Friday, July 24, 2009

Trip to the Inner Me Part 2

Day two: Ekspektasi

Ketika kusadari bahwa dalam diriku ada dua kekuatan yang tengah bertarung satu sama lain, yang mana suara lembut itu terus mempersuasiku untuk mengampuni sementara ego-ku berkata: “ Mengampuni itu berarti tidak konsisten dengan kebiasaanku, karena koq bisa berubah dari benci menjadi mau berusaha menerima,” kepalaku tambah pusing.

Dan dengan mata yang kubuka sebentar, aku kembali menganalisa, apa sebetulnya yang terjadi. Banyak kali, konflik dengan orang lain itu ternyata bermula dari ekspektasi. Expectation. Banyak kali, aku berharap besar kepada orang lain, terhadap hidup, dan terhadap diriku sendiri. Dan ketika kenyataan berkata lain, itu yang menyebabkanku kecewa dan sulit menerima. Dan akhirnya memasuki relung kebencian dan tiada maaf bagi mereka atau bagi diriku sendiri. Masih dengan mata terbuka, aku hanya berpikir. Kalau ternyata, apa yang terbaik yang aku lakukan bagi orang lain, tidak memenuhi ekspektasinya, lalu membuatnya kecewa karena berpikir aku tidak cukup keras berusaha, kemudian menempatkan kebencian di hatinya terhadap diriku… Bagaimana perasaanku sendiri? Bagaimana kalau aku bertukar posisi dengan mereka yang kubenci? Bagaimana kalau aku adalah bagian dari kebencian dalam sekat kamar terkunci di hati mereka? Tidak enak juga, pikirku… Aku ingin segala sesuatunya baik adanya. Saling damai, saling mengasihi, tapi kalau aku sendiri tak mau (atau tak mampu?) membuka pintu hatiku, apa aku bisa menerima kalau orang lain melakukannya kepadaku???

Ketidakmampuanku mengampuni sebetulnya tidak sekeras ketidak-mauan ku untuk mengampuni. Padahal banyak kali, aku juga melakukan kesalahan, baik kecil ataupun besar. Baik disengaja maupun tidak, terhadap pihak lainnya. I’m not sinless… I’m not clean from sins. Siapa sih gue? Emangnya dewa?

Lalu kupejamkan mata sekali lagi. Kumasuki relung hatiku sekali lagi. Kukatakan kepadanya:

“ Mari, kita buka pintu maaf kita. Mari kita berdamai dengan orang yang menyakiti hati kita.”

Fonny kecil merengut dan cemberut, tetapi dia berkata,

“ Baiklah, aku mau mencoba mengampuni. Lagian, tidak ada gunanya berlama-lama membenci, karena sebetulnya, aku capekkkkk….”

Capek atau lelah, sudah jadi makanan sehari-hari bagi diriku. Mungkin itu juga yang terjadi pada dirimu? Tetapi kusadari juga, bahwa keletihan jiwa lebih berperan terhadap keletihan fisik. Maksudku begini, dalam keletihan fisik, namun hati yang gembira, itu masih dapat ditanggung… Namun, dalam keletihan hati…capek ati… fisik pun cenderung cepat letih. Karena stress, depresi, frustrasi, orang cenderung mudah sakit, mudah capek fisik, dan tidak bahagia.

Fonny kecil menyetujui tindakanku. Tindakan yang mendengarkan suara lembut itu. Suara hatiku yang kuyakini berasal dari kebaikan-Nya.
Dan pelan-pelan, perjalanan menuju ke dasar diriku menjadi menyenangkan dan menentramkan. Setelah sebelumnya yang ada hanyalah kekacauan, kekusut-masaian, kesedihan dan kemarahan semata. Kini, bisa kulihat lagi senyuman, kedamaian, dan kelegaan. Karena aku memilih mengampuni. Terkadang memang sulit melupakan. Orang melankolis bisa mengingat segala kesakitan yang diterimanya dengan sempurna, lengkap dengan titik komanya. Namun, ketika kusadari lagi, apa perlu sih, aku mengumbar sakit hatiku melulu. Iya, aku sakit hati, aku kecewa, aku marah. Tetapi, apa aku tidak pernah membuat orang lain marah, sakit hati, kecewa? Sama saja, kan?

Ketika kukatakan, aku mau mengampuni. Tiba-tiba saja, kunci yang kucari-cari, diulurkan oleh seorang peri bersayap putih ke tanganku. Wajahnya segar dan ceria. Seperti yang kulihat di buku-buku tentang fairies, bidadari, ataupun peri. Koq bisa dia punya kunciku? Entahlah, yang pasti, aku hanya menerimanya dengan tangan terbuka. Seterbuka hatiku yang mau menerima semuanya ini sebagai bagian dari kehidupan dan proses pembelajaran.
Memang, tidak selalu, tidak selamanya hidup itu berjalan seperti kehendakku. Banyak kali, hidup belok kanan, belok kiri, bahkan melakukan putar balik, tanpa sepengetahuanku.
Namun, perjalanan ini membuatku sadar, bahwa terus dan terus… hidup tetap proses pembelajaran.

Day three: another day in paradise.
Where are you now, my friends? Jakarta, Surabaya, Medan? Singapore, Hongkong, Australia, USA? India, Myanmar, Thailand, Vietnam? Di kampung atau di kota?
The trip inside my heart was telling me that… biar pun kita berada di kota tercanggih dengan segala fasilitas terlengkap, kita tetap bisa merasa hidup dalam neraka. Dan sebaliknya, biarpun kita tinggal di semacam kampung di Belitung bak film Laskar Pelangi, kita bisa merasakan surga di sana.
Semua ada di hati. Semua tergantung di hati. Tetapi jangan melulu tergantung perasaan. Capek… Ciri orang yang lebih dewasa adalah mereka yang tidak tergantung, tidak dikontrol oleh perasaan. Namun, memang perasaan tidak boleh dicuekkan…

Kubuka mataku. Kulihat sekelilingku. Di kota mana pun kau berada, teman… Kuharap hari ini adalah surga bagimu. Surga karena kau memilih melakukan kebaikan dan menolak kejahatan. Surga karena kau tersenyum di bibir sekaligus tersenyum dalam hati, karena kau sudah mengampuni. Surga, karena kau berdamai dengan sang Pencipta, sehingga apa pun rencana-Nya, kau tidak marah apalagi memaki-Nya. Surga, karena kau serahkan semua ekspektasi dan kerinduanmu yang terdalam kepada-Nya. Surga karena ada suara Tuhan yang merajai hatimu dan bukan ke-egoisanmu.

Heaven or hell, it’s our choice. And hopefully, today, you’ll experience another day in paradise.
Akan banyak pintu-pintu berkarat yang perlu kau buka. Berkarat karena terlalu lama kau pendam. Ketidakpuasan, kekecewaan, kekuatiran, ketakutan, kesombongan, ke-minder-an, kecemburuan/iri dengki, kemalasan, dan semua pintu kenegatifan yang perlu untuk dibuka, diakui, dan kemudian dibawa menuju kedewasaan cara berpikir dan bertindak.

I’m not perfect. But, I just want to be a better person each day. Dan perjalanan ke dalam diri, the trip to the inner me, is taking me there. One step higher, each and every day.

This journey ends today. Diliputi rasa damai. Pulang dari perjalanan singkat menemukan diriku sendiri. Mengenali diriku lagi.

Entah besok, lusa, seminggu atau tiga bulan lagi, aku akan kembali dengan perjalanan baru buat membuka sekat-sekat terkunci yang mungkin tak mau kuakui sebelumnya, hanya untuk lebih berani menghadapi hidup dengan segala fenomenanya. Another trip to the inner me? Yes, of course! Why not???

*** the end

Singapore, July 24, 2009
-fon-

Wednesday, July 22, 2009

Trip to Inner Me (part 1)

It’s time for holiday! Let’s make a trip…

Kulihat iklan-iklan liburan ada di mana-mana. Mulai dari koran, majalah, televisi, sampai internet semua ada. Memang, manusia perlu liburan dan liburan itu menyenangkan. Sisi lain, liburan juga menawarkan banyak pilihan paket. Mulai dari paket termewah seharga ratusan juta, sampai paket termurah dengan budget airlines, semua ada. Tergantung kantong, tergantung berapa banyak yang mau dikeluarkan untuk trip tersebut. Liburan, buat sebagian besar orang tetap diperlukan, karena tidak mungkin sepanjang hidup kerja dan kerja terus. Orang perlu hiburan, perlu refreshing, untuk kemudian kembali lagi dengan kesegaran baru karena baterai-nya telah di-charge semasa liburan.
Teringat beberapa liburan sederhana yang aku lewati, hanya ke Bandung atau Cirebon, naik kereta ketika kuliah di Jakarta dulu. Entah mengunjungi seorang teman, ataupun mengunjungi kakakku di Bandung. Juga ada liburan-liburan semacam retret, ataupun pernah juga aku melakukan semacam spiritual journey ketika masih Buddhist dulu, untuk merayakan Waisak di Yogyakarta di Candi Borobudur. I love those journeys.
Liburan, the trip, tidak harus mahal memang. Yang terpenting terkadang, ketenangan hati, kegembiraan dan kesukacitaan yang didapatkan sesudahnya.
Dan setelah itu, seolah kita siap untuk menghadapi hidup dan permasalahannya dengan kesegaran baru.

Inner Me…

Di tengah rasa suntuk, kebosanan akan rutinitas, aku merasa perlu untuk melakukan perjalanan ke dalam diri. Banyak orang melakukannya dengan memberikan diri sendiri ‘me’ time. Waktu yang dinikmati bagi diri sendiri, untuk kemudian merasa lebih baik, dan mendapatkan kekuatan baru untuk menghadapi suami/isteri, anak, pekerjaan, teman-teman kantor, boss, bahkan tukang parkir sekali pun, dengan kesegaran dan semangat baru. Dengan lebih bahagia dan terpenuhi ‘ me’ time-nya, orang akan cenderung lebih toleran, karena sang aku telah dipenuhi kebutuhannya, kesukaannya…

Ada satu bagian dalam diri yang merupakan ‘si kecil-nya ‘ kita. Jadi, kita punya Shinta kecil, David kecil, Heru kecil, ataupun Dinda kecil inside of us. Si kecil ini membutuhkan perhatian juga, karena terkadang kita tidak memberikan waktu yang cukup bagi si kecil ini karena kesibukan kerja dan mengurus keluarga, sehingga banyak kali si kecil menjadi tidak puas, karena si kecil tidak sempat diladeni, itu terkadang bisa berakibat buruk juga, karena terlalu banyak dikekang. Maka penting juga, si kecil mendapatkan apa yang dia mau. Tidak setiap kali, namun sesekali waktu. Jadi, jangan heran ketika si kecil ingin menagih es krim, main game, cream bath, ataupun pijat, biarlah sesekali diberikan, sehingga diri ini menjadi segar dan semangat. Dengan juga tidak memanjakan si kecil keterlaluan dengan menuruti semua yang dia mau, kita memberikan keseimbangan bahwa the inner me, si kecil itu tadi, memperoleh kecukupan dan pemenuhan apa yang dia butuhkan.

Trip to inner me…

Ada kalanya Fonny Kecil (FK) merasa senang, gembira, terharu. Dan ada juga kalanya FK merasa sedih, kecewa, terluka. Yes, I’m talking about the honesty to admit my feelings…
Berdialog dengan FK membawa aku kepada kejujuran akan pengakuan perasaan-perasaanku.
Aku sadar, terkadang kesibukan membawaku kepada tindakan tidak memedulikan FK. Tidak memedulikan my inner self, jadi kuputuskan untuk melakukan perjalanan ke dalam diriku. Melewati ruang dan waktu, bukan pergi ke mancanegara, bukan juga ke kampung halaman, namun di sini, di saat ini, dengan posisi duduk dan mata terpejam, kutanyakan kepada hatiku apa yang terjadi, apa yang dirasakan terhadap satu kejadian penting hari ini.

Day one: Sekat kamar terkunci dalam hatiku

Kumasuki ruang yang terdalam dari sekat-sekat hatiku. Ada banyak kamar di sana. Kamar-kamar di mana terkunci rapat, dan kuncinya entah ada di mana. Terkadang, aku sendiri yang tak mau melepaskannya. Aku membuang kuncinya. Sehingga tak ada ruang bagiku untuk memaafkan, untuk mengampuni orang yang menyakiti hatiku, hanya karena aku terlalu gengsi, atau terlalu marah, atau terlalu kecewa. Sehingga aku tak mau tahu, aku takkan mengampuninya. Ini bukan salahku, aku adalah korban. Dari ketidakjujuran, dari kebohongan, dari tindakan yang munafik dan memuakkan, dari adu domba, dari fitnah, dan kukunci pintu hatiku untuk kemudian kubuang kuncinya dalam-dalam masuk dalam samudra terdalam diriku. Yang entah harus dicari dengan cara apa, aku tak tahu, aku pun tak mau tahu. Biarlah kesakitan itu kusimpan rapat-rapat. Tetapi ternyata dia menggangguku. Membuatku insomnia berhari-hari, bertahun-tahun lamanya. Hanya karena aku memendam benci. Tidak sepantasnya aku diperlakukan begini. Ini bukan salahku. Why me? Why, God? Kenapa Tuhan tega? Bukankah aku selalu berusaha berbuat baik? Bukankah aku selalu menempatkan kepentingan mereka di atasku? Tetapi kenapa lagi-lagi aku yang disalahkan? Kenapa apa yang terbaik yang aku lakukan bagi mereka hanya dipandang sebelah mata? Memang mungkin yang terbaik dariku, belum cukup bagi mereka. I did my best, but I guess my best wasn’t good enough for them. Tapi, mereka adalah orang-orang yang tak pernah puas, yang selalu merongrong aku, merongrong kedamaianku, dan hanya ingin mempersulit diriku. Jadi, buat apa aku mengampuni mereka? Biarlah kunci itu tenggelam dalam samudera kemarahan di hatiku. Kunci yang tak pernah ingin kucari kembali, biarlah duka ini, dendam ini, kemarahan ini, kusimpan sampai mati. Sadis? Iya.. Anggaplah diriku begitu. Apa ada gunanya aku berbaik hati kalau balasannya seperti itu? Air susu dibalas air tuba!

Ah, aku sadar. Aku marah besar. Aku kecewa berat. Dengan banyak hal. Aku seseorang yang perfeksionis, yang ingin segalanya sempurna, harus berhadapan dengan kenyataan bahwa aku sendiri tidak sempurna, terlebih lagi dunia ini tidak sempurna. Dan tiada cara lain kecuali berdamai dengan hatiku, berdamai dengan diriku.

Dengan malas, kucoba menggapai kunci itu, tidak ada… Iya, tidak ada, karena usahaku asal-asalan dan malas-malasan. Sejujurnya, aku masih OGAH. OGAH banget… Ogah berat untuk mengampuni orang-orang yang tak tahu diri itu… Namun, ketika suara itu mendesakku dengan lembut, dan berkata: kalau kamu tidak mengampuni mereka, kamu sendiri tidak akan diampuni akan dosamu. Begitu pula, pengampunan yang terparah yang harus kulakukan adalah mengampuni diriku sendiri. Perfeksionis berharap banyak kepada dirinya, dan sering kali, bila mengalami suatu kesalahan yang sengaja maupun tidak, dia akan menghukum dirinya dengan keras. Capek? Betul… Tapi si perfeksionis memang memilih jalan itu, untuk merasa sedikit lebih baik, karena dia bertanggung jawab atas apa yang tidak beres yang terjadi dalam hidupnya.

Kuncinya masih kucoba untuk meraihnya. Sulit *sigh*…
Sambil diriku terus mendengar bisikan: “ Kalau kau mau membuka pintu hatimu untuk mengampuni orang lain, mengampuni dirimu sendiri, kau akan merasakan banyak perubahan dalam dirimu, dan akan merasakan kedamaian…”

Stop… Stop! Aku jadi bingung… Antara mempertahankan ego-ku buat konsistensi diriku yang selalu kubanggakan.. Sekali benci, tetap benci donkk… Yang KONSISTEN… Masa’ hari ini benci, besok udah OK lagi? Mana mungkinnn?? Atau? Haruskah aku menyerah kepada suara lembut yang terus membisiki aku sepanjang perjalanan hari pertama ini. Apa yang harus kulakukan?

To be continued…

Singapore, 23 July 2009
-fon-

Thursday, July 16, 2009

God Is There

When you think that
no one can understand your feelings,
God is there
And He understands you
More than you understand yourself

When you think that life is painful
And even your loved ones could hurt you
So badly…
God is there
He will be there for you
And He will lift you up
As long as you put your trust in Him

When you think that your beautiful dreams
Have become scattered and ran out of place
He is there
To mend your dreams
To collect all of the puzzles and
Make them brand new
And He could bring you to higher dreams
Higher or even much more higher
Than you could’ve ever imagined

When you feel so alone
So lonely in this world
Even though there are a lot of people surround you
God is there
And He will fill the emptiness inside you
He’ll fill with love and care
Like no other…
No other people can do it

When you feel that you’re running out of energy
To walk
To talk
To smile
To trust other people
To cry for help
He is there
God is there to give you new strength in each new day

When you feel so distracted
So stressful
So depressed
So anxious and worried
About your past
About your present
Or even about your future…
Actually, He was there
He is here
He’ll be there with you
Until forever

For whatever you think
God is there
For whatever you feel
God is there
His faithfulness is amazing.
People may come and go in our life
Problems and happiness will also take turn to fill our life
But God is there
For every season of our life.


Singapore, 16 July 2009
-fon-

Tuesday, July 14, 2009

Ferry Kehidupan

http://www.ibiblio.org/hyperwar/NHC/CRS/propulsion.htm

Dalam ferry kehidupan
Kita berlaku sebagai nahkoda ferry kita masing-masing

Ada nahkoda penakut
Yang selalu memikirkan secara pesimistis
Segala segi kehidupan
Menghadapi perubahan? TAKUT
Menghadapi masalah? TAKUT
Segala sesuatu dipandang dari perspektif ketakutan

Lain halnya
Ketika nahkoda optimis yang mengendalikan ferry kehidupannya
Dia mengemudikan ferry-nya dengan penuh percaya diri
Terkadang sampai berlebihan
Dia over confidence
Dia pikir, dia pasti bisa lakukan semua
Dengan kekuatannya
Masalah? AKU bisa hadapi
Kesedihan? AKU bisa atasi
Impian? Pasti akan KUraih
Semuanya bersumberkan kepada kekuatannya sendiri
Namun, sampai suatu ketika…
Dia harus menghadapi kematian orang yang dicintainya
Dia tak lagi percaya diri
Nahkoda optimis mulai berubah
Makin pesimis dan dilanda ketakutan

Tidak ada salahnya bila berlaku optimis
Namun, bila itu jadi super percaya diri
Dan merasakan semua bisa diraih
Dengan kekuatan sendiri
Itu jadi kesombongan

Jadi, bagaimana seharusnya kita melangkah?
Haruskah jadi nahkoda pesimis?
Atau nahkoda optimis dalam hidup ini?
Dua-duanya mengandung unsur ketakutan dan kesombongan
Kesombongan yang suatu saat luntur juga oleh permasalahan
Sementara hidup yang dilanda ketakutan
Membuat segala sesuatu tidak enak
Tidak nyaman
Mau begini, begitu… Takut..
Mau gerak sedikit, mikir terlalu banyak, takut juga…
Bukan pula berarti harus jadi pasukan berani mati
Yang tak kenal rasa takut…

Namun…itu akan jadi berbeda
Ketika kita memasukkan sosok yang Maha Kuasa
Yang mengendalikan seluruh ferry kehidupan manusia
Di dalam ferry kehidupan kita
Rasa takut? Perlahan-lahan surut oleh kekuatan cinta-Nya
Yang selalu menemani di tiap kali perasaan itu datang dan mengganggu
Serta memberikan ketentraman…

Rasa sombong? Juga diam-diam pergi…
Tergantikan dengan rasa syukur dan kepasrahan.
Menjadi manusia yang tahu diri…
Bahwa dia bisa lakukan segalanya asal dalam kehendak kuasaNya
Bukan karena kekuatan diri kita ini, karena takkan sanggup untuk selamanya…
Namun karena kekuatan Ilahi…

Nahkoda pesimis dan nahkoda optimis bersepakat
Memadukan segala yang mereka alami dan rasakan
Untuk kemudian menyerahkannya kepada
NAHKODA SEJATI
Yang takkan pernah goyah
Walaupun apa yang terjadi dengan ferry kehidupan manusia.

Singapore, 14 Juli 2009
-fon-
* sebagian besar ditulis di atas ferry Batam-Singapore tanggal 13 Juli kemarin. Ferry di laut membawaku pada permenungan bahwa kita berada dalam ferry kehidupan dengan Nahkoda sejati yaitu Tuhan sendiri.

Friday, July 10, 2009

In the Traffic Light of Life




Passing a traffic light today…
It’s not an unusual thing…
Very natural.. Very normal…
Maybe you’ve passed the traffic lights thousands of times in your life
So, it’s not a really special experience
And easily forgotten.

But today, the traffic light has taught me something
It’s just a reflection inside of my mind…
Very simple but yet I wanted to share it with you…

Traffic light has got 3 colors…
Red…
When you need to stop…
There are times in life when you have to stop doing something
Maybe because it’s too dangerous
Maybe it’s just so tempting but at the same time
So sinful
So, you need to stop
You need to say NO.
There are a lot of things that need a firm and strong faith
By refusing it.

Yellow…
When you need to be cautious…
Again, there are moments in life that you need to put some extra care
That you need to put more caution into it
Because it might have a different impact in your life
So, when you face the problem, you need to be cautious
Slow down and think
What to do in the next step…

Green…
There are moments that you need to strive and run for it
Walk with a very high spirit
To reach your dreams…
To reach your expectations…
To strive for your goals in this life…
To be what you want to be…
Only sky is the limit…
And when you see the green light
You just know that you need to run
Run for your goal
Search for something better…

Facing the traffic light of your life…
Whether it’s red, yellow, or green…
Hopefully you can choose the right attitude towards life
In facing :
Each problem…
Each trouble…
Each trial…
Each opportunity…
Each dream…
Each goal…
Each struggle…
With all your heart focused on faith
And believe…
Even though in which stage of the traffic light of your life
You are not alone…
He is there for you
And will never leave you

Red, yellow, or green?
It doesn’t really matter
As long as you’ve got faith in Him.

Singapore, July 11, 2009
-fon-
* inspired buy a normal and not-so-special traffic light, only to find that there are some deep meanings too…

Wednesday, July 8, 2009

Apalah Arti Sebuah Nama?

Tidak di Indonesia, tidak di dunia
Semua saluran TV punya acara
Untuk para newbie
Untuk para pemula
Yang dari bukan siapa-siapa
Ingin jadi terkenal
Mereka ingin punya nama
Dalam kancah lokal….
Dalam negeri…
Atau syukur-syukur bisa
Go international
Mulai dari American Idol sampai
Britain’s Got Talent
Sampai AFI atau pun Indonesian Idol
Belum lagi audisi pelawak
Audisi band
Audisi penyanyi cilik
Audisi foto model
Audisi ratu-ratu kecantikan
Seperti Miss World, Miss Universe,
Ataupun Puteri Indonesia

Banyak orang punya mimpi
From nobody to somebody
From zero to hero
Dan tak heran pula
Bagi mereka yang sukses
Banyak yang berganti profesi
Yang dulunya bar tender atau pengamen
Jadi idola nusantara dan dunia
Yang dulunya hanya mahasiswa
Jadi foto model ternama
Dalam sekejap, seperti menjentikkan jari
Semua berubah dalam sehari

Sang nama dari yang dikejar setengah mati
Mulai dihindari saat berhasil menempatkan dirinya
Dalam posisi orang ternama
Tak kurang penyesalan jadi orang terkenal
Selebritis mengeluhkan kurang privacy
Tidak ada lagi waktu pribadi
Yang ada hanyalah paparazzi
Yang ingin dilakukan hanya lari
Menghindari bahkan sembunyi
Karena diintai tiap hari
Nama terkenal bukanlah hal yang menyenangkan lagi
Sang nama besar itu terlanjur jadi beban
Dan penyesalan karena hanya ingin punya waktu sendiri

Di tanggal tujuh Juli…
Michael Jackson dimakamkan
King of pop yang jenius
Dengan cerita sedihnya tentang kehidupan
Dalam ketenaran, dia kesepian dan sendirian
Terakhir kabarnya dia terlilit hutang
Sungguh kasihan
Kalau nama yang jadi taruhannya
Setelah mendapatkannya membuat ketidak-utuhan pribadi
Masih maukah terus dicari?

Emma Watson…
Pemeran Hermione dalam film Harry Potter
Menginginkan anonymity
Saat dia masuk kuliah nanti
Dia mau sesedikit mungkin orang yang tahu
Pilihan universitasnya ataupun
Nama apa yang akan dipakainya saat kuliah nanti
Katanya:
“I just want to keep it private for as long as I can.
I probably sound like a paranoid nut, but I’m doing this because I want to be normal.
I really want anonymity”

Oh, N-A-M-A…
Bagi yang tak punya, kau digilai setengah mati
Bagi yang punya, terkadang kau sangat dihindari
Jadi, apakah arti sebuah nama bagi kita?
Pilihannya ada di tanganmu
Mudah-mudahan kita bisa bersikap bijaksana
Dan ketika nama itu datang dan pergi
Kita tidak sakit hati
Karena semuanya itu
Punya konsekuensi sendiri…

Singapore, 8 Juli 2009
-fon-

Monday, July 6, 2009

Hidup Dalam Semangkuk Es Krim

source of picture: http://www.myspace.com/ccblackcatgrinz

Es krim
Warna-warni
Aneka warna, aneka rasa
Coklat, strawberry, atau vanilla
Rum raisins, cookies n cream, sampai milk tea
Semua ada

Hidup tak ubahnya semangkuk es krim
Banyak cerita,
banyak 'warna' dan 'rasa'

Ketika diletakkan dalam satu mangkuk
Semua warna
Semua rasa
Bercampur menjadi satu
Tapi mungkin
Ada rasa yang tak ditawarkan es krim ada dalam hidup ini
Yaitu rasa pahit
Karena es krim hanya ada rasa manis dan enak
Namun hidup tidak

Sesekali ada rasa pahit untuk kita
Agar kita mampu menghargai
Manisnya hidup
Kayanya rasa enak
Yang tercipta di dalamnya

Hanya karena mengalami
Serta belajar dari kesukaran dan kepahitan
Untuk selanjutnya bersiap menantikan
Manisnya hidup
Warna cerahnya hidup
Yang tampak menggiurkan
laksana dalam semangkuk es krim

Singapore, 6 july 09
-fon-
*tercipta ketika makan es krim siang ini bersama audrey:)

Friday, July 3, 2009

Enggak Mood

Jari-jemari di tuts keyboard
Hendak menuliskan sesuatu
Yang menjadi deadline hari itu
Tapi entah kenapa
Tak ada satu pun huruf yang keluar dari otakku
Mungkin ini yang namanya
Enggak Mood???

Enggak mood…
Jadi jawaban banyak orang ketika ditanya sesuatu
“ Koq jarang senyum hari ini?”
Jawabnya: “ Lagi nggak mood, nih!”
“ Koq sudah lama gak facebook-an?”
Jawab: “ Lagi nggak mood, bosen, gitu-gitu aja…”
“ Koq udah lama gak ke tempat ibadah?”
Jawab: “ Lagi gak mood…”
“ Koq udah lama gak berdoa?”
Jawabnya: “ Lagi gak mood…”
“ Makannya koq sedikit? “
Jawab: “ Lagi gak mood…lagi no appetite, gak nafsu makan.”
“ Belajar donk, kan ujian sebentar lagi…”
Jawab: “ Nggak lah, nanti saja, tunggu mood-nya ada…”
Dan seterusnya…

Kasihan juga jadi si mood ini
Kadang disalah-salahkan dan sering kali
Jadi kambing hitam

Aku cuma kuatir kalau suatu saat kita berdoa kepada-Nya
Kalau Dia sama moody-nya seperti manusia
Gini nih kira-kira jawaban-Nya:
“Tuhan, ampuni aku atas dosaku.”
Jawab-Nya: “ Nanti dulu, Aku lagi nggak mood…”
“ Tuhan, aku mohon damai-Mu dalam hidupku…”
Jawab-Nya: “ Boleh, nanti aku berikan, kalau mood-Ku hadir lagi, tapi bukan hari ini, besok-besok ya…”
“ Tuhan, aku mohon kesembuhan untuk kakekku dan pamanku yang sakit”
Jawab-Nya: “ Baiklah, tunggu mood-Ku dulu ya, baru mereka sembuh.”
“ Tuhan, berdoa untuk bangsa Indonesia, semoga selalu Kau lindungi.”
Jawab-Nya: “ Lagi nggak mood untuk melindungi bangsamu, lain kali ya…”
“ Tuhan mohon udara yang cerah ya!”
Jawab-Nya: “ Kalau good mood, ya udara cerah… Tapi kalau bad mood? Yah, hujan badai dan halilintar lah…”


Stop…. Cukup…Cukup…!
My imagination, stop dulu donk kamu…
Aku mau kembali ke fakta dan realita saja ah...
Untunglah Tuhan selalu setia dan konstan
Dalam arti Dia tidak moody
Kalau Tuhan moody, apa jadinya kita?
Kadang Dia baik, kadang Dia tidak
Tergantung mood-Nya
Dengan Kuasa-Nya yang luar biasa
Akan bahaya kalau Dia moody
Jadi ingat film Bruce Almighty
Ingat Jim Carrey
Yang berkesempatan memperoleh kuasa luar biasa
Namun menyalahgunakannya…

Untunglah Tuhan tidak moody.
Kalau iya, apa jadinya kita-kita nanti?

Terima kasih Tuhan karena Tuhan enggak pernah bilang
“ Sorry, Aku lagi enggak mood!”
Cukup saya dan teman-teman saya saja yang bilang begitu…
Tuhan jangan ya…. :)
Dan sorry ya, God…kalau kadang-kadang kami mengalami
Saat-saat enggak mood ketika:
----Ada orang yang membutuhkan pertolongan kami
----Kami harus beribadah
----Kami hendaknya berdoa
----Melakukan kegiatan rutinitas kami yang Kau berikan
---- De el el, de es be

Yang aku tau dan aku syukuri:
Tuhan selalu in the mood untuk
Membantu kami dan mendengarkan kami
Walaupun se-gimana ‘enggak mood-nya’ kami
Thank You, God!

Singapore, 4 July 2009
-fon-
* sempet enggak mood, but balik lagi in the mood to write down this. Thanks once more God! :)