Wednesday, April 22, 2015

Oscar Chu-The Maestro (Taken From Asia's Got Talent)

Oscar Chu-The Maestro



Ada rasa takjub dan kagum, ketika melihat penampilan para semifinalis Asia's Got Talent.
Satu yang menarik perhatian saya di Kamis lalu adalah penampilan Oscar Chu, remaja asal Taiwan berusia 18 tahun yang memainkan 6-8 harmonika.
Jika dilihat dari penampilannya, juga menurut para juri, Oscar terlihat pemalu.
Namun, ketika dirinya memainkan harmonika, langsung berubah luar biasa seolah seorang Maestro (meminjam istilah seorang juri, Melanie C).

David Foster, salah seorang juri juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Oscar sungguh luar biasa.
Karena dia memakai 'a $10 instrument' dan menjadikannya sebagai suatu pertunjukan spektakuler karena dia memainkan Mozart pada penampilan semifinalnya.

Don't judge a book by its cover.
Sering kita menilai seseorang rendah hanya karena penampilannya.
Penampilan Oscar kurang meyakinkan, namun nyatanya kemampuannya jauh melebihi apa yang manusia pandang lewat mata kita.

Talent is important, but talent isn't everything.
Practice will bring it to perfection.
5 hours of hardwork everyday, practicing his harmonicas, eventually brought him to be the semifinalist of Asia's Got Talent.
I admire him. 
Oscar Chu, you're awesome!
Hope you can be in the grand final...


Itu yang saya tulis pada 'wall Facebook' saya.
Talenta itu memang penting, namun bukanlah segalanya.
Oscar Chu berlatih keras-5 jam per hari- sampai mencapai kemahiran semacam itu.
Bukan hanya ongkang-ongkang kaki dengan talenta yang ada, namun bekerja keras untuk mencapai impiannya.
There's no such thing as free lunch.
Selalu ada harga yang harus dibayar.
Untuk sukses, ada kerja keras yang mungkin orang lain tak pernah tahu (baca: bayangkan) sebelumnya.

Oscar Chu mengajarkan saya beberapa hal berharga di atas.
Semoga kita mengurangi penghakiman berdasarkan penampilan fisik seseorang.
Juga, senantiasa mengembangkan talenta yang Tuhan titipkan kepada kita dengan giat berlatih dan terus memberikan yang terbaik.
Semua hanya bagi kemuliaan nama-Nya.

22.04.2015
fon@sg
* masih menantikan semifinalis lainnya besok dan minggu depan, lalu Grand Final pada minggu berikutnya. Selalu suka dengan ajang 'got talent' semacam ini, yang sungguh menginspirasi diri saya pribadi. Berharap juga semoga Oscar bisa masuk ke Grand Final. Semoga:)



Friday, April 3, 2015

Urap (Selamanya Tetap di Hati)



Singapura, 16 Maret 2015

Di Kantin KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Singapura, terdapat macam-macam makanan Indonesia yang membuat kangen.
Siang hari itu, kami bermaksud memperpanjang paspor, sekaligus makan siang di kantinnya tentu saja.
Setelah memesan gado-gado untuk dimakan di sana, mata saya masih terpaku pada sayuran urap yang cukup menggoda...
Akhirnya saya memutuskan untuk membungkusnya dan membawanya pulang...
Sudah lama saya tidak makan urap, karena kelapa parut segar tidak terlalu mudah didapat di pasar sekitar tempat tinggal kami. Walaupun beberapa tempat di Singapura menjual kelapa parut juga, karena banyak kue-kue basah yang membutuhkan parutan kelapa yang legit itu...

Pikiran pun melayang saat saya berada di kota kelahiran di Palembang.
Bik Umi, asisten rumah tangga keluarga kami yang setia itu, sering memasakkannya buat kami...
Saya pertama kali berkenalan dengan urap, lewat tangan Bik Umi yang masakannya cukup handal juga terutama makanan khas Indonesia...
Bik Umi setia luar biasa kepada keluarga kami...
Setia kepada Mama saya terutama, yang dia sayangi bak keluarga sendiri...
Kami pun demikian, karena total Bik Umi bekerja di rumah kami adalah sepanjang 30 tahun...
Sampai beliau berpulang untuk selamanya di bulan Agustus tahun 2012 yang lalu karena sakit jantung...

Entah mengapa rasa sentimental cukup memenuhi hati saya hari ini...
Saya teringat kembali sebuah rasa khas makanan yang diolah dari tangan seorang yang sudah kami anggap keluarga sendiri...
Urap membawa kenangan...
Juga sensasi rasa kangen yang meluap...
Akan sebuah keluarga yang Tuhan berikan kepada saya...
Akan Bik Umi yang Tuhan perkenankan masuk dalam lingkaran keluarga kami...
Juga mengingatkan saya akan arti kesetiaan...
Urap hari ini mengajarkan saya juga, betapa kita sering menganggap sesuatu adalah hal yang remeh.
Take something as a granted...
Setelah tak lagi memiliki kesempatan mengecapnyanya, barulah manusia menghargainya lebih lagi.
Tak jarang menyesali bahwa dulunya kurang apresiatif terhadap apa yang ada...

Sepiring urap terhidang di depan mataku...
Suapan demi suapan, ia masuk ke mulutku...
Tanpa terasa, air mata menetes perlahan...
Rasa kangen terobati sudah...
Pada urap ada kesetiaan, keikhlasan berkorban dari Bik Umi...
Sebuah pelajaran berharga yang sulit didapat dalam hidup...
Namun, kubersyukur pernah menjadi saksi atasnya...
Bik Umi, semoga kau tenang di sana!
Tuhan terimalah Bik Umi, juga papaku yang sudah berpulang ke pangkuan-Mu dua puluh tiga tahun yang lalu...
Terima kasih, sudah memperkenankan mereka masuk dan menjadi bagian hidupku...
Selamanya tetap di hatiku.

03.04.2015
fon@sg