Thursday, January 26, 2017

NLB - NATIONAL LIBRARY OF SINGAPORE (Perpustakaan Nasional Singapura)


Bagi yang tinggal di Singapura, tentunya tidak asing lagi dengan sistem peminjaman buku otomatis seperti ini. Saya posting karena rasanya cukup menarik untuk informasi bagi rekan-rekan di Indonesia atau di mana pun berada yang penasaran dengan informasi semacam ini.
Tinggal menyelipkan kartu keanggotaan kita di tempat yang sudah ditentukan, lalu mesin secara otomatis membaca data-data kita. Juga sekaligus menunjukkan berapa banyak buku yang bisa kita pinjam. Untuk kartu normal, sekitar 10 buku (saat libur sekolah 20 buku) untuk 2 minggu yang kemudian bisa diperpanjang 3 minggu lagi.

Biaya menjadi anggota Perpustakaan ini adalah gratis untuk Singaporean (Warga Negara Singapura), untuk PR (Permanent Resident) yang berdomisili di sini biayanya sekitar $10 sekali bayar saja untuk seterusnya. Jika masih berstatus orang asing (Foreigner), biaya sekitar $53.50 per tahun (sekitar Rp.500.000,-). Khusus untuk pelajar seperti anakku, bila sudah SD bisa memiliki kartu perpus sendiri. Bisa pinjam di Perpustakaan sekolah atau Perpustakaan umum milik Pemerintah. Jatah peminjaman maksimal 8 buku, libur sekolah biasa menjadi 2 kali lipat: 16 buku.

Mesin bisa mendeteksi sekaligus 6 judul buku, yang bisa kita tumpuk di tempat yang sudah ditentukan.
Peminjaman berlangsung cepat. Begitu pun perpanjangan, bisa dilakukan melalui mesin satu lagi yaitu e-kiosk. Mesin ini juga melayani informasi kartu kita, sekaligus pemabayaran denda buku jika ada keterlambatan.

National Library of Singapore juga memiliki website dan app pada handphone untuk memantau akun keanggotaan kita. Juga bisa untuk membaca e-book sesuai jatah yang sudah ditetapkan.
Lokasi Perpustakaan biasanya ada di tiap wilayah terdekat tempat tinggal kita. Bahkan ada juga di dalam mal atau pusat perbelanjaan. Semuanya dibuat oleh Pemerintah, untuk mempermudah warganya.

Koleksi buku cukup banyak dan menarik. Aku biasa meminjam buku anak. Suka sekali dengan buku baru yang masih rapi dan bersih. Anak-anak juga terkadang kubawa ke Perpustakaan, sebagai hiburan dan menanamkan rasa ingin tahu serta kemauan membaca sejak dini.

Inilah salah satu fasilitas yang cukup murah jika sudah PR atau WN Singapura dan sangat banyak manfaatnya setidaknya bagi kami sekeluarga dan kuyakin juga bagi banyak keluarga lainnya😊.
Sekian sekilas info dari rantau.

Singapura, 26 Januari 2017
Fonny Jodikin
#serbaserbidirantau03





Sunday, January 15, 2017

PAPA...


 PAPA...

Jumat, 13 Januari 2017, pukul 20.10-21.15

Kami sekeluarga menonton drama Korea di Channel S-One. Yang tengah kami tonton bersama adalah 'Legend of the Blue Sea' karena ada pemain-pemain kesayangan saya pribadi: Lee Min Ho dan Jun Ji-Hyun. 
Drama ini berkisah tentang kisah cinta 'Mermaid' alias 'Putri Duyung' dengan manusia.
Kisah yang idenya tidaklah baru, namun para penulis skenario menuliskannya kali ini dengan apik karena menyambungkan kisah di masa lalu dengan masa kini...
Dari Masa Joseon, sekian ratus tahun yang lalu, kita dibawa menuju ke masa kini di mana Sim Chung (mermaid) bertemu kembali dengan Hae Joon Jae (diperankan oleh Lee Min Ho).

Episode ke-17 yang lalu diakhiri dengan ending yang cukup dramatis.
Lee Min Ho yang berusaha menyelamatkan ayah kandungnya dari cengkeraman jahat ibu tirinya yang menginginkan harta ayahnya yang konglomerat itu, harus berhadapan dengan kecewa.
Ayahnya pada awalnya tidak mempercayainya karena Joon Jae is now a swindler.
Dia adalah seorang tukang tipu ulung, namun sebetulnya dia tulus ingin membantu ayahnya keluar dari rumah ayahnya sendiri.
Ayahnya kemudian meninggal.
Joon Jae datang terlambat saat ambulans sudah bersiap ingin membawa ayahnya pergi.
Teriakan histeris muncul " Appa! Abeoji!" (berarti: ayah).
"Mian!" (I'm sorry- Maaf).

Dia berlutut di depan rumah ayahnya.
Menangis perih dalam kepiluan yang luar biasa.
Akting yang bagus! Audrey anak kami bergegas mengambil tissue.
Terharu.

Diam-diam saya menangis dalam hati.
Teringat Papaku yang sudah berpulang tahun 1993 yang lalu di usianya yang ke-56.
Setelah berperang dengan penyakit komplikasi yang dideritanya.
Beliau berpulang 2 Juni 1993.
Dengan sedikit linglung, tak percaya, aku ke bandara Soekarno Hatta berusaha membeli tiket jurusan Palembang.
Go show tentu saja karena ini di luar perkiraan.
Maskapai apa saja, asal aku cepat sampai ke rumah.
Meskipun Papa sudah sakit sejak aku SMP, namun 1 Juni, sehari sebelumnya aku menelpon ke Palembang dan kata Mama, keadaan Papa membaik.
Papa sudah mau makan...
Rasa lega yang kurasakan kemarin berganti duka...
Saat Mama bilang, Papa sesak nafas dan ambulans pun datang menjemput...
Apa daya, memang waktu-Nya sudah tiba...

Papa menghembuskan nafas terakhirnya saat sudah berada di RS, namun belum sampai ke ruangan IGD.

Ada rasa hampa yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Sebuah rasa kehilangan yang tak pernah kutahu akan begini jadinya.

Padahal relasiku dengan Papa tidaklah sempurna. Banyak juga pertentangan karena memang kami sama-sama keras.
Satu hal yang kusyukuri bahwa kami sempat berdamai dan hubungan kami jauh lebih baik saat aku harus meneruskan kuliah di Jakarta.
Aku bersyukur jadi anakmu, Pa...
Walau kutahu Papa tak sempurna, sama seperti diriku yang sekarang jadi Mama, sangat sadar bahwa aku pun jauh dari sempurna...
Hanya tiap hari berusaha menjadi Mama yang baik bagi anak-anaku, itu saja, Pa!
Yang kutahu Papa terus berupaya keras memenuhi kebutuhan kami kelima anaknya dengan usaha dan kerja kerasnya.
Papa juga telah mewariskan darah seninya kepadaku, terima kasih, Pa!


Drama Korea Legend of the Blue Sea telah berlalu...
Akting Lee Min Ho masih meninggalkan kesan mendalam di hatiku...
Kenangan akan dirimu menari-nari dalam benakku, Pa...
Sesuatu yang mungkin tak pernah kukatakan dulu, namun kini dengan lantang ingin kuserukan kepadamu: " I Love You, Pa!"
You'll be forever in my heart!

16 Januari 2017
fon@sg



Monday, January 9, 2017

TALKING ABOUT ROSES AND THORNS


(BERBICARA TENTANG BUNGA MAWAR DAN DURI)

“You can complain because roses have thorns, or you can rejoice because thorns have roses.”
Kalimat bijak ini konon berasal dari Abraham Lincoln. Namun, ada beberapa yang mengatakan bahwa ini ditulis oleh orang lain.
But no matter what, intinya yang saya lihat bagus dan mengingatkan saya pribadi…
Kita bisa mengeluhkan bahwa bunga mawar punya duri  atau  kita bisa bersukacita karena duri-duri itu memiliki bunga mawar.
Ini menjadi semacam pegangan bagi saya dalam menjalani kehidupan.
Tak peduli betapa indahnya suatu kehidupan, pasti ada kejadian-kejadian yang seolah menjadi ‘duri’ di tengah kelopak mawar yang mekar dengan warna-warninya.
Atau bagi mereka yang cenderung mellow sangat, memandangi kehidupan selalu dari sisi durinya, namun sebetulnya: ada kelopak-kelopak mawar juga di sana….
Pilihannya ada di tangan kita, mau lihat mawarnya atau terus-terusan berkubang dalam ‘duri’ duka?

Bagi saya ini kemudian penting, karena ini berkenaan dengan apa yang melandasi pilihan-pilihan di kehidupan ini.
Termasuk dalam pergaulan, entah itu dunia maya ataupun dunia nyata.
Karena berada di rantau selama 10 tahun terakhir ini, sebetulnya medsos sangat bermanfaat dan informatif bagi kami.  Penyebaran informasi terasa lebih cepat ketika hanya membaca ‘timeline’ di Facebook.
Namun memang saya pun menyadari, bahwa tujuan awalnya baik semisal menjalin tali silaturahmi yang sempat lama terputus, kemudian menjadi semakin kabur.
Facebook menjadi semacam tembok ratapan, untuk curhat habis-habisan permasalahan pribadi yang dihadapi.
Bagi saya, ini tentunya kurang bijaksana. Karena teman di Facebook, banyak yang saya tidak kenal. Juga teman di Facebook, beberapa tidak begitu dekat di dunia nyata…
Jika sampai curhatan itu menyebar, bukankah itu agaknya bakal jadi ‘gosip’ yang empuk buat disebarkan?

Lalu urusan politik…
Sebetulnya, saya paling tidak mau tahu pilihan Anda.
Masing-masing sajalah…
Tetapi seolah sosmed menjadi ajang untuk membanggakan pilihanku dan menjelekkan pilihanmu.
Sempat pusing kepala, lalu jadi cuek saja…
Asal masih dalam taraf normal, pasti masih saya biarkan.
Kalau sudah keterlaluan ya unfollow saja. Unfriend tetap menjadi pilihan terakhir, senjata pamungkas yang akan saya pakai meskipun jarang-jarang…

Lalu agama….
Hadehhh gak ada habisnya!
Jujur, saya berasal dari keluarga yang agamanya berbeda-beda.
Namun kami saling menghormati dan itu tidak perlu kami umbar.
Saya meyakini, di dalam agama apa pun pasti mengajarkan kebaikan…
Dan bila kebaikan itu bertemu, alangkah indahnya!
Memperdebatkan perbedaan itu tidak ada habisnya.
Kehidupan di rantau selama 10 tahun ini setidaknya mengajarkan saya banyak hal untuk semakin menghargai perbedaan.
Melihat kembali keunikan setiap individu tanpa harus menjadi terancam karenanya, perbedaan itu indah!

Kembali ke ‘roses’ and ‘thorns’ dan hubungannya dengan dunia maya.
Sosial media ini bisa menjadi mawar atau duri bagi kita…
Pilihannya ada di tangan kita…
Mau menjadikan dunia ini lebih baik atau setidaknya duniaku dan sekitarku lebih baik?
Atau sebaliknya: menjadikannya porak-poranda…
Di Facebook sejujurnya saya tetap menemukan komunitas penulis yang sehat…
Sahabat-sahabat yang menguatkan…
Juga bertemu dengan beberapa sastrawan dan belajar menulis di sini.
Saya pun berkesempatan menerbitkan buku, itu semua diawali dari perkenalan di Facebook…
Sampai hari ini saya tetap menjaga atmosfer di Facebook saya, biar tidak dipenuhi oleh hal-hal negatif.
Saya berusaha semaksimal mungkin menampilkan mawar di kehidupan, meskipun saya tengah terjerat duri, karena saya meyakini: keindahan itu takkan hilang karena pelajaran kehidupan pastinya ada di tiap episode kehidupan ini.

Saya tetap berharap suatu saat nanti Facebook dan sosmed lainnya dipenuhi kebaikan.
Tetapi harapan tinggallah harapan, jika tanpa tindakan nyata.
Saya akan memulainya dan semoga ini menjadi inspirasi bagi kita masing-masing untuk memulai dari diri kita sendiri.
Siap ‘action’ dan memberikan aura positif di media sosial kita…
Yuk mareee!

Singapore, 10 Januari 2017
Fonny Jodikin

#bijakdisosmed