Wednesday, September 30, 2009

Duet Alicia dannn…. Saya :)


Alicia memencet tuts grand piano Yamaha warna hitamnya dengan fasih dalam sebuah live show. Suaranya yang jernih, ber-power, dan merdu dengan cengkok Rhythm and Blues kegemaran saya mulai mendayu-dayu. Dengan penampilan sederhana : celana panjang hitam dan blus warna coklat muda, riasan wajah minimalis namun berdominasi warna coklat yang juga sangat cocok di wajahnya, dan rambutnya yang dikepang kecil-kecil, dia tampak cantik. Dia memang menarik. Dan kini dia mulai meneriakkan sepenuh hati lagu ciptaannya yang direkam dan diproduksinya sendiri di album the Diary of Alicia Keys (2003).

If I Ain’t Got You

Some people live for the fortune
Some people live just for the fame
Some people live for the power, yeah
Some people live just to play the game
Some people think that the physical things
Define what's within
And I've been there before
But that life's a bore
So full of the superficial

Dan saya pun mulai memencet tuts saya, sembari telinga saya memasang ear phone yang memperdengarkan lagu dari lagu Alicia. Yuk, Alicia…Kita duet!

Saya bersenandung bersamanya… Duet ini cukup istimewa bagi saya, karena saya pun memencet tuts juga. Sama tetapi berbeda. Tuts saya adalah tuts keyboard tempat menumpahkan segala perasaan, unek-unek, dan imajinasi saya. Sementara tuts Alicia adalah tuts piano yang agaknya juga tempat menumpahkan perasaan, unek-unek, dan kreatifitasnya juga.

Ok, Alicia…It’s my turn! :) Kini giliran saya, ya...:)

Saya setuju dengan apa yang kamu bilang soal banyak orang hidup untuk ketenaran dan popularitas. Saya juga setuju banyak orang hidup untuk kekuasaan dan beberapa di antaranya juga berpikir hidup adalah sebuah permainan. Dan juga banyakkk sekali orang yang berpikir bahwa hal-hal yang berbau fisik, semisal penampilan yang dilengkapi segala atribut penuh merek mentereng perancang kelas dunia, menunjukkan orang tersebut seperti apa. ‘Dalam’- nya seperti apa, ditentukan oleh apa yang tampil di luar. Banyak orang berpikir bahwa merek adalah segalanya. Kalau tidak pakai merek, mereka bisa mati gaya. Bisa ketinggalan zaman. Jujur saja, memang tidak mudah ketika uang berlimpah ruah. Mungkin merek bagi sebagian orang dirasa mampu menentukan identitas mereka ada di tingkat yang mana. Namun, saya tertarik dengan cerita seorang pemilik perusahaan di Singapura ini, yang memiliki banyak cabang departemen store, dia tetap hidup sederhana dengan barang-barang tanpa merek. Dan uangnya dia fokuskan untuk hal lainnya, hal-hal yang jauh lebih bernilai. Ah, Alicia… saya rasa orang semacam itu memang luar biasa. Dia tak terpengaruh kemilau dunia yang menawarkan merek-merek itu, malah tetap hidup ada adanya. Hmmm, memang dia termasuk langka.

Yang malah saya juga pernah lihat, Alicia… Banyak orang yang maaf…’tanggung’…Dalam arti, baru merasakan sedikit cipratan uang dalam hidupnya dan mulai bergaya. Branded-mania. Seolah menunjukkan statusnya… Padahal, ketika berbicara ketahuan juga, mereka tak secanggih apa yang mereka pakai. Bahkan saya ingat Samuel Mulia di Kompas pernah menulis, mereka yang gila mode dan memakai tas semacam Hermes pun terkadang tak fasih menyebutkan merek itu dengan benar. Di mana cara melafalkan Hermes yang seharusnya adalah dibaca air-mez dalam Bahasa Inggris atau Ermez dalam Bahasa Indonesia (dengan huruf ‘r’ yang sedikit diputar, karena asalnya dari Bahasa Perancis). Dan ini juga berlaku untuk merek-merek lainnya yang sulit diucapkan. Banyak orang menilai diri mereka sejajar dengan merek yang dipakai. Padahal? Alicia, kamu tahu sendiri jawabannya, kan?

Belum lagi dunia ini memang selalu melihat penampilan. Mau lamar kerja? Lihat penampilannya. Bisa kerja tapi penampilan berantakan, terkadang tidak diterima. Mencari jodoh juga terkadang sangat mengandalkan rupa. Walaupun pada akhirnya, bagi orang-orang yang mengerti dan menyelami lebih dalam, wajah yang cantik/ganteng bukan segala-galanya. Semakin dewasa seseorang, semakin mampulah ia melihat kecantikan dari dalam. Inner beauty speaks louder

Duh, Alicia.. Koq, saya berpanjang-panjang begini ya? Sekarang giliran kamu. Pengeras suara kukembalikan padamu. Kucerna setiap kata di lagumu.

Alicia, mainkan! :)

[Chorus:]
Some people want it all
But I don't want nothing at all
If it ain't you baby
If I ain't got you baby
Some people want diamond rings
Some just want everything
But everything means nothing
If I ain't got you, Yeah

Plok…plok…plok… Saya berikan standing ovation buatmu. Biarlah tepukan tanpa henti ini untukmu. Sungguh, kamu memang penyanyi handal dengan lirik indah! Tidak salah kalau saya nge-fans sama kamu, Alicia!

You’re one of the best buat saya!

Kalau urusan cinta pada pacar yang seperti kamu tuliskan itu, Alicia. Rasanya tidak semua wanita bisa begitu. Dalam arti, zaman sekarang tidak semua wanita mau nrimo. Ada beberapa di antaranya memang suka bling-bling, itu lho sesuatu yang berkilauan yang menjadi perhiasannya… Siapa juga yang tidak suka permata… Mobil mewah, rumah megah plus kolam renang, dan kemewahan lainnya….kamu tambahkan sendiri deh, ya…

Tetapi, bagi mereka-mereka yang mengerti makna hidup dan cinta. Bagi mereka-mereka yang mau mencintai secara sungguh, mau permata keq…mau berlian keq…mau liburan termewah seperti cruise ke Alaska keq… Kalau sama orang yang tidak sreg di hati, tidak dicintai, apa ada gunanya?

Banyak juga yang bilang, apa kamu bisa makan cinta? Makan tuh cinta! Hare gene, orang perlu uang. Makan perlu uang, punya anak perlu uang, sekolahin anak apa lagi. Jadi, carilah seseorang yang beruang. Bukan! Bukan beruang, Alicia.. Not a bear :) Maksud saya orang yang punya uang: ber-uang hehehe…

Ya, syukur kalau dapatnya yang berduit. Anggaplah itu bonus. Tapi, kalau tidak? Ada juga yang bilang buat apa sama orang itu? Sudah miskin, jelek lagi. Aduh, Alicia…! Kupingku kadang suka panas kalau dengar hal seperti itu. Bukankah roda kehidupan bisa membawa kita ke mana saja? Berapa banyak kita lihat orang-orang yang tidak punya, orang-orang yang dari bawah bisa jadi orang sukses. Sementara tak kurang banyak jumlahnya, orang-orang kaya yang jatuh bangkrut. Bukankah itu tak pernah disangka… Koq, orang kadang sombong sekali, ya…Kamu pernah berpikir begitu, Alicia?

Terus, waktu baca lirik lagumu. Aku tiba-tiba ingat Tuhan. Hidup bagiku tak ada artinya sama sekali, kalau tidak ada TUHAN.

Everything means nothing, if I don’t have YOU, God. Boleh ya, Alicia… Aku modifikasi sedikit… Izinkan aku berkreasi dengan meminjam istilahmu yang bagus itu…:)

Buat saya, semua yang saya miliki : harta yang tidak banyak ini, kepandaian yang tidak seberapa ini, ketrampilan yang juga masih dalam proses belajar ini, semuanya deh… Tak ada artinya, tanpa Tuhan di dalamnya.

Tanpa Tuhan, membuat saya mudah menjadi orang yang sombong. Dipuji sedikit, bangga berlebihan lalu merasa diri hebat. Dan tidak sadar, kalau itu datangnya dari mana. Ketika menghadapi masalah berat, baru deh minta tolong sama Tuhan. Baru berasa tak berdaya, tak punya apa-apa.

Kadang, Alicia… Penyesalan itu koq selalu datangnya terlambat. Setelah semua kejadian parah, baru sadar… Oh, M-A-N-U-S-I-A…! Begitulah adanya.

Sementara saya sudah selesai menuliskan keluh-kesah saya dari lirik lagumu. Alicia, tetap mainkan! You go, girl! Terima kasih atas waktumu untuk berduet dengan saya. Setidaknya saya terhibur dengan permainan pianomu dan suara indahmu, dan saya mengimbanginya dengan ‘permainan’ keyboard-ku. Keyboard di komputerku. Permainan huruf-huruf dan rangkaian kata-kataku.

Thanks for tonight! Lain kali kita duet lagi yuk, jangan bosan-bosan ya :)

Singapore, 30 September 2009

-fon-

* Kalau Alicia Keys ngerti Bahasa Endonesa, mungkin dia bakal bilang, “ Emangnya gue pikirin soal duet ama loe??? Wakakaka….” Tapi dalam imajinasi gue, sah-sah aja, kan ya? Love you Alicia…Muachhh:) *


sumber gambar : http://cdn.last.fm/coverart/300x300/2025110-1537119016.jpg

Tuesday, September 29, 2009

Jatuh


Kurang dari seminggu yang lalu, di hari Kamis sore…

Setelah turun bus, aku menyebrang dari bus stop yang ada di depan apartemen kami. Audrey tengah tidur dan kugendong di tangan kanan. Sementara sebelah kiri ada 2 tas milikku dan Audrey yang ada di bahu kiriku, plus dua plastik kantong belanja dari supermarket yang ada di tangan kiriku.

Setelah menyeberang, aku berjalan di atas rerumputan hijau di depan apartemen kami. Di sebelahnya ada air mancur dengan papan nama yang menunjukkan plang apartemen tempat tinggal kami.

Dan di rerumputan itulah aku terjatuh. Kehilangan keseimbangan sambil memegang erat anakku yang tengah tertidur. Untung dia tak apa-apa, untung juga dia tetap tertidur lelap. Sementara aku mulai mengumpulkan tenaga untuk bangkit setelah jatuh dengan posisi berlutut dan bertumpu di dua lututku.

Belanjaan cukup berat dan dengan posisi agak limbung, aku mencoba menyeimbangkan kiri dan kananku. Karena yang penting juga anakku tidak terbangun.

Dan tak lama, terima kasih kepada Tuhan, kalau aku boleh berdiri lagi. Dengan pelan aku berjalan menuju pintu gerbang apartemen kami. Agak sedikit ngos-ngosan karena baru saja jatuh dan bangkit lagi!

***

Di depan pintu gerbang apartemen, aku menjumpai dua orang domestic helper asal Indonesia. Yang seorang dengan baik hati menawarkan bantuan dan langsung mengambil alih dua plastik yang ada di tanganku. Aku amat berterima kasih pada si Mbak. Mbak Yuni kalau tidak salah namanya.

Dia mengantarku sampai ke depan pintu rumah. Setelah itu kuperiksa kakiku. Bagian kanan bawah, daerah telapak kaki, agak sakit. Namun, semuanya normal-normal saja, tanpa keluhan. Jadi, kupikir aku baik-baik saja.

Namun, dua hari sesudahnya, sakitnya tambah menjalar. Di seluruh tubuh bagian kananku dari telapak kaki sampai ke kepala sakit semua. Termasuk punggung kanan, lengan kanan, dan paha kanan.

Mungkin ini efek menahan Audrey dari jatuh dan keterkejutanku. Atau mungkin juga gabungan dari keduanya? Entahlah, aku juga tak mengerti secara pasti. Yang jelas, seluruh tubuhku sakit seketika.

Upaya pertama yang mau kulakukan adalah menuruti nasihat suamiku untuk mendaftarkan diri di fisioterapis. Tapi, karena hari Sabtu jadwalnya penuh, sementara hari lain aku tak mungkin meninggalkan anakku sendirian, akhirnya kuputuskan untuk menunda terlebih dahulu. Namun, apa yang harus kulakukan? Kutelpon seorang sahabatku yang merekomendasikan seorang sin she (Traditional Chinese Medicine/TCM Practitioner) yang ahli cedera akibat olahraga (sports injury) dan bone fracture (retak atau patah tulang). Kupikir tak ada salahnya juga kucoba. Sepulang dari sin she, dengan keahliannya mengurut dan juga obat Chinese yang sudah diramu sebelumnya, aku berhasil pulih. Thank God. Malamnya aku bisa kerja lagi, nyapu-ngepel dan masak.

Jatuh dan ‘jatuh’…

Setelah sekian lama tidak jatuh dan dalam kondisi baik-baik saja, akhirnya aku mengalaminya juga. Dengan kondisiku yang rata-rata sendirian dalam mengasuh anak sehari-hari karena suami bekerja, tentunya jatuh adalah hal yang terakhir yang kuharapkan…

Tapi, biarpun jatuh, masih untung juga tidak parah dan pemulihannya berlangsung cukup cepat.

Dari pengalaman jatuh itu, aku tersadar bahwa manusia memang tak selamanya kuat. Ada kalanya hidup bisa membawaku terjatuh. Jatuh ke tanah berumput sebagaimana yang kualami dan ada kalanya kita ‘jatuh’ dalam permasalahan berat, kegagalan, kesedihan tak berkesudahan ataupun terpuruk dalam tindakan mengasihani diri karena kesalahan di masa lalu yang seolah tak terampuni.

Jatuh tidaklah menyenangkan apabila dilihat dari sakit yang dialami. Jatuh secara harafiah, jatuh betulan: dari tempat tidur, dari sepeda, dari menunggang kuda, tak pernah merupakan hal yang enak. Biasanya sakit atau sakit sekali.

Jarang orang jatuh di tempat yang empuk, kecuali landing atau mendaratnya di kasur empuk hehehe :)

Pengalaman ‘jatuh’ juga pernah kualami. Menghadapi masalah berat seolah tanpa solusi, menghadapi kegagalan yang tak mengenakkan, berusaha tapi seolah tak ada hasil yang berarti yang pada akhirnya meruntuhkan harga diri dan kehilangan motivasi…

‘Jatuh’, sebagaimana jatuh, tak pernah enak. Namun, selalu ada sesuatu di baliknya…

Jatuh mengajarkanku lebih berhati-hati. Lain kali, kalau jalan lebih memperhatikan sekitar. Lain kali jangan bawa barang terlalu banyak terutama kalau sedang bersama putriku yang tertidur.

Sedangkan ‘jatuh’ mengajarkanku bahwa aku tak perlu sombong, tak perlu tinggi hati, karena bisa juga mengalami hal yang tidak mengenakkan seperti ‘jatuh’ itu tadi.

‘Jatuh’ membawaku kepada permenungan bahwa dari situ aku belajar untuk tidak menyerah, tidak berputus asa. Walaupun jujur saja, rasa itu pernah hadir ataupun singgah, tapi dia tak bertahan lama. Karena pada akhirnya kita bisa memilih untuk tidak terlarut di dalamnya apalagi terus terpuruk selamanya. Atau, kita bisa lebih mengerti kondisi yang ada bahwa memang aku tengah tidak berada pada kondisi puncak kehidupan. Rodanya tengah membawaku berada di bawah. Namun, aku tak hendak berhenti berusaha, karena keyakinan bahwa suatu saat nanti roda ini akan berputar kembali dan aku akan menuju ke kesuksesan.

Kegagalan dan kejatuhan hendaknya tidak membuat kita berhenti berusaha. Karena tanpa usaha, kita hidup tapi kita seolah tanpa arti. Seolah separuh dari diri sudah mati.

Berusaha bangkit dari keterpurukan dan kejatuhan, kemudian berdiri tegar karena percaya dalam iman bahwa Tuhan tak akan biarkan orang-orang yang percaya pada-Nya jatuh untuk selama-lamanya. Kalaupun jatuh, takkan dibiarkan-Nya sampai tergeletak. Dia tahu kapan mengangkat kita kembali dari kejatuhan dan seluruh kegagalan kita. Asal kita percaya pada-Nya.

‘Jatuh’ bagi saya pribadi juga kesempatan untuk refleksi diri, untuk merenungkan adakah langkah yang memang kurang tepat, salah atau keliru. Bukan untuk menyalahkan diriku, hanya untuk tindakan pembelajaran bahwa lain kali di masa depan bila dihadapkan pada kondisi serupa, mudah-mudahan aku bisa lebih bijaksana dalam menyikapinya…

Thank God, I’m OK now… Dengan tambahan kepercayaan yang lebih dan lebih lagi kepada-Nya atas perlindungannya yang tak pernah berhenti menaungi hari-hariku… Atas kasih-Nya bahwa Dia selalu melindungi kita semua. Jatuh pun tak akan sampai tergeletak, karena Dia memegang tanganku, tanganmu, tangan kita semua.

Singapore, 29 September 2009

-fon-

* pengalaman ‘jatuh’ membawaku kembali jatuh! Jatuh cinta pada diri-Nya atas segala perlindungannya yang sempurna, atas segala pertolongan-Nya yang selalu tepat waktu. Grateful to have YOU, God!

sumber gambar: http://farm3.static.flickr.com/2460/3712775996_92b7e19101.jpg

Saturday, September 26, 2009

Carolyn Lim dan Making Pink Lemonade




Meet Carolyn Lim.

Saya hanya kenal dia dari The Straits Times hari ini yang memuat sedikit tentang dirinya. Sedikit namun sangat mempengaruhi saya.

Dia dulunya seorang guru dan saat ini dia berumur 30 tahun. Di tahun 2006, dia terkena sambaran petir ketika sedang berselancar. Kejadian ini membuatnya terluka, tak mampu berbicara, berjalan, ataupun menulis. Tetapi tidak merampas keberaniannya untuk tetap hidup. Juga tidak merampas daya juang sekaligus semangatnya yang tinggi untuk tetap berkarya.

Setelah mengalami koma selama 6 minggu di Changi General Hospital dan menyisakan luka bakar di bahu kanannya, dia bisa kembali ke rumah. Ketika melihat wajahnya, dia sendiri ketakutan, karena menganggap dirinya tak lebih dari sebuah sikat WC (toilet brush). Dia kehilangan kepercayaan dirinya, bahkan menyuruh kekasihnya untuk mencari wanita lain sebagai pacar barunya. Tetapi, semuanya berpihak kepadanya. Ayahnya berhenti bekerja untuk merawatnya. Ayahnya adalah seorang sinshe (traditional medicine practitioner). Dan kekasihnya yang luar biasa malah melamarnya 6 bulan kemudian dalam posisi Carolyn yang masih berada di kursi roda. Amazing love!

Kemajuan yang dicapai Carolyn cukup lumayan, dia mampu berjalan tanpa bantuan kursi roda sekarang. Dan dia mulai mampu berbicara walaupun sangat pelan, tetapi dia sudah bisa bicara lancar. Di umur yang ke-30 ini, dia bahkan mampu menyelesaikan pendidikan S2-nya. Dia memiliki gelar Master dalam bidang pendidikan dari National Institute of Education di bulan Juni lalu, hanya 34 bulan setelah dia mengalami kecelakaan yang naas itu.

Melakukan kilas balik, Carolyn berkata bahwa ia belajar membuat lemonade dari lemon yang dilemparkan hidup kepadanya. She has learnt to ” make lemonade from the lemons that life throws at you.” Dan bagi saya pribadi, ini amat luar biasa!

Buku yang ingin dia terbitkan berjudul Making Pink Lemonade, awalnya juga mengalami kesulitan pendanaan. Tidak ada penerbit yang menginginkannya. Tidak ada penerbit yang menerimanya. Padahal buku itu ditujukan untuk menyemangati orang lain dari apa yang sudah dialaminya. Carolyn merasa amat sedih. Namun, akhirnya dia menemui seseorang dari sekolahnya dulu yang bersedia membuat project pengumpulan dana bagi buku tersebut. Dan inilah hasilnya, buku itu akan segera terbit di bulan November nanti.

Saya ingin sekali melakukan pre-order ataupun membeli buku tersebut. Mudah-mudahan nanti setelah terbit pun, masih bisa dikirim ke saya karena saya tak lama lagi juga akan meninggalkan Singapura untuk pindah ke negara yang baru. Mudah-mudahan ada kesempatan!

What I’ve learned from Carolyn…

Terkadang membaca kisah hidup orang seperti Carolyn, membuat saya malu hati. Malu dalam arti, saya yang diberi kelengkapan fisik dan kesehatan, terkadang lebih mudah patah semangat. Malu, ketika Carolyn dalam kursi rodanya berhasil menelurkan sebuah buku dan menyelesaikan kuliah S2-nya. Malu dalam arti, karena pernah juga dihinggapi pikiran-pikiran yang menyatakan saya tidak mampu, tak mungkin berhasil, tak pantas untuk meraih sukses. Sekaligus termotivasi…

Carolyn memiliki kisah hidup yang inspirasional bagi saya. Karena dalam keterbatasannya, dia tidak menyerah. Malah lebih giat mengejar impiannya.

Lagi-lagi dalam hal ini, tidak ada yang mustahil. Nothing is impossible.

Saya mendokan yang terbaik buat Carolyn dan bukunya : Making Pink Lemonade. Sukses selalu, ya…

Saya tidak kenal dia, dia pun tidak kenal saya… Namun, kisah hidupnya mempengaruhi saya hari ini. Moga-moga kita jadi pribadi yang tangguh, tak lekas patah semangat, tak mudah putus asa. Hidup tidak selalu mudah. Banyak kali hidup menghajar dengan keras dan itu menyakitkan! Namun, bukan berarti kita tak bisa berdiri tegar sekali lagi. Dengan tertatih, dengan langkah setapak demi setapak, kita masih punya kesempatan untuk maju.

Asal tidak berhenti berusaha, asal tetap mau berjuang, suatu saat kesuksesan itu hanya tinggal selangkah lagi. Dan dia dalam jangkauan untuk kita raih.

Jangan berhenti, jangan menyerah, dan hidup akan memberikan ‘reward’ bagi mereka yang tidak putus asa….Never give up!

Singapura, 27 September 2009

-fon-

* dari the Straits Times 26 September. Website buku Carolyn ada di www.makingpinklemonade.com

sumber gambar: http://img4.southernliving.com/i/2007/12/holiday-cocktails/pink-lemonade-cocktail-l.jpg

Friday, September 25, 2009

Perfeksionis-Cerpen


Ida membuka lemari pakaiannya. Banyak sekali baju yang ada di situ, sampai-sampai dia membutuhkan sebuah ruangan tersendiri untuk pakaian, tas, ban pinggang, sepatu, belum lagi koleksi topinya yang membutuhkan perawatan khusus karena ada beberapa yang ada bulu-bulu segala bak ratu dari kerajaan Inggris.

Tetapi, Ida masih saja memandangi itu semua dengan tidak puas. Hari ini dia ada janji penting, kencan pertamanya dengan seorang wakil direktur bank internasional. Wajar saja dalam pikirannya, apabila dia ingin menampilkan yang terbaik, namun memang Ida yang terkenal perfeksionis ini tidak pernah puas. Selaluuu saja merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya.
Terlepas dari tubuhnya yang memang kecil mungil, Ida sangat menarik. Wajahnya yang bulat telur, matanya yang indah, dan hidungnya yang mancung. Belum lagi bibir tipisnya yang menawan.

Wah, dia membuat pria maupun wanita yang melihatnya di mall pasti menoleh dan diiringi pandangan iri dari beberapa kaum hawa yang berpapasan dengannya. Dan itu tanpa disadari membuat Ida menjadi sombong.

Ida, yang kali ini sudah agak diambang rasa frustrasi yang dalam, karena usianya sudah melewati angka 30. Memang angka ini masihlah merupakan angka keramat bagi para wanita, apabila belum menikah di usia ini, sudah merasa khawatir dan was-was.

Jadi, untuk Ida, kencan kali ini dengan seorang pria mapan wakil direktur bank, tentunya tidak akan disia-siakan begitu saja…

Setelah berkutat selama dua jam di depan kaca besar lebih tinggi dari tubuhnya yang kecil mungil itu, akhirnya Ida sudah memutuskan pakaian apa yang harus dipakai.

Karena kali ini kencannya adalah orang hebat (setelah sekian lama dia harus menerima dikenalkan dengan siapa saja, termasuk orang yang menurutnya tidak satu level dengan dia), dia memilih untuk tampil sederhana namun elegan. Bukankah sederhana namun anggun itu yang jadi patokan berpakaian artis-artis Hollywood? Ida memasang patokan selalu tinggi. Maklum dia perfeksionis. Dan itu juga yang membuat orang-orang selalu berkata bahwa dia terlalu pemilih sehingga belum juga mendapatkan calon suami yang sesuai dengan kriterianya.

Tetapi Ida tidak peduli. Mungkin kali ini, sang ksatria itu akan tiba. Ksatria berkuda putih yang siap membawanya keluar dari rumah orang tuanya ini.

Ida pun sudah menurunkan standarnya. Dia bersedia dikenalkan dengan siapa saja. Padahal dulu, beberapa tahun yang lalu, mana mau dia lakukan itu?

Ting Tong…

Terdengar bunyi bel di rumahnya. Papi dan maminya tengah pergi ke suatu pesta perkawinan. Cuma yang ada Mbak Iyem, pembantu rumah ini.

Ida buru-buru merapikan dandanannya (yang sebetulnya sudah tertata rapi sekali), lalu memakai sepatu yang berwarna keemasan dan menggapai sebuah tas tangannya yang berwarna senada. Selalu tas dan sepatunya harus berwarna senada. Kalau tidak, apa kata dunia??

Ketika ia melangkah ke ruang tamu, dilihatnya seorang pria kurus, hitam, sedikit lebih tinggi dari Ida, dan sama sekali tidak ada tampang wakil direktur bank internasional. Apa yang terjadi? Apa Oom Adnan, adik papi itu salah? Apa ini sopirnya William, wakil direktur bank itu? Atau hmmm… atau?? Ini William sendiri???

TIDAK MUNGKIN! (Ida berperang dalam hatinya sendiri dan melakukan monolog dalam hatiny). Karena apa yang dia idam-idamkan, apa yang dia impi-impikan, seorang pria mapan berwajah setampan Ari Wibowo, bermobil mewah, berubah menjadi itik buruk rupa begini??

Oh, tidakkkk!!!

Hampir saja Ida berbalik kembali ke kamarnya, kalau dia tidak menahan dirinya dengan alasan kesopanan. William? Yang bersuara bariton merdu itu ternyata tampangnya di bawah standar?

“ Oh Tuhan, haruskah aku menunggu lagi sang belahan jiwa calon suamiku?? Dia sebetulnya sangat kuharapkan jadi suamiku karena begitu bagus semua yang ada pada dirinya, kecuali… kecuali wajah dan fisiknya, Tuhan. Mengapa Engkau begitu kejam padaku, Tuhan? Mengapa Kau hancurkan impianku, bahkan di saat aku belum menjalaninya?? Apakah memang tidak ada jodoh dari- Mu untukku??” Ida terus mengeluh dalam hatinya. Akhir-akhir ini, ketika dia semakin ingin menikah tetapi sang jodoh tak kunjung tiba, Ida menjalin relasi yang cukup dekat dengan sang Pencipta. Sang Perfeksionis itu mulai kerepotan dengan sikapnya sendiri dan mulai tidak sanggup dengan beban hidup. Kalau memang dia begitu sempurna, mengapa untuk mendapatkan seorang pria sebagai jodohnya saja dia tidak sanggup??

Enam bulan kemudian…

“ Terima kasih, Tuhan untuk William yang Kau hadirkan dalam kehidupanku. Aku semakin percaya Tuhan, kalau William adalah orang yang memang sudah Kau siapkan untukku, bukan seorang yang rupawan, jauh dari impianku kalau secara fisik, ya Tuhan. Namun dari sini aku belajar, bahwa aku harus melihat orang jauh ke dalam hatinya. William tidak rupawan dari sisi fisik, namun dia sangat rupawan dalam hatinya. Dari dia, aku mengenal Engkau lebih dekat lagi, ya Tuhan. Dari dia, aku melihat banyak kebaikan yang tak pernah kusadari sebelumnya. Dalam dirinya, aku melihat begitu banyak ketulusan yang semakin jarang kutemui di dunia sekarang ini. Terima kasih Tuhan.”

Ida berdoa di kamarnya yang indah dan tertata rapi. Maklum, perfeksionisnya belum hilang sepenuhnya. Dia masih ingin segala sesuatunya sempurna.

Dalam keheningan doanya, Ida pun membiarkan Tuhan berbicara kepadanya, Ida ingin mendengarNya. Lalu terdengar bisikan dalam hatinya, Tuhan bertanya kepadanya, “ Apakah ada yang kurang dalam penyelengaraan-Ku?”

Ida menangis terharu dan menjawab, “ Sama sekali TIDAK, Tuhan! Apa yang Kauberikan kepadaku jauh melampui akal pikiranku, lebih dari apa yang aku harapkan. Hanya saja memang sama sekali tak pernah terbayangkan.”

Lalu terdengar lagi bisikan lembut di hatinya, “ Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, namun adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan,”

Ida kembali menghapus air mata yang mengalir di kedua belah pipinya, “ Betul sekali ya Tuhan, bahwa Engkaulah yang pelihara hidupku. Engkaulah yang tahu apa yang terbaik bagiku. Ampuni kesombonganku selama ini, maafkan aku ya, Tuhan. Ampuni aku karena aku selalu ingin segalanya sempurna menurut diriku sendiri. Padahal yang sempurna hanyalah ENGKAU, Allahku.”

Bunyi handphonenya menghentikan sejenak percakapannya dengan Sang Pencipta…

“ Sudah tidur, da?” Terdengar suara bariton di seberang sana. William tentunya!

“ Belum, aku baru saja selesai berdoa dan masih dalam suasana doa, aku bercakap-cakap dengan Tuhan, indah sekali. Terima kasih Wil, kamu sudah mengajariku kedekatan relasi yang lebih lagi dengan Dia,” ujar Ida dengan syukur.

“ Oh, syukurlah kalau begitu. Aku hanya mau ingatkan kamu untuk tidak lupa misa jumat pertama besok, karena aku sendiri ada meeting paginya, aku baru bisa ke gereja sore hari, malamnya baru kita bertemu, ya?”

“ Baik, Wil, ma kasih ya, selamat malam, “ Jawab Ida.

“ Ok, selamat malam, dan tidur yang nyenyak ya…” William pun mengakhiri percakapannya dengan Ida.

Ida masih termenung, antara bersyukur dan bahagia, dan dalam tidurnya pun senyum simpul di bibirnya masih terus terlihat. Dia bahagia…

Delapan belas bulan setelah pertemuan pertamanya dengan William…

Ida memandangi pantulan wajahnya di cermin, dia tersenyum puas. Kerudung putih pakaian pengantinnya begitu indah, seindah pakaian anggun yang ia kenakan. Dan wajahnya pun sangat manis, tanpa adanya kesombongan ataupun kesinisan yang kerap ada di raut wajah perfeksionisnya selama ini.

Ida bahagia. Ia mengucap syukur, “ Terima kasih Tuhan untuk William yang Kau hadirkan dalam hidupku. Terima kasih karena sudah mengajarkanku mengasihi tanpa syarat dalam biduk rumah tangga bersama suamiku, William.”

Hari ini, pesta perkawinan dan sakramen sudah dilaluinya dengan baik. Dan menapaki hari-hari selanjutnya, Ida, sang perfeksionis yang sudah bertobat itu, mau menerima dan mencintai William, seseorang yang sama sekali berbeda dengan angan-angannya, seumur hidupnya.

“ Jelas saja, William sangat berbeda, ya Tuhan. Karena William bukan angan-angan semata. Dia sungguh nyata! Terima kasih , Tuhan untuk hadiah terbesar dalam hidupku. Kesadaran bahwa aku tidak sempurna. Ada orang lain yang begitu baik yang mampu menyempurnakan diriku hari lepas hari. Dan kami takkan mungkin bertahan tanpa kasih yang paling sempurna yang hanya ada dalam diriMu, Tuhan. Terima kasih untuk hari indah ini…” Ida bercakap-cakap kembali dengan Tuhan.

Tuhan sungguh sudah mengubahkan si perfeksionis Ida, yang maunya serba sempurna tanpa bisa ditentang. Tapi Tuhan sudah siapkan semua rencana-Nya untuk Ida. Dan bukan itu saja, Tuhan sudah siapkan rencana-Nya yang terbaik untuk kita semua. Yang bisa kita lakukan hanyalah beriman dan percaya kalau Tuhan sudah siapkan yang terbaik untukku, untukmu, untuk Ida, untuk kita semua. Amen.

Singapore, 18 Februari 2008

-fon-

* tulisan lama, dari arsipku kurang lebih setahun setengah yang lalu. Sedianya untuk Majalah Rohani Evangelion. Sampai lupa, jadi dimuat ato tidak hehe... :)

sumber gambar http://beyondbounds.org/wp-content/uploads/2009/03/perfectionist.jpg

Thursday, September 24, 2009

Terserah

Holland Village di hari Sabtu, 19 September 2009

Singapura diguyur hujan lebat. Setelah sebelumnya mendung menaungi langit di pagi itu dan membiaskan warna kelabu kehitaman di angkasa, akhirnya turun juga sang hujan. Keputusan saya dan suami untuk naik taksi di pagi itu terasa tepat, karena di tengah jalan hujan sudah mulai turun. Rintik-rintik terlebih dahulu lalu bertambah deras. Bahkan amat deras.

Sesudah menyelesaikan beberapa urusan di sana, kami tidak langsung pulang. Melainkan memutuskan untuk makan pagi dulu bersama anak kami. Setelah menikmati french toast with kaya , kopi plus iced-barley, kami bergegas ingin segera pulang. Karena ada perpisahan dari seorang Guard (penjaga) apartemen yang mau pensiun setelah 13 tahun bekerja di apartemen kami.

Di luar Bread Talk Holland Village, kami hendak menyetop taksi. Memang bukan di taxi stand , tapi karena hujan dan Holland Village ini agak open space yang tak terlindungi sehingga sulit bagi kami untuk menuju ke arah taxi stand dalam kondisi hujan lebat begini, akhirnya kami naik dari depan Bread Talk saja.

Di depan sana - antara pintu kaca Bread Talk dan jalanan dekat taksi yang berhenti- ada seseorang yang duduk di situ. Lengkap dengan kursi rodanya dan kotak besar dari kayu di tangannya. Di kotak itu terdiri dari banyak tissue bungkusan kecil. Sebungkusnya juga tidak tebal, paling sekitar 10 lembar. Di Singapura, banyak ditemui orang-orang yang terkadang suka memaksa kita untuk membeli tissue. Kebanyakan dari mereka memiliki ketidaksempurnaan fisik, seperti yang saya jumpai hari ini dengan kursi roda. Entah di foodcourt, entah di dekat stasiun MRT, atau seperti yang saya jumpai pagi itu, di depan sebuah tempat keramaian semacam Holland Village. Yang membuat agak kesal, ketika mereka mendatangi tempat duduk kita, tak mau pergi sampai mendapatkan uang. Biasanya mereka minta 1 SGD (Rp.7000) untuk 3 bungkus tissue. Dan terkadang rasanya agak kurang menyenangkan juga ketika hanya karena 1 dollar, membuat suasana kurang nyaman. Makan atau aktifitas lainnya sedikit terganggu.

Namun tidak dengan orang yang saya jumpai Sabtu lalu. Dia seorang laki-laki, mungkin berusia sekitar 30-an hampir mendekati 40. Atau jika tebakan saya meleset, dia ada di awal umur 40. Dia ketika saya katakan bahwa saya mau membeli tissue dan bertanya berapa harganya. Dia hanya menjawab satu kata, “Terserah.”

(Saya menerjemahkan percakapan kami dalam bahasa Mandarin)

Kata yang tak pernah terduga dalam diri saya, keluar dari mulutnya. Dia berserah dan terkesan pasrah ketika mengatakan hal tersebut. Sekaligus tidak menunjukkan keinginan untuk dikasihani. Saya agak terperanjat karena reaksinya berbeda dengan ‘penjual tissue’ pada umumnya. Dia memiliki sikap berserah di tengah segala keterbatasannya, walaupun hanya duduk di kursi roda.


Terserah Tuhan…

Ketika kita meminta sesuatu, kita mohonkan dengan begitu spesifik. Karena katanya, Tuhan senang melihat impian kita yang begitu spesifik. Namun di balik itu, ketika kita terus meminta kepada-Nya, kita cenderung menjadi orang-orang yang demanding. Orang-orang yang kerap kali menuntut agar Tuhan memenuhi permintaan saya dan Anda. Bak seorang anak kecil yang tak diberi mainan atau permen yang diinginkan, dia lalu berontak. Entah dengan mengguling-gulingkan badannya di lantai, entah dengan menangis, entah dengan terus rewel meminta kepada orang tuanya tanpa henti.

Apakah saya terlanjur seperti itu Tuhan? Kapankah saya pernah berkata, “ Terserah Tuhan, apa yang Tuhan beri, saya berusaha menyukainya?”

Tentunya saya terus berusaha untuk berjuang dalam hidup ini. Berusaha meraih impian dan cita-cita saya, berusaha menjadi terbaik yang saya bisa. Namun, dalam satu titik saya juga harus berkata, “ Terserah Tuhan. Apa pun itu, saya yakin, itu yang terbaik bagiku.”

Sering kali kita terkesan mengatur Tuhan sebagaimana yang kita inginkan. Kita panjatkan doa dan keinginan kita kepada-Nya, lalu meminta-Nya mengabulkan ASAP (as soon as possible). Lebih cepat, lebih baik. Kalau bisa detik itu juga. Tuhan kan Maha Kuasa, mengapa tidak? Kan tiada yang mustahil bagi-Nya. Kalau begitu, ayo dong Tuhan…Kabulkanlah doaku sekarang juga!

Apa yang kita ketahui bahwa Tuhan Maha Kuasa, Tuhan memungkinkan segalanya, terkadang membuat kita menjadikan hal-hal tersebut sebagai senjata untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita menjadi orang-orang yang selalu menuntut Tuhan untuk mengabulkan doa kita, tanpa pernah berkata: “ Terserah Tuhan, karena kuyakin ini yang terbaik bagiku.”

Terserah dalam hal ini bukan berarti tidak melakukan apa pun. Bukan berarti pula meningkatkan kemalasan dalam diri. Terserah yang saya maksudkan adalah menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan setelah semua yang terbaik sudah dilakukan.

Terserah bukan berarti cuek, terserah bukan berarti tidak bertanggung jawab. Justru ketika kita membebaskan Tuhan bekerja dalam diri kita, kita bisa melihat hasil karya-Nya yang luar biasa indah!

25 September, dini hari pukul 02.44 waktu Singapura

Hari ini ketika teringat bahwa Tuhan mengajarkan saya untuk kembali berserah lewat seorang penjual tissue di Holland Village Sabtu lalu, saya hanya bisa melakukan kilas balik atas apa sikap saya terhadap-Nya selama ini.

Ada kalanya saya tidak melakukan apa-apa, lalu berseru, “Terserah Tuhan deh, maunya apa…” Mungkin ini saya lakukan dengan luapan kekesalan. Karena sudah putus asa, sudah frustrasi dengan keadaan yang ada. Jadi saya pernah berseru demikian.

Ada saatnya pula, ketika saya tersenyum bahagia. Saya tahu apa yang saya mau, saya sudah mendapatkan apa yang saya mau, lalu saya ucapkan, “ Terserah Tuhan ke depannya nanti mau bagaimana. “

Contohnya: saya mendapatkan pekerjaan yang saya idam-idamkan, kenaikan gaji dan bonus yang amat bagus, lalu saya bersyukur dan berkata, “ Terima kasih Tuhan, ke depannya mau bagaimana, terserah Tuhan.” Dengan harapan bahwa itu semua akan terus meningkat dan kalau ada masalah di kemudian hari, tinggal complain lagi, “ Gimana sih, Tuhan???”

Namun, hari ini mudah-mudahan saya bisa berkata, “ Terserah Tuhan.” Dan ketika saya mengatakan hal tersebut, biarlah itu betul-betul merupakan ungkapan hati yang terdalam, karena saya sudah lakukan yang saya bisa (I’ve done my best). Sementara sisanya, saya membiarkan Tuhan sebebas-bebasnya untuk mempersiapkan hari depan saya…I’ll let God do the rest.

Terserah Tuhan… Tuhan tahu apa yang terbaik bagi seluruh umat manusia. Termasuk saya. Termasuk Anda juga. Terserah deh, Tuhan. Saya percaya rencana-Mu yang terbaik bagiku. Amin.

Singapore, 25 September 2009

-fon-

Saturday, September 19, 2009

1965 Hari Sesudah Penulisan Dara…

Mulai Selasa lalu, saya melakukan re-post (posting ulang) cerber saya yang berjudul Dara di blog saya: Chapters of Life (http://fjodikin.blogspot.com/), sekaligus di blog Yuk Nulis. Sebetulnya Dara pernah di-edit, diberi ilustrasi dan dicetak sebagai souvenir pernikahan saya di tahun 2006. Itu semua atas pertolongan beberapa teman. Tapi versi yang ada di word saya, adalah versi yang asli, tanpa editing apa pun.

Hari ini adalah 1965 hari ( 5 tahun, 4 bulan, 16 hari) sesudah penulisan Dara seri yang pertama yaitu di tanggal 4 Mei 2004. Ketika membaca ulang Dara setelah sekian tahun tidak menyentuh teks ini, saya melihat juga banyak kekurangan di sana-sini. Memang, Dara dibuat berdasarkan spontanitas kejadian yang terjadi pada diri saya dan sekeliling saya, sebagai wanita yang menikah tidak di usia muda. Melainkan mendekati, pas, atau lebih dari 30 tahun. Dara merupakan catatan gabungan antara apa yang saya lihat dari sekitar saya, teman-teman single terutama kaum perempuannya dan permasalahan yang ada, yang mungkin terjadi, ditambahi bumbu di sana-sini, plus imajinasi. Jadilah Dara.

Ketika menuliskan Dara, saya merasa amat ‘enjoy’. Amat senang. Karena Dara adalah cetusan perasaan banyak teman yang pernah merasakan hal itu, namun tak mengungkapkannya. Atau hanya mengungkapkannya via curhat sesama teman saja.

Mengingat kembali masa-masa saya menuliskan Dara, saya bisa tersenyum, tertawa, mungkin juga meringis jika kembali mengingat bahwa ada teman-teman yang masih terus berjuang menghadapi hal itu dalam kesendirian mereka sampai hari ini. Padahal, menurut saya pribadi, menikah bukanlah satu-satunya ukuran kebahagiaan orang. Orang bisa bahagia dalam hidup lajang mereka. Walaupun tekanan dari luar, sebut saja: keluarga, orang tua, dan teman, amat kuat, namun ketika ditanyakan kepada yang bersangkutan secara jujur, mungkin itu adalah pilihan terbaik bagi dirinya.

Dalam setiap pilihan hidup kita bisa memilih, termasuk pilihan untuk tidak memilih pasangan hidup secara sembarangan sampai menunggu datangnya seseorang yang tepat. Tepat di hati, terasa pas, dan tepat sesuai dengan waktu-Nya.

Walaupun kehidupan sesudahnya adalah perjuangan (karena setelah mendapatkan pasangan yang sepertinya amat tepat sekali pun, tetap menghadapi banyak permasalahan juga), namun biarlah saya menangkap momen itu dan membawanya dalam bentuk cerber ringan kepada teman-teman semua.

Ketika saya membaca ulang, banyak penulisan saya yang kurang tepat. Dalam arti, banyak singkatan seperti utk (untuk), dgn (dengan), masing2 (masing-masing), karena memang waktu itu saya kurang memedulikan hal-hal yang berbau ejaan. Dan memang Dara dikerjakan secara spontan dan cepat, lalu langsung dikirimkan ke mailing list pribadi saya tanpa ada editing ekstra. Belum lagi, banyaknya istilah gaul dan istilah Bahasa Inggris yang saya pergunakan. Dan ada beberapa bahasa lain di dalamnya seperti Bahasa Jepang dan Perancis. Anggaplah itu sebagai eksperimen saya dalam mengembangkan kesukaan saya belajar bahasa asing. Dan tempat meng-eksplorasi kesukaan masa muda dalam istilah yang gaul dan ‘funky’ dalam bentuk tulisan.

Namun, setelah 1965 hari terlewati, di hari ini saya juga tak hendak mengubah apa pun, kecuali perbaikan dari sisi ejaan, karena saya sadar, Dara adalah salah satu proses saya untuk bertumbuh dalam dunia penulisan.

Sampai hari ini, saya masih terus setia menulis dengan cinta. Dengan passion yang sama, tak kurang besarnya dibandingkan saat-saat saya menuliskan Dara.

Dalam perjalanan ini, saya melihat bahwa setidaknya ada perkembangan dalam penulisan terutama dalam pemakaian Bahasa Indonesia secara lebih baik lagi. Saya sadar, saya masih jauh dari sempurna, saya masih harus banyak belajar. Sekaligus saya juga berterima kasih untuk masa-masa awal penulisan saya yang menimbulkan kecintaan yang besar terhadap dunia ini.

Saat ini saya belum betul-betul menerbitkan karya saya. Ada satu buku tengah on the way, dan itu buku rohani keroyokan, namun yang lain memang belum.Saya tidak juga memikirkan tentang buku-buku yang akan bermunculan di kemudian hari… Yang saya pikirkan adalah kemungkinan untuk saya agar selalu bertumbuh. Berkembang ke arah yang lebih baik. Dengan kecintaan dan semangat yang mendalam, selalu ingin berbagi atas apa yang saya tuliskan.

Dara, setelah 1965 hari berlalu, saya berterima kasih untuk kesempatan menuliskanmu dan percaya bahwa di masa depan akan ada Dara-Dara lainnya…Semoga saya tetap bisa bertumbuh dalam apa yang saya sukai, dalam hobby saya. Dan malam ini, saya harapkan hal yang sama bagi Anda. Semoga Anda menemukan hal yang Anda sukai dalam hidup -yang membuat Anda bersemangat :entah hobby atau talenta Anda - dan semoga Anda bisa memupuknya dan bertumbuh di dalamnya.

Singapura, 20 September 2009

-fon-

Dara the Series : Long Distance Relationship

I will fly into your arms and be with you till the end of time

Why are you so far away, you know it's very hard for me

to get myself close to you...

( I will fly - ten 2 five: vocal by Imel)

Dara ikut bersenandung mendengar lagu yang sangat easy listening itu dari CD player di kamarnya. Hari ini hari Sabtu, seharusnya dia pergi bersama teman-temannya, biasalah karaoke or ke mall, tapi hari ini karena kurang enak bodi, Dara stays at home aja. Sambil baca buku yang baru dia beli di bookstore: Don't sweat small stuff for women, dia berbaring santai di tempat tidurnya diiringin CD kegemarannya, lagu-lagu baru tentu saja.

Kata-kata pada lagu itu begitu meresap di kalbunya, dan dia tiba-tiba saja rasa rindu yang kuat hadir dalam hatinya. KANGEN... Only one word, but can describe the whole feeling that she feels right now. Sudah cukup lama Dara memendam rasa ini. Dara sukaaa banget ama this guy, don't know why: but it's just a feeling can't be described easily sihhh...

Dara inget, pertama kali ketemu this guy di suatu acara koor wedding saat Dara bertugas. Kan masih pada inget, Dara emang aktif di koor gerejanya?? That guy menghampiri Dara saat dia selesai menyanyikan lagu : You are the love of my life dengan sangat prima (kata orang-orang sih...). Cowok itu ternyata adik dari mempelai prianya. Dengan sangat simpatik, dia bilang: " Well, you sing very well... " dengan senyumnya yang pepsodent asli and lesung pipinya... Dara hampir gak bisa bernapas, abis tuh cowok ganteng bangettt...( ganteng emang relatif sih, tapi di mata Dara tuh cowok emang OK punya..:))

Untungnya, Dara nggak bengong begitu lama dan bisa menguasai diri walau masih deg-degan sih...

" Thanks ya...", jawab Dara.

" Aku Edmund, adik Evan yang married itu...Kamu namanya siapa?"

" Aku Dara," Jawab Dara sedikit terbata... Chemistry-nya berasa banget booo...mboten strong deh...:)

Edmund:" Boleh minta no HP kamu??"

Dara : Boleh aja sih...0818-xxxxxx

Edmund: Talk to u later ya...

Dara : Ok ...

Setelah ketemu di gereja, Edmund sempet pergi-pergi ama Dara beberapa kali. It was fun banget deh...Edmund pengetahuannya luas: mo musik yang gaul abis, sampe kerohanian yang juga jadi concern-nya Dara, semua ok. Well, Dara sih thank God banget ketemu sama this kinda guy yang cukup langka. Dan umur Edmund ternyata beda tipis ama Dara, dia umur 34 tahun. Sementara Dara 35 tahun kan... Dara udah nggak pusing lagi deh soal umur, beda sampe 3 tahun lebih muda, Dara nggak mempermasalahkan. Wah, ini sih udah OKsss banget dehhh... Dara hepiii sekali utk masa2-masa 3 minggu pergi-pergi bareng Edmund itu. But, tiada pesta yang tak pernah usai. Karena??? Karena Edmund itu kerja di Amrik, tepatnya di San Fransisco. Dipisahkan benua begini gimana ya?? Abis 3 minggu, Edmund balik ke US n Dara manyun aja, karena KANGEN itu tadi... Emails, sms, phone calls, mulanya jadi obat yang cukup mujarab... Tapi sekarang, jarak jugalah yang memisahkan mereka. Keakraban yang tercipta di awal, tambah lama tambah renggang, nyaris tak bersisa ditelan kesibukan masing-masing...

Sedihhh sih, tapi bisa apa lagi?? Malam-malam aku sendiri, tanpa dirimu lagi (Nike Ardilla banget gak sihhh??). Sudah around 2 years, Dara terombang-ambing in such long distance relationship tanpa kejelasan. Karena emang mereka nggak pernah 'jadian', no such words as I like you or anything. Cuma Dara berasa, dia sangat comfortable dengan cowok ini. Never felt this way, even dengan ex-nya dulu, Dara nggak pernah merasakan hal seperti ini... Tapi, realitanya gak bisa nggak harus diterima meski pahit... Akhirnya, Dara malam hari ini juga memutuskan, would like to give up her feelings. Cukup sudah, 2 years is enough... Dara mo cari n fokus ke yang deket aja. Walau perasaan nggak bisa diatur mo jatuh ke siapa, tapi udahhh ahh, Dara capekkk...

Kalo Dara lihat temen-temannya yang long distance relationship, ada yang bisa work out juga sih, tapi yg putus jauh lebih banyak. Mungkin karena gak ketemuan itu lebih sulit...

Dara sih sangat mengerti semua kondisi yang ada, tapi pas menjalani, Dara udah rada hopeless... Rasa suka yang kuat, dihantam sama kenyataan yg 'menyakitkan'...Well, reality bites, sometimes??
Dara juga sudah berdoa kepada Tuhan. Dara emang nggak pernah mau memaksa Tuhan, tapi Dara juga pengen ngasih tau Tuhan kalo dia itu sukkaaa banget sama Mr. E... itu...

Dara selalu berdoa, Tuhan... apa yang Kau mau aku lakukan dengan long distance ini?? Aku udah capek, aku suka sekali sama dia, tapi aku capek Tuhan...Kau mau aku gimana deh, aku ikut... Kalo suruh let go, walau sulit, tapi aku mau ikut rencana-Mu, karena Kau yang lebih tau soal ini, soal hidupku. Tapi kalo emang dia, tolong bukakan jalan buat kami... Kalo bukan, ya...mohon kekuatan saja dalam menjalani hidupku selanjutnya.

Dara rasanya udah melakukan semua yang terbaik untuk Edmund, selalu ada di situ dalam setiap kondisi dia, tersulit baginya sekali pun... Terkadang, Dara menunggu sampai ngantuk-ngantuk hanya untuk mendengar suara Edmund dari Amrik sana. Edmund cerita soal kerjaan, soal pelayanan dia di Amrik, dan soal cewek-cewek yang dia taksir juga. Dara selalu jadi a good listener, berharap someday, Edmund akan bilang: " Thanks for being a good listener all these time, and I want you to be my good listener for the rest of my life, be my girl..."

Impian dan kenyataan, 2 hal yang beda. Kalo Dara di luar tampil biasa, gak ada yang tau kan kalo malam-malam Dara sering banget nangis karena hal ini. Untuk jadi agresif dan ngomong dulu, seperti saran beberapa teman, Dara nggak bisa tuhhh...It's not her style banget deh rasanya. Kalo orang lain mo agresif, silakan aja...but Dara nggak bisa. Berharap Edmund berubah juga nggak mungkin sampe saat ini, kecuali Tuhan berkenan deh...

Gimana ya baiknya?? Bingung...

Akhirnya, malam ini Dara decide mau let go aja si Edmund itu... Let go bener-bener...so, nggak ada lagi malam2 di mana dia menangis sendiri, kangen sama Mr. E...

Dara mau let go and let God be her guide... kontak mungkin ada, tapi Dara dah nggak mau kontak dia dulu sementara Dara menata kembali hatinya yang hancur...Long distance mmmm... very tiring and uncertain. Untuk yang sukses, Dara bilang sih hebat banget! Two thumbs up deh...

Tapi buat yang gagal, Dara juga mengerti, betapa nggak enaknya dipisahkan jarak begini...

Akhirnya, another episode of life begins... with or without Edmund, tokh Tuhan besertaku...Mulai besok, Dara bertekad untuk lebih memperhatikan cowok-cowok di sekitarnya dulu ah... Kadang, kita terlalu berpikir yang jauhhhh saja, ternyata that very special someone ada di sekitar kita, who knows??

Mungkin mataku terlalu tertutup selama ini dengan Edmund melulu Tuhan, hatiku telah terkunci rapat-rapat... Sorry God! Ujar Dara... Mulai hari ini, aku mau membuka diriku... Siapa tau, TUhan memang sudah menyediakan that special one, cuma karena Dara masih belum mau move on saja, makanya gak ketemu-ketemu...

Leganya!! Dara cia you ( baca: bersemangatlah!!versi F4 banget nihh hehe)! Tetap semangat dalam hidup dan berlomba sampe garis akhir dan menyelesaikan pertandingan kehidupan dengan baik demi kemuliaan TUHAN...Karena semuanya ini hanyalah sepenggal kisah kehidupan dalam buku kehidupan Dara dan Tuhan tengah menuliskan cerita hidupnya...

Life goes on and on and on...

Jakarta, 11 Mei 04

-fon-