that's wonderful!
Jujur saya bukan orang yang selalu nonton segala K-Drama. Banyak kali, saya termasuk pemilih dan melihat review orang-orang di website, juga terkadang rekomendasi teman atau suami saya yang juga sering nonton hehehe...

Tercatat hanya beberapa yang saya tonton, namun sangat saya seriusi. Salah satunya adalah My Love From Another Star. My Love dibandingkan dengan Descendants of the Sun (DoTS) karena rating.... DoTS juga sampai di-warning oleh pemerintah Cina karena keranjingan yang terlalu, ditonton juga di seluruh dunia melalui media internet sekitar 3 billion views yaitu 3 milyar pemirsa... Oh, My God!
Banyak aktor yang menolak karena cukup skeptical dengan Drama yang ditayangkan after production. Post production bukan tipe drama Korea pada umumnya. Karena biasanya naskah ditulis di tiap minggu berdasarkan rating dan bisa berubah sesuai ratingnya. Dan Drama ini menuntut komitmen para pemainnya karena banyak shooting dilakukan di Greece (Yunani) yang menjadi negara tempat Big Boss dan Beauty (nickname dari Yoo Si Jin dan Kang Mo Yoen) bertemu kembali -yaitu Urk. Total waktu penyelesaian segala episode ini yaitu 258 hari lamanya. Waktu yang panjang, namun terbayarkan dengan hasil yang luar biasa atas drama ini.

Rating seolah adalah patokan satu-satunya. Of course memang rating sungguh penting. Dan average rating di atas 30% memang membuktikan bahwa memang film ini sungguh ditunggu-tunggu. Jika saya melihatnya adalah kemampuan script writer yang baik, memadukan faktor-faktor cinta dan kemanusiaan. Sesuatu yang Maha Agung, yang melewati batasan-batasan SARA. Juga, para pemain Song Joong Ki, Song Hye Kyo, dan para pemeran pendukung lainnya telah berusaha dengan maksimal dan berhasil baik. Bahkan Song Joong Ki dinyatakan memiliki 'electrifying gaze' yang memikat kaum hawa sejak episode pertama.
Harus saya akui, episode pertama sampai ke-3 atau ke-4 memang memegang peranan penting. Saya merasa agak bosan di episode 10 karena sudah menebak bahwa Kang Mo Yoen akan diculik oleh Argus yang merupakan panutan Capt. Yoo Si Jin sebelumnya. 

Adegan favorit saya tetap episode 9, saat Kang Mo Yoen melakukan confession atas perasaannya pada Yoo Si Jin


Jika dibandingkan secara script, naskah, saya tetap memilih My Love from Another Star meskipun itu sangat tidak real. Saya melihatnya sebagai suatu kreativitas yang luar biasa dari penulis untuk bisa membawa 'alien' ke dunia, serta membawanya dari era Joseon Dynasty sampai ke masa kini. Untuk itu, saya memberikan jempol sepuluh secara kreativitas. Namun, Descendants of the Suns memenangkan hati banyak fans karena kisah cinta yang terjalin membuat pasangan dr. Kang dan Capt. Yoo Si Jin mampu mengatasi persoalan demi persoalan yang akhirnya berakhir dengan happy ending.
Script writer Kim Eun-Sook sangat berhati-hati dengan ending karena mengingat di awal-awal debutnya sebagai penulis naskah, dia pernah membuat ending yang seolah mengambang dan membuat para pemirsahhh cukup marah-marah kepadanya:)

Harus diakui, ending DoTS juga tidaklah sesuai ekspektasi. Saya pribadi sudah menganggap drama ini berakhir di episode 15 saat Capt. Yoo Si Jin kembali dengan selamat. Sisanya di episode 16 hanyalah kekonyolan dengan menghadirkan Red Velvet- penyanyi K Pop dan beberapa adegan yang tidak terlalu penting, kecuali mungkin-kembalinya Capt. Yoo Si Jin dan dr Kang ke Urk, ke tempat kapal yang dikatakan sebagai 'bewitched' - terpesona.

Apa pun pendapat saya, Anda, atau kita, itu tak lagi mampu memadamkan SJK (Song Joong Ki) fever bagi para fansnya.
Saya pribadi bukan fans SJK seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, namun memang SJK sangat sangat karismatik di drama ini. Seragam membuatnya simpatik, lepas seragam dan menolong dr Kang dalam pakaian serba hitam membuat dia kelihatan romantik-heroik. Dia berani melakukan apa saja, demi wanita yang dia cintai, termasuk membunuh panutannya- Argus.
SJK secara total telah memerankan Yoo Si Jin dengan sempurna. Dia memerankan adegan perkelahian tanpa 'stunt man' sampai dia sendiri terluka. Dia memang baru selesai wamil, jadi memang cucok dengan peranan ini. Dan yang menarik dari wawancaranya dengan KBS, dia sangat humble (rendah hati) dan low profile. Selalu suka dengan orang-orang ngetop yang tetap membumi, tetap down to earth, sangat sadar bahwa ini semua hanyalah sementara.
SJK juga sangat pintar, ini kata tetangga saya yang orang Korea (biasanya kendala bahasa sama doski, tapi sekarang sejak ngobrolin DoTS, kami bisa bicara panjang lebar hihihi). Nilai SMA-nya A semua dan SJK bisa masuk universitas papan atas di Korea sana.

Song Hye Kyo memiliki wajah cantik dan akting yang cukup mengharukan saat-saat menangis kehilangan Capt. Yoo Si Jin, cukup emosional. Saya tidak banyak membahas soal Song Hye Kyo karena memang dia sudah terkenal sebelum ini dan wajah cantiknya sudah sangat banyak dikenal masyarakat...

Intinya, walaupun tidak puas dengan endingnya yang happy ending.... Masih tetap senang dengan rutinitas menonton serial ini di tiap Kamis dan Jumat via channel Viu di Singapura dengan subtitle English tentunya. Menonton hal-hal yang bermutu membuat diri juga terhibur dan menghargai nilai kebaikan yang ditampilkan. Bagi saya pribadi, saya juga sering termotivasi untuk menulis setelah menonton film atau drama yang bagus. Sementara banyak wanita berkhayal agar Song Joong Ki atau tepatnya Capt. Yoo Si Jin jadi pacar mereka, saya tetap puas melihatnya sebagai aktor yang sukses dan pemuda yang simpatik serta low profile.

Even it's sooo hard, now it's time to say good bye to Big Boss and Beauty...
Ini review pertama saya tentang drama Korea, sebelumnya ada drama Taiwan ToGetHer yang saya review - long long time ago... Terkadang, kalau bosan, saya juga nonton drama Cina, Taiwan, dan Singapura... Turki ajah yang belum hihihi....

Next time mungkin saya cerita soal Lee Min Ho sebagai orang yang cukup krusial dengan hobby menonton drama ini... Cowok-cowok Korea bolehlaaa, biarpun plastic surgery, kulit halus-mulus, asal jangan kebanyakan lipsick atawa lipgloss... Jadi pusingggg! hahahaha....

Have a good weekend.
23.04.2016
fon@sg
*sontreknya masih mendayu-dayu di telinga... Menulis sambil nyanyi, " You are my everythinggg..." :)

Sunday, April 17, 2016

Choco Chips Muffins - A Story of My Life



Choco Chips Muffins - A Story of My Life

Okay, okay, kali ini aku mau ngomongin soal salah satu makanan favorit anak-anak.
Selain gampang bikinnya, rasanya juga mayan lah (karena gak boleh ter.la.lu memuji-muji diri sendiri, nanti lupa daratan hihihi...)

Basically, ini choco chip muffins bersama dengan resep-resep lainnya sudah berhasil kuuji coba di dapurnya  fon's sweet delight.
Dan kadang-kadang nyari yang bikinnya praktis, tanpa mengurangi rasa tentu saja...

Intinya nih, kalo ngelihat bahan-bahannya satu per satu...
Telur, gula pasir, choco chips, tepung terigu, susu,  vanilla essence, dan bahan tambahan semisal keju cheddar potong kotak-kotak atau kismis...
Tiba-tiba aku ngebayangin hidup yang kayak gitu...
Kayak telur, gula pasir, choco chips, tepung terigu, susu, vanilla essence, de el el ituhhh...
Pernah gak ngalamin satu kejadian dan kejadian yang lain yang seolah gak dimengerti?
Sambil nanya ke Tuhan, "Why God? Oh Why must these things happen in my life?"
Pencerahan yang tiba-tiba cling dan timbul di benakku hari ini...
Aku gak bakal ngerti kalo liat satu per satu ingredient itu tadi...
Tapiiii, kalo sudah dipanggang di oven dan jadi choco chip muffins yang siap disajikan...
Baru deh ngerti...
Oh begini tokh kamsud-Nya. Begini tokh maksud-Nya...

Sekarang yang kita alami seolah bagian-bagian itu tadi...
Tapi, suatu saat itu semua bakalan jadi choco chip muffins yang bukan saja lezat dimakan, tapi enak dilihat tampilannya geto lho...
Beautiful in His Eyes karena MasterChef-Nya Tuhan sendiri...:)

Singkat, padat tulisan kali ini...
Panjangnya nunggu akhir pekan, ulasan Descendants of The Suns (DoTS) sesudah nonton special edition-nya:)

Semangatttt! Karena choco chip muffins yang lezat dan indah dalam pandangan-Nya dan sesama sedang dalam proses pembuatan...
Never give up! Always give our very best to the Almighty and the people surround us...

Selamat siang.

18.04.2016
fon@sg
* Duh, Singapore panas bener ni hari... Moga-moga di tempat Anda gak seterik ini...

Friday, March 18, 2016

God Gave Me You (Cerpen) - iwriteproject #01






God Gave Me You

God gave me you for the ups and downs
God gave me you for the days of doubt
For when I think I've lost my way
There are no words here left to say, it's true
God gave me you

Lagu itu menggema di telingaku.
Terasa kerinduan yang mendalam yang menyeruak dan mendominasi hatiku.
Begitu kuat dan membuatku ingin pulang.
Kupandangi pigura bertuliskan 'family' di dinding kamar apartemen studioku.
Foto bersama Mama, Kak Vivi, dan almarhum Papa yang sudah menghadap Tuhan dua tahun yang lalu.
Juga foto bersama keponakan-keponakanku- Dewa dan Dewi.
Akhirnya, tak terbendung lagi...
Tanpa terasa, air mata mengalir. Perlahan tapi pasti, memenuhi seluruh wajahku.
Membasahi bantal kepalaku.
"Mama, Kak Vivi, aku kangen kaliannnn!!!"

Kesepian seolah sudah jadi bagian hidupku.
Ditambah sekarang, saat aku putus dari Primus.
Tali kasih yang terbina sejak sepuluh tahun lamanya, putus dengan dipenuhi sakit hati dari pihakku.
Primus kedapatan berselingkuh dengan sekretaris di kantornya.
Bukan hanya sebentar, hal ini sudah berlangsung setidaknya tiga tahunan.

Mungkin aku yang terlalu lugu.
Mungkin aku yang terlalu menaruh percaya pada Primus.
Mungkin aku yang kurang menangkap tanda-tanda...
Banyak kali kejadian itu menderaku...
Aku berpikir begitu bodohnya diriku!
Semua itu mungkin tertangkap mataku...
Entah aku yang tidak mau peduli karena yakin sayangnya Primus padaku...
Atau Primus yang terlalu pandai menyembunyikan segala sesuatu?
Entahlah...
Aku tak tahu pasti...
Yang pasti: rasa sesal mendalam di lubuk hatiku.
Bukan hanya cinta dan kepercayaan yang terkhianati...
Perasaan sia-sia sudah semua pengorbanan selama sepuluh tahun ini...
Waktu, tenaga, dan uang yang tak sedikit...
Primus mengawali perusahaannya itu dengan meminjam sebagian besar uangku...
Uang hasil kerja kerasku sebagai desainer pakaian pesta.
Sampai perusahaannya yang merupakan biro perjalanan online itu sukses dan punya kantor berlantai tiga di Ruko Mangga Dua.
Aku sungguh berbahagia atas kesuksesannya yang dia raih...
Tentunya, melihat kekasih kesayanganku berhasil, sungguh merupakan sukacita tak terkira!
Aku lalu makin percaya, bahwa langkah-langkah kesuksesan Primus akan membawanya dengan cepat meminangku.
Karena pastinya ada andil dariku yang menjadikannya menikmati apa yang dia capai pada hari ini.
Namun, apa mau dikata...
Tahun demi tahun berlalu, harapanku itu tak pernah jadi nyata...
Semakin lama bahkan Primus seolah semakin menjauh dariku...
Aku gigit jari, namun kenyataan ini sungguh menghentakku...

Sampai suatu malam...
Terbongkar juga kebohongan Primus selama ini.
Diam-diam aku datang ke kantornya, tanpa menelpon terlebih dulu.
Hetty, sekretarisnya yang cantik-muda-keren itu, tengah duduk di pangkuan Primus sambil membicarakan jadwal kerja Primus.
Mataku basah. Kerongkonganku tercekat.
Aku masih berusaha tenang, walaupun hatiku sangat bergejolak...
Ingin kuhampiri mereka dan kutampar seketika.
Dua-duanya!
Primus dan juga Hetty...
Primus yang sudah mempermainkan aku, orang yang mengangkat kehidupannya...
Dan Hetty, orang ketiga yang membuat porak poranda impianku untuk berlabuh di dalam sebuah mahligai rumah tangga.
Tapi nyatanya aku tak kuasa...
"Kalian terlalu!"
Hanya itu yang keluar dari mulutku. 
Sambil menahan tangis, aku berbalik dan lari sekencang yang aku bisa...
Diiringi tatapan kasihan dari orang-orang di kantor Primus yang seolah sudah sangat hafal dengan kebiasaan mereka berdua, aku menjadi merasa sangat malu.

Primus terlihat masih berusaha mengejarku, namun dihalang-halangi oleh Hetty.
Primus juga masih seolah berusaha meneriakkan namaku...
" Freya!!! Tunggu! Dengarkan aku..." 
Teriakan Primus masih terdengar walaupun sayup-sayup di telingaku.
Kututup kedua kupingku. 
Tak mau lagi kudengar kata-kata yang penuh kepalsuan dari mantan kekasihku.
Setia? Aku merasa begitu tolol telah mempertahankan kesetiaanku kepadanya yang jelas-jelas menduakan aku.
Mulai hari ini, putus saja kita Primus!

Tiga hari kemudian...
Singapura, kawasan Bukit Timah Road.

Dari Jakarta aku terbang ke Singapura, memenuhi undangan rekan kerja yang juga sering mengajak kerja sama.
Mr. Ronald Lim, yang biasa kupanggil Ronald karena dia lebih muda sekitar 1 tahun dariku.
Ronald juga seorang disainer pakaian pesta yang cukup terkenal di sini...
Dari internet, dia melihat hasil karyaku dan merasa tertarik...
Dia mengontakku via Facebook, lalu kemudian mengunjungi studioku di Jakarta...
Begitu saja terjalin kisah persahabatan dan kerja sama bisnis dengan Ronald.
Ronald sendiri bukan Singaporean asli...
Dia masih keturunan Indonesia, hanya saja sejak kecil orangtuanya pindah ke negeri Singa ini...
Ortunya adalah pengusaha sukses di negeri ini, terlihat dari rumahnya yang besar dan megah di kawasan elite: Bukit Timah.
Hari itu Ronald membawaku untuk makan siang bersama kedua orangtuanya yang masih sangat sehat dan energik meskipun usia mereka sudah melewati angka 70 tahun.

Setelah kejadian pahit dengan Primus, sebetulnya aku memutuskan untuk pulang ke tempat tinggal Mama dan Mbak Vivi  yang sekarang berdomisili di Yogyakarta...
Setelah menikah dengan pengusaha batik asal Yogya, Mbak Vivi juga memboyong Mama dari Jakarta untuk tinggal dengannya dan menjaga buah hatinya sementara Mbak Vivi membantu Mas Pras-suaminya dalam urusan bisnis keluarga.

Aku sempat kacau juga dengan pekerjaanku dan mohon pengertian Ronald untuk sedikit menunda hasil karya yang seharusnya diambil oleh asistennya akhir minggu ini...
Aku terpaksa jujur dan bilang bahwa pacarku berselingkuh dan aku masih dalam keadaan shock. (Entah mengapa aku bisa jujur, namun agaknya aku cukup merasa nyaman bicara padanya, bahkan tanpa kusadari aku sering curhat padanya).
Namun, Ronald memutuskan untuk mengundangku ke Singapura terlebih dahulu...
Sebelum nantinya melanjutkan perjalananku menemui Mama dan Mbak Vivi di Yogyakarta.
Tiket direct flight dari Singapura ke Yogya juga sudah kubeli.
Seminggu dulu di Singapore karena harus menyelesaikan pekerjaan kami.

"Freya, I hope that you would enjoy our simple lunch today." Ucapan yang disertai senyuman dari Ibu Ronald.
" Oh, yes, sure. Terima kasih, Tante."
"Ayo, ditambah lagi nasi dan lauknya." Seraya menyendokkan chili crab dan sayur hijau tumis segar ke piringku.

Ucapannya terlalu merendah, karena rasa dari masakan yang disajikan sungguh luar biasa. Tadi saat menjemputku dari  Changi Airport, Ronald sudah bilang bahwa rumah mereka punya Chef yang dihire dari rumah makan ternama Singapura. Khusus bagi ayah dan ibunya...

Ronald sangat baik sebagai seorang sahabat di saat-saat aku tengah begitu 'down' akan relasiku dengan Primus.
Dia bukan saja memberikanku perhatian di bidang pekerjaanku, malah lebih dari itu.
Ronald memberiku kebebasan berkreasi di studio desainnya di Marina Bay Sands-The Shoppe.

Juga menempatkanku di Hotel MBS (Marina Bay Sands) selama 3 hari. 
Empat harinya di apartemen keluarga mereka di daerah Orchard, sehingga aku bisa jalan-jalan katanya.
Perhatian yang berlebihan, namun jujur: kubutuhkan untuk saat ini.

Tanpa kusadari, aku mulai memperhatikan raut wajahnya.
Ketulusannya. Senyumnya.
Dia sebetulnya bahkan lebih tampan dari Primus.
Namun, aku mengubur jauh-jauh harapan itu di hatiku.
Mengusir jauh-jauh pula bayangnya dari benakku.
Walaupun aku sendiri tahu, aku mulai menikmati perhatiannya.
Hanya aku masih sangat takut kecewa.
Ah, aku hanya bersyukur kepada Tuhan atas persahabatan yang terjalin kuat sampai saat ini bagi kami berdua.

" Freya, what would you like to have for tonight's dinner? Asian or Western food?"
Ronald bertanya kepadaku dengan senyuman tulus yang innocent yang merupakan andalannya itu. Memamerkan lesung pipinya yang terlihat jelas.
Dia memang gantenggg, kata hatiku sekali lagi...
" Whatever would do, Ronald. Thanks."
" Ok, then we'll have Din Tai Fung downstairs only." Ronald memutuskan untuk makan Chinese food yang terkendal dengan xiao long bao-nya di MBS juga.

Ini hari terakhirku di Singapura, makan malam terakhirku dengan Ronald.
Tanpa terasa, seminggu berlalu.
Jujur, aku masih ingin berada di sini...
Aku mulai betah dan ingin lebih lama merasakan perhatian dan kebaikannya padaku.
Kutepuk kepalaku sendiri dan berbisik dalam hati:
" Freya, sudah gila kamu! Belum juga sebulan dikhianati Primus, sudah memikirkan pria lainnya!" 
Aku tersenyum sendiri, sembari menggeleng-gelengkan kepalaku.
Ronald memperhatikanku, tersenyum sejenak, lalu bertanya:
" Ada apa, Fre?" Dengan Bahasa Indonesia yang kaku dan patah-patah...

" No, Ronald. Nothing.
Aku berusaha menepis rasa yang diam-diam menjalar hangat di dadaku.
Mana mungkin aku jujur pada dirinya? 'Kan malu :)

" I just want to say THANK YOU. A real BIG THANKS for everything. For this trip, for your hospitality, and for this collaboration of our masterpiece together."
Aku tersenyum. Ronald juga.
Tanpa kusadari, dia menggengam tanganku erat dan berkata:
" It's Ok, Freya. My pleasure. I'm happy to see you happy. "
Entah mengapa lagi, ucapannya malam itu seolah mendinginkan bara api kekesalanku pada Primus.
Begitu menenangkan dan membuatku semakin sulit untuk berangkat ke Yogya.
Namun aku juga sangat ingin bertemu Mama dan Kak Vivi. 
Aku masih kangen pada mereka...

Setelah bertemu dengan Mama, Kak Vivi dan suaminya, juga si Kembar Dewa dan Dewi keponakanku, aku merasa jauh lebih baik.
Setidaknya aku tidak sendirian.
Setidaknya aku masih punya mereka, keluargaku.
Juga ehm: Ronald- sahabatku.

Di Yogya aku tinggal selama dua minggu.
Terasa berat, ketika harus kembali ke Jakarta...
Rasa enggan untuk beranjak pulang karena pastinya aku akan berhadapan lagi dengan kesepian dan kesendirian.
Juga aku harus menerima kenyataan pahit bahwa Primus sudah pergi dari hidupku.


Jakarta, 14 Februari 2016


Pulang ke apartemen studioku dengan langkah gontai.
Sendiri, sepi, di hari kasih sayang.
Oh My God!
Tapi, ya sudahlah...
I think I need to accept it, as life goes on.

Kupandangi gaun pesta warna baby blue yang hampir jadi. Tinggal finishing touch dan akan segera dikirim ke Singapura.
Entah asisten Ronald yang akan mengambilnya, entah juga aku yang akan ke sana mengantar sendiri.
Ah, tiba-tiba aku merasakan kebutuhan yang sangat akan seorang Ronald di hidupku.
Inginku terbang ke Singapura sekarang juga, bertemu dengannya.
Ini sebetulnya agak gila, karena aku sudah hampir melupakan Primus, Hetty, dan perselingkuhan mereka.
Karena sebetulnya (mungkin) Primus sudah lama begitu cuek padaku.
Dan aku yang selalu berusaha mengalah.
Aku yang merasa mengejar-ngejar dia, sementara dirinya biasa saja.
Ya, mungkin dia tak begitu cinta padaku.
Aku yang selama ini keliru.

Ding dong.
Bel pintu berbunyi.
Kupandangi dari lobang pintu apartemenku, hanya ada sebuket mawar merah yang indah.
Kubuka pintu, baru saja sedikit jongkok untuk mengambil bunga mawar itu...
Terdengar langkah-langkah mendekatiku...
Kuangkat kepalaku: Ronald tersenyum dan memandangku dengan tatapan yang mampu menggetarkan jiwaku...
" Happy Valentine's Day, dear Freya..."

Aku bengong, tak kuasa juga menahan perasaanku.
Dia memelukku.
Aku menangis dalam pelukannya.
Tak pernah kusangka, episode Primus selama 10 tahun yang baru saja usai...
Langsung diawali oleh episode bersama Ronald di hari ini...
" I love you, since I've met you for the very first time."
Dia berbisik di telingaku.
Seperti mimpi.
Namun ini NYATA!

Aku masuk ke dalam pelukannya lagi.
" I love you too, Ronald! Thanks for coming all the way from Singapore."

Buket mawar, delivery pizza di apartemenku, dan air putih.
Tak ada 'candle light dinner'
Tapi, aku sungguh bahagia!
Thank YOU, God!
Ronald, you're really a gift from God...
I'm thanking God because He Gave me you!

16.02.2016
fon@sg

* tulisan ini termasuk dalam iwrite project: project pribadiku untuk menulis cerpen berdasarkan lagu. Song-based story kegemaranku.