Wednesday, April 27, 2011

Kent Boyd From Wapokaneta


Kent Boyd from Wapokaneta

Not so many people have heard about Wapokaneta, a small city in Ohio-USA. Not even the So You Think You Can Dance judge: Nigel Lythgoe who drove his car to this small city to deliver the good news that Kent Boyd-was in the Top 11 of the So You Think You Can Dance Season 7.

And currently the show has just finished being shown in AXN Channel. It was aired in the year 2010 in US, but just currently in Asia. And Kent was on finale. He made it to the top 3 together with Lauren and Robert. And eventually, Kent was the 2nd winner. What a great achievement he made!

Thinking about Wapokaneta, thinking about Kent

I think about many of us. Somehow, we think we’re small because we come from small village-never been heard before. Maybe our village is so small that can’t be seen in our country’s map. So small that when we say its name, not many people know about it. Or they even raise their eye brows in amazement like hearing the planet language for the very first time. But, actually it doesn’t have to make us think small. See what Kent can do, he can make his parents and village people proud. Because even he’s from a small village, he has a great dancing talent that so huge…A lot bigger than where he came from or his background.

Never underestimate ourselves. Our condition doesn’t define our future. We can make it as long as we have that kind of belief… We can be the winner of this life despite our past condition, i.e.: family background, financial difficulties, kampong boy or kampong girl… But if we have that talent that God has given us, we need to believe as well that He will enrich us along the way.

Kent has taught me a lesson. I need to stay positive and believe in God. Believe that if He wants to bring us to another level, it doesn’t matter where we are now. He will bring us anyway to reach whatever passion and dreams that we hold strongly in our heart. As long as we work hard, do our best, practice a lot, and pray to Him… Never mind that I’m only a kampong girl with poor background… Never mind all those things because as long as we believe that God will make a way, for sure He will. Doesn’t really matter about our past, but hey, He can bring us so high if we work hard and it’s according to His will…

May we have the confidence in Him to do our best in this life. Yes, we can make it!

Ho Chi Minh City, 28 April 2011

-fonnyjodikin-

*copy paste, forward, or share? Please attach the link or the author’s name. Thanks.


Kent Boyd Dari Wapokaneta

Tidak banyak orang yang pernah mendengar tentang Wapokaneta, kota kecil di Ohio-USA. Begitu pula dengan salah satu juri acara So You Think You Can Dance-Nigel Lythgoe yang harus mengemudikan mobilnya ke kota kecil ini untuk menyampaikan kabar baik bahwa Kent Boyd adalah salah satu dari Top 11 dalam acara So You Think You Can Dance Season 7.

Dan saat ini, acara baru saja selesai ditayangkan di AXN. Setelah mengudara di Amerika di tahun 2010, tetapi baru saja ditayangkan di Asia. Dan Kent termasuk dalam 3 besar acara ini bersama Lauren dan Robert. Dan akhirnya, Kent keluar sebagai pemenang kedua. Pencapaian yang luar biasa, Kent!

Memikirkan Wapokaneta, memikirkan Kent

Saya pun berpikir tentang banyak dari kita… Terkadang kita merasa kecil karena kita berasal dari kampung kecil yang tak pernah terdengar sebelumnya. Mungkin kampung kita begitu kecilnya sehingga tak terlihat di peta negara kita. Begitu kecilnya, ketika kita menyebutkan namanya, tak banyak orang yang tahu mengenai hal itu. Atau mereka malah mengernyitkan keningnya, menaikkan alisnya dalam kebingungan seperti mendengar bahasa planet untuk pertama kalinya. Tetapi, seharusnya hal itu tidak membuat kita berpikir kecil. Lihatlah apa yang bisa dilakukan Kent, dia bisa membuat orang tuanya dan orang sekampungnya bangga. Karena walaupun dia berasal dari kampung kecil, dia mempunyai talenta menari yang begitu besar… Jauh lebih besar daripada tempat asalnya atau latar belakangnya.

Jangan pernah merendahkan diri kita. Kondisi kita saat ini tidaklah menentukan masa depan kita. Kita bisa mencapai hal-hal besar asalkan kita percaya. Kita bisa jadi pemenang dalam hidup ini tanpa memedulikan masa lalu kita, misalnya: latar belakang keluarga, kesulitan keuangan, asal dari kampung… Tetapi, ketika Tuhan menitipkan talenta itu dalam diri kita, kita perlu percaya bahwa Dia akan memperkaya kita sepanjang perjalanan hidup kita…

Kent sudah mengajarkan saya suatu pelajaran berharga. Saya harus terus berpikir positif dan percaya pada Tuhan. Percaya ketika Dia inginkan saya naik ke suatu jenjang tertentu, tidak peduli kita berada di mana saat ini…. Dia akan tetap membawa kita mencapai keinginan yang kuat serta impian kita yang kita genggam begitu erat dalam hati kita. Selama kita bekerja keras, melakukan yang terbaik, banyak berlatih dan berdoa kepada-Nya… Tidaklah penting kalau misalkan saya hanyalah gadis kampung dengan latar belakang keluarga yang miskin… Tidaklah penting hal-hal tersebut, karena bila saya percaya Tuhan akan bukakan jalan, tentunya Dia akan bertindak. Tidaklah penting masa lalu kita, tetapi hei, Dia bisa membawa kita begitu tinggi asal kita bekerja keras dan itu sesuai rencana-Nya.

Semoga kita punya kepercayaan diri di dalam Dia untuk melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Ya, kita bisa!

Ho Chi Minh City, 28 April 2011

-fonnyjodikin-

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

Tuesday, April 26, 2011

Plakkk...

Mengapa konten dari doa saya cuma begitu-begitu saja? Kalau tak minta kaya, minta kondang, sehat, enteng jodoh, panjang umur, punya anak. Konten doa saya sangat mencitrakan doa seorang pengecut dan manusia yang mau menang sendiri? Sumber: Mari Menyaring, Parodi- Samuel Mulia kompas, 17 April 2011.

Saya baru kena tampar!

Bukan kena tampar dalam arti sesungguhnya. Tetapi, ketika membaca tulisan Samuel Mulia Hari Minggu yang lalu, saya terkena tamparan yang cukup dahsyat.

Plakkk…

Saya pegang pipi saya: tidak sakit… Tetapi, jantung saya koq berdetak lebih kencang? Kepala? Nyut-nyutan, pandangan mata jadi agak sedikit berkunang-kunang. Sebegitu parahnya kah efek kena tamparan rohani kali ini?

Selama ini, disadari atau tidak… Seringnya saya berdoa seperti yang dikatakan Samuel Mulia itu. Yah, kadang-kadang sih, berdoa juga: “ Jadilah padaku menurut perkataan atau kehendak-Mu.” Tapi, ya itu setelah doa yang sebelum-sebelumnya yang dipenuhi permintaan dan serba demanding terhadap-Nya…

Pernyataan Samuel Mulia di artikel tersebut bahwa kita maunya minta meluluuu, menyadarkan saya juga kalau selama ini saya pun masih begitu. Memang wajar sih, seorang anak minta kepada Bapa-Nya. Tetapi, kalau minta dan minta terussss dan maunya menang sendiri, yah itu nggak bener juga, ‘kan?

Saya pernah menuliskan puisi tentang doa. Beberapa di antaranya memang ditulis untuk menyadarkan saya pribadi kalau seharusnya saya mohon kekuatan dari-Nya untuk menghadapi keadaan yang ada. Bukan doa seenaknya yang menguntungkan saya senantiasa tentunya. Relasi dengan Tuhan tidak boleh disamakan dengan perhitungan matematis, ‘kan?

Saya jadi ingat puisi yang juga tercantum dalam salah satu bagian dari buku perdana saya: Chapters of Life-From Nothing Into Something. Sebuah puisi yang berjudul: Pintaku. Sungguh menampar saya dan mengingatkan saya kembali buat tidak egois dan mau menang sendiri… Seharusnya saya lebih memohonkan untuk kekuatan dalam menghadapi kondisi apa pun yang terjadi dalam hidup saya. Karena dalam iman saya percaya, Tuhan akan bukakan jalan bagi saya seturut kehendak-Nya…

Plakkk…

Tamparan itu tak lagi sekeras yang pertama… Semoga Anda tak perlu tertampar juga… Biar kita terus belajar untuk jadi anak-anak-Nya yang semakin dewasa dalam iman hari lepas hari…

Ini saya sertakan puisi tersebut buat mengingatkan kita semua…

Sungguh, dengan rendah hati saya akui: saya memang masih harus terus belajarrr tanpa henti untuk jadi anak-Nya yang sejati… Guide me, O Lord… Tuhan bimbinglah aku… Amin.

Pintaku…

Karya: Fonny Jodikin

Tuhan,

Terlalu sering aku meminta padamu.

Minta ini, minta itu.

Minta hal ini dimudahkan, hal itu dilancarkan.

Terlalu sering aku menganggap…

Relasi kita yang terbina lewat doa,

bisa menjadikanku memiliki jalur khusus

tanpa perlu antri ketika aku butuh sesuatu.


Kesannya egois.

Mencari-Mu ketika perlu.

Dan meninggalkan-Mu

atau lupa kepada-Mu,

ketika tidak butuh.

Itulah yang sering terjadi pada manusia.

Itulah yang terjadi pada kami, umat-Mu.


Tuhan,

Ketika kembali kusadari,

Yang seharusnya aku minta…

Bukanlah melulu kelancaran ini atau itu.

Bukanlah hidup tanpa masalah

Bukanlah kenyamanan senantiasa…


Namun…

Biarlah kupintakan:

Kekuatan menghadapi cobaan…

Keikhlasan menerima kenyataan…

Keberserahan terhadap apa yang sudah Kaurencanakan…

Kebesaran hati untuk terus percaya di dalam iman…

Kemauan untuk terus dekat dengan-Mu dalam susah dan senang…


Jadikan kami agar tetap setia kepada-Mu.

Bimbing kami agar tetap memilih jalan-Mu,

Walaupun banyak persimpangan dan jalan lain yang ditawarkan dunia.

Jadikan kami anak-anak kebanggaan-Mu.

Itu doaku.

Itu pintaku.

Amin.


HCMC, 21 April 2011

-fonnyjodikin-

*copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

*tautan puisi Pintaku ada di: http://fjodikin.blogspot.com/2010/04/pintaku.html

Wednesday, April 20, 2011

The Spirit of Kartini



Kebaya, sanggulan, make-up, batik, pakaian daerah? Mungkin itu adalah hal-hal yang kita perhatikan ketika akan mempersiapkan Hari Kartini. Beberapa dari kita mungkin lupa bahwa esensi perjuangan seorang Ibu Kartini atau yang lahir dengan nama Raden Ajeng (R.A.) Kartini, bukanlah melulu hal-hal yang berbau fisik… Tetapi lebih dari itu…

Banyak kali, kaum perempuan tidak sadar, begitu banyak kemudahan yang kita nikmati saat ini terutama yang berkaitan dengan kesetaraan dalam pendidikan dan karier adalah sudah diperjuangkan oleh pendahulu-pendahulu kita. Salah satunya yang paling terkemuka di Indonesia adalah R.A. Kartini tentunya.

Di kota-kota besar di zaman sekarang ini, aneh rasanya seorang anak perempuan menikah di umur belasan tahun. Ketika teman-teman sebayanya sibuk mengejar ilmu dan menggantung cita-cita setinggi langit, koq malah disuruh kawin? Tetapi kita juga perlu tahu bahwa hal-hal itulah yang terjadi di masa lalu. Sampai hari ini pun, di beberapa pelosok negeri juga masih terjadi hal-hal semacam ini. Bukannya menikah itu tidak baik, tetapi jika dilakukan dalam kondisi umur yang terlalu muda, bagaimana kesiapan fisik maupun mental Si Gadis yang bersangkutan? Tentunya hal ini patut diperhitungkan…

Semangat Kartini di mata saya adalah semangat kepedulian terhadap sesama-dalam hal ini kaumnya- kaum wanita. Dia tidak egois ketika mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan, bahkan berniat membagikannya. Dia membagikan pikiran-pikirannya untuk mengubah sesuatu. Dan sesuatu itu adalah sesuatu yang besar dan baik bagi banyak orang. Bagaimana dengan kita, apa kita juga peduli terhadap sesama kita? Atau kita terbiasa dengan ongkang-ongkang kaki, yang penting aku selamat tanpa memikirkan orang lain di sekitar kita? Hendaknya semangat berbagi dan kepedulian Kartini ini, bisa menjiwai hati kita. Sehingga ketika kita berpikir dalam kerangka kehidupan bersama orang lain dalam cakupan yang lebih luas, kita berniat membantu yang berkesusahan. Tidak melulu harus dalam bentuk uang, mungkin talenta, mungkin pula tenaga. Apa saja yang penting kita berikan dengan ketulusan dari hati.

Bagi para wanita yang sudah menikmati segala kemudahan di hari ini dalam hal pendidikan dan karier, jangan sampai melupakan kodratnya sebagai wanita. Jangan pula merasa diri lebih tinggi dari kaum pria. Karena kita semua sudah diciptakan sesuai dengan citra Allah, seturut kehendak-Nya. Jadi, jalani saja semuanya dengan sukacita dan gembira, tanpa perlu bersungut-sungut atau bersombong diri. Beberapa dari wanita karier berpikir dia bergaji lebih tinggi dari suaminya, jadi tak perlu menghormatinya. Itu pikiran yang keliru rasanya. Tetaplah jalani peran kita, apa adanya, tak perlu merasa lebih dari yang lainnya. Hidup butuh keseimbangan di dalamnya. Tuhan mengasihi kita semua. Selamat Hari Kartini!

Ho Chi Minh City, 22 Januari 2011

-fonnyjodikin-

*telah dimuat di Smile Magazine.

* copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

Sumber gambar:

4shared.com

Tuesday, April 19, 2011

Kawat Gigi


Sewaktu saya di bangku SD, ayah saya menyarankan agar saya memakai kawat gigi. Ketika itu, kawat gigi yang dimaksud tentunya tidak secanggih yang ada sekarang ini. Saya hanya memakainya ketika malam hari dan tipenya yang bisa dilepas. Sedangkan yang sekarang permanen, dengan banyak warna-warni karet di sekelilingnya. Milik saya waktu itu hanya kawat saja tanpa karet warna -warni.

Jujurnya, saya sempat mengeluh, merasa susahhhh betul. Untuk apa sih, pakai kawat gigi? Memang gigi saya ketika itu kurang rapi, tetapi apa tidak bisa dibiarkan begitu saja? Ayah saya bilang, anak perempuan seharusnya giginya rapi. Ah, saya tidak peduli, ujar hati saya ketika itu. Memendam rasa kesal, tetapi tidak kuasa menolak, saya hanya menurut saja walaupun tidak suka.

Memakai kawat gigi juga merupakan suatu siksaan bagi saya. Tiap malam, apalagi setelah kontrol ke dokter, ngilu-nyeri-sakit dan sambil mengomel dalam hati menjadi hal yang terjadi di diri saya beberapa waktu lamanya. Setelah rapi, kawat gigi itu boleh dilepas. Saya merasa senang, terbebas dari siksaan yang tidak saya sukai.

Setelah saya besar, saya merasa bersyukur bahwa gigi saya sudah rapi. Menambah kepercayaan diri saya juga ternyata. Apa yang Papa katakan dulu, memang baik buat saya. Prosesnya? Menyakitkan, ngilu, mengesalkan. Tetapi, hasilnya memang bagus dan itulah yang terbaik bagi saya. Merenungkan tentang kawat gigi dua hari yang lalu, membuat saya teringat juga bahwa prinsip ‘kawat gigi’ ini bisa diterapkan juga dalam kehidupan…

Mungkin saat ini kita tengah dihadapkan pada situasi ‘kawat gigi’ dalam hidup kita. Kita terpaksa pindah tempat tinggal ke daerah yang lebih macet misalnya. Atau karena di-PHK, terpaksa ambil kerjaan seadanya dan gajinya tidak setinggi sebelumnya sehingga pengiritan harus terjadi di sana-sini sementara biaya apa-apa makin mahal. Anggota keluarga ada yang sakit dan kita berada pada kondisi lelah fisik dan mental…. Banyak problematika di hidup ini terjadi dan bisa kita andaikan sebagai ‘kawat gigi’ tersebut.

Menjalaninya tidak enak, sulit karena kita memang maunya tenang dan enak selalu. Semua lancar, semua normal. Tetapi, di mana ada kondisi seperti itu senantiasa? Kita sadari, semua tak ada yang abadi. ‘Kawat gigi’ mengajarkan saya bahwa kondisi sekarang mungkin tengah sulit, mengesalkan, menjengkelkan, menyakitkan… Tetapi, setelah melalui proses tersebut, saya akan dimatangkan secara pribadi untuk kemudian disiapkan untuk melihat suatu rencana yang lebih indah yang diperuntukkan bagi saya.

Sehingga, ketika mengalami hal yang tidak enak, semoga saya tetap ingat bahwa segala sesuatunya adalah baik adanya. Dan saya percaya, suatu saat akan saya lihat pelangi kasih-Nya menyinari hidup saya sekali lagi. Percaya bahwa hal-hal yang enak dan membahagiakan tidak melulu memberikan pencerahan dalam hidup. Terkadang hal-hal tersebut malah melenakan kita dan membuat kita lemah. Sesungguhnya, dalam permasalahan dan kesulitan, kita disiapkan menjadi seseorang yang lebih tangguh. Pejuang yang lebih tangguh dalam hidup ini.

‘Kawat gigi’ apa yang tengah kita alami saat ini? Kesesakan, kesulitan macam apa yang sedang berkecamuk di dalam hati dan hidup kita? Kita serahkan kepada Tuhan sambil terus berupaya yang terbaik yang kita bisa. Sehingga pada saatnya nanti… Saat waktu-Nya tiba, kita bisa melihat keindahan rancangan-Nya dalam hidup kita. Bersakit-sakit dahulu, jadi tangguh kemudian:)

Kita bisa lakukan bersama Dia. Amin.

Ho Chi Minh City, 20 April 2011

-fonnyjodikin-

*copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

kawatgigi.net

Thursday, April 14, 2011

Menikmati Denyutan Cinta yang Tak Pernah Selesai


Menikmati Denyutan Cinta yang Tak Pernah Selesai

*** Review sebuah novel karya seorang sahabat: Vincensia Naibaho

“ Kau tak bisa membunuh cinta, maka biarkanlah dia tetap hidup, berdenyut dengan iramanya sendiri.”

Kata-kata itu terpajang di kaver novel Cinta yang tak pernah selesai, terbitan leutikaPrio karya Vincensia Naibaho. Kata-kata yang dalam. Oh, saya selalu suka kata-kata yang dalam dan puitis. Denyutan cinta dan iramanya sendiri? Tak bisa membunuh cinta? Whoaa, dahsyat!

Saya suka tulisan Vincensia ini. Ringan, mudah dicerna, tetapi tak kehilangan nilai-nilai indah akan cinta itu sendiri. Belum lagi ada masalah umum yang sering dihadapi dalam masyarakat seperti kawin campur dengan beda suku, juga diungkap dengan bagus di sini.

Setiap awal bab dimulai dengan apa yang menjadi konklusi atau inti dari bab tersebut. Kata-kata bijak dan indah. Saya tersenyum setiap kali membacanya. Merasakan begitu benarnya beberapa di antaranya. They’re so true!

“ Terkadang hati yang pernah terluka begitu dalam dan tak kunjung sembuh, bisa terbiasa dengan luka itu sendiri dan akhirnya enggan menerima peluang kesembuhan.” (Bagian 2, hal. 8)

Atau yang satu ini…

“Kita sering membiarkan hati kita bermain-main tanpa kita sadari hati kita tidak pernah mengenal kata ‘main-main’. Dan, ketika akhirnya hati sudah terlalu jauh memasuki rasa, pikiran pun lumpuh seketika. “ (Bagian 7, hal. 42).

Belum lagi humor-humor yang cerdas, juga pemilihan kata yang menunjukkan keterkejutan dengan GLEDEK misalnya. Membuat dua bibir saya menyunggingkan senyuman senantiasa. Vincen memang kreatif.

Banyak kebenaran soal cinta yang terkuak dalam kisah ini. Bagaimana Gie harus berjuang karena suaminya-Joe-selingkuh di depan matanya sendiri. Dan perjuangan itu semakin berat karena adanya godaan pacar lama yang kembali, Rein yang masih begitu mencintainya…

Persoalan yang mungkin seolah biasa dan sering didengar di masyarakat, tetapi diramu dengan apik oleh Vincen dengan banyak kebenaran soal cinta. Alur cerita yang sangat bagus dan terus menarik saya untuk menyelesaikan novelnya walaupun saya baru melahirkan anak beberapa waktu yang lalu adalah bukti-setidaknya bagi saya pribadi- bahwa Vincen adalah penulis yang piawai merangkai kata dan bicara tentang cinta.

Sebagai penggemar novel romantis, Vincen telah membangkitkan kenangan sekaligus kebiasaan di masa lalu karena saya suka membaca novel-novel dengan kisah seperti ini. Dan pada akhirnya? Bagaimana dengan Gie, akan kembali bersatu dengan suaminya atau malah kepincut lagi dengan mantan pacarnya? Silakan temukan jawabannya dalam cinta yang tak pernah selesai berdenyut… Dan nikmatilah denyutan itu dalam tulisan Vincen ini…

I like it, I enjoyed reading it! Adalah komentar saya ke Vincen yang sama sekali bukan basa-basi, karena cinta memang pada akhirnya adalah pilihan pribadi masing-masing… Namun, tanpa cinta memang seolah hidup pun kehilangan maknanya…

Selamat siang, selamat mencinta ooppsss, selamat menikmati tulisan penuh cinta ini… Proficiat, Vincen:)

Ho Chi Minh City, 15 April 2011

Fonny Jodikin

Penulis/Ibu Rumah Tangga

Tinggal di Vietnam.

Jalinan Warna-Warni Kisah Si Pita



*** Review atas buku sahabat: Pita Si Pipit Kecil karya Agnes Bemoe

Mungkin karena kaver bukunya yang mengandung unsur pelangi… Mungkin karena pikiran saya langsung berasosiasi dengan warna ketika memikirkan kata ‘pita’ sehingga saya memberikan judul jalinan warna-warni kisah Si Pita di tulisan ini… Tetapi yang pasti, buku Si Pita ini memberikan warna tersendiri dalam kisah inspiratif karena dia ditulis dengan daya imajinasi yang tinggi sekaligus sederhana dan mudah dicerna. Buku ini ditulis dengan menggunakan perumpamaan burung kecil yang periang dan penuh cinta oleh penulisnya: Agnes Bemoe.

Agnes saya kenal di satu milis penulis dan dari situ tanpa sadar kami menjalin keakraban tersendiri. Saat saling mengomentari tulisan, saat saling curhat soal pembuatan buku, atau sampai ke yang lebih pribadi. Saya menikmati jalinan pita persahabatan dengan Agnes, walaupun saya belum pernah jumpa secara langsung dengannya tetapi koq ya terasa dekat di hati. Agnes di Pekanbaru sementara saya di Ho Chi Minh, tetapi tidak menghalangi komunikasi kami di era e-mail dan Facebook seperti sekarang ini.

Buku Agnes ini seolah adalah siraman kerinduan akan adanya buku inspiratif yang cocok bagi segala usia, termasuk anak-anak. Apalagi buku ini pun ditulis dalam dua bahasa, jadi cocok pula buat yang ingin mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak-anaknya. Di balik kesederhanaannya, Si Pipit Kecil ini pun mengajarkan kepada semua orang termasuk yang dewasa tentang nilai-nilai kehidupan yang bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pita yang menyelamatkan nyawa Raja Kishin dan anak-anaknya dari Nipa Si Ular Hitam, menjadi kesayangan seluruh penghuni istana. Namun, tentunya tidak semua sayang padanya. Ada juga yang cemburu melihatnya. Irinya Irena-beo sang raja membuatnya memfitnah Pita di hadapan Raja Kishin. Raja hendak mengusir Pita, namun dicegah oleh singa tua yang bijaksana… Namun, Pita akhirnya pergi dengan niatnya sendiri dari istana, mencari kehidupan baru di Rimba Kumalama yang luas itu. Teman-teman baru yang ditemuinya selalu diajaknya untuk berbuat baik pula…

Ikuti petualangan Si Pita itu dalam buku Agnes yang bergelar Sarjana Pendidikan ini, dijamin tak akan bosan :)

Kebaikan dan hanya kebaikan, semoga tetap tersebar di dunia ini. Termasuk menuliskan tulisan yang menginspirasi untuk berbuat baik, seperti yang Agnes lakukan. Keep writing, Nes! Tulisanmu mencerahkan, jujur, dan sederhana tetapi amat kaya imajinasi-yang rasanya bagi saya sendiri sulit untuk membuat cerita yang cocok buat anak-anak. Tetapi, Agnes melakukannya dengan indah (seolah mudah, walau saya yakin perlu usaha dan pemikiran yang tinggi untuk itu karena tidak sesederhana yang dikira-tulisan sederhana yang mudah dicerna itu juga ditulis dengan ketelitian tinggi untuk memudahkan pembacanya mengerti).

Bravo buat Pita! Warnailah dunia dengan kisah-kisah indah. Jalinan cerita pita kehidupan dan warna-warninya dalam Si Pita memang patut dibaca dan direnungkan serta dipetik hikmahnya…

Ho Chi Minh City, 15 April 2011

Fonny Jodikin

Penulis/Ibu Rumah Tangga, tinggal di Vietnam

Wednesday, April 13, 2011

Masih Pentingkah Aku Bagimu?



*** ditujukan kepada komunikasi erat yang tengah melarikan diri…

Buat dunia, mungkin aku tak penting. Aku tak sepenting Presiden suatu negara atau artis papan atas yang selalu dikejar-kejar paparazzi. Aku hanyalah aku yang ingin menjadi diriku… Dicintai, dihargai, sebagai mana apa adanya…

Sejujurnya, aku ingin merasakan sekali lagi bahwa kamu menganggapku penting-seperti dulu lagi. Menempati mahkota di hatimu, karena kamu adalah bagian hidupku yang terdekat- bahkan kamu adalah belahan jiwaku… Kalau bagimu saja aku tak lagi penting (tak lagi menempati ranking-ranking teratas di hatimu), luka mulai menyeruak dan sedih pun mulai melambaikan tangannya padaku. Apa artinya janji kita di awal hidup bersama? Seolah mahligai perkawinan yang begitu indah itu sudah kehilangan maknanya…

Terkadang aku ingin dianggap penting. Setidaknya sedikit lebih penting dari pekerjaanmu, dari Facebook dan Blackberry-mu, laptop-mu, atau dari iPhone-mu… Penting sehingga kau mau mendengarkanku. Setidaknya aku bukan kauanggap bisu…Dulu-sebelum menikah- kita bisa berbicara dan bercengkrama berjam-jam lamanya. Lupakan waktu yang bergulir satu demi satu. Seolah dia bisa tinggal diam, karena kita miliki saat itu… Tetapi sekarang? Melihat mukaku saja kau tak sempat. Apalagi mendengarkan celotehanku. Sungguh ingin kutanya padamu, masih pentingkah diriku di matamu?

Kalau kulakukan introspeksi diri… Pernah kupikirkan kembali, apa aku yang terlalu egois sehingga terus mau dianggap penting? Atau memang kau terlalu cuek dan tak mau tahu, sehingga membuatku menyimpan rasa ini? Perasaan itu begitu kuat bahwa aku tak penting sama sekali di hadapanmu. Apakah berlebihan ketika kuinginkan komunikasi yang lebih baik antara kita? Apakah terlalu muluk, ketika kuinginkan kau ada di sisiku ketika aku merasa letih, lelah, dan sedang bersedih atau tengah berduka? Sekaligus ingin kubagi semua rasa yang indah yang tengah kualami: suka, ceria, bahagia… Senasib sepenanggungan bersama? Mengapa seolah setiap kali aku merasa sendirian menanggung itu semua? Ke manakah kebersamaan kita yang pernah amat nyata?

Salahkah? Ketika perasaan tak lagi penting menyelusup perlahan di hatiku, bahkan kini meraja di dadaku?

Aku ingin kau ada di sini dan memberikan peneguhan… Bahwa itu semua bisa diperbaiki, asal kita punya niat untuk menjembatani komunikasi kita dengan lebih baik lagi…

Sayang, masih pentingkah diriku bagimu? Ke mana sisa-sisa keindahan relasi kita di waktu lalu? Ingin kukembali merengkuh… Tetapi dengan mengayuh sendirian, keraguan besar tengah menyergapku… Bertanya pada diriku: mampukah aku?

Aku tetap mencintaimu. Kau masih begitu penting bagiku. Semoga rasa itu juga ada padamu.

Inginku bicara dari hati ke hati sekali lagi denganmu. Cintaku, masih pentingkah diriku bagimu?

Ho Chi Minh City, 13 April 2011

-fonnyjodikin-

* mengingatkan diri sendiri juga kepada mereka yang sudah berumah tangga bahwa komunikasi adalah amat penting. Penting untuk membuat para suami/istri merasa penting, bahwa mereka tetap menempati ranking atas dalam hidup kita yang sering kali tergantikan dengan kesibukan atau ‘kesibukan’ dengan alat-alat gadget yang membuat kita lupa dengan suami/istri/ anak-anak serta anggota keluarga kita lainnya. Mereka tetap penting, bahkan menempati bagian terpenting dalam hidup ini… Smoga kita terus berusaha untuk memperbaiki komunikasi kita…

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya…Trims.

sumber gambar:

dreamstime.com

Sunday, April 10, 2011

I Remember You


I Remember You

*** with translation

Suddenly-last night- I remembered you.

I do thankful that you are- somehow- a gift that had been given into my life… One of the precious gifts that God allowed to encounter with- in this life.

Yes, we were once best friends.

Deep in my heart, until today and until forever. I do think that you hold a special place inside of me. Only because of your kindness that you’ve shown me in times of troubles. When I felt left all alone, you came. Just like a sweet surprise… And gave me encouragement to stand strong and believed that life could bring so many surprises. Sometimes in the form of friendship that lasts forever-like ours. And I thank God for that!

I couldn’t describe my feeling on that day. The day that I knew that you’ve had forever disappear in my life. In your parents life, in your friends life. To think that you’re only 28 at that time. The tongue cancer has brought your life to an end. Yes, I know that life is short… In some cases, it’s even shorter… Well, I did find the cold feeling inside of me when I knew that you had gone in your productive age. I wanted this friendship to last forever…. At least until our hair changed to white or grey… Until I can see that you’ll have a lovely family. Wife and children. Just like me. And we could grow old together as friends and family… But, I also know that life has its own limit. It’s temporary. One day, it will come to an end. We don’t know how it would end… We don’t know when it would end…

For your case, you’ve won the battle. I know it would be very sad for your parents to experience that kind of pain. To lose their own child-their own son in such a young age. I did find it painful too, even that I realized that everything happens for a reason. And God has been so good to you that you didn’t have to experience the kind of pain that lasted long… Only in a few months after you’re detected with tongue cancer, it had developed to such a high stadium in only such a short period of time…

I had cried… Eight years ago… When I knew that they’ve cremated your body far far away in China… When you went there for medication, but never came back with your good condition… You came in the form of ashes. Reminded me that we’re all ashes… One day, we’ll be back to ashes as well…

Last night, I cried . Suddenly, I missed the kind of friendship that we’ve had… A friendship that I knew would survive in long time, only knowing that it has gone too soon. But, somehow, I’m happy and content. Knowing that I’ve experienced our friendship and taking its memories until today, until forever in my heart. I’m grateful that even I’ve had some bad experience in friendship, but I’ll always remember that I have you as my friend. Our friendship was beautiful, powerful, and supported each other.

Good bye, my friend… I know that I won’t be able to see you again in this life. But your beautiful soul remains inside of me. Touched my heart in a very special way. Giving a splash of kindness that’s so rare. In the form of amazing friendship.

Ho Chi Minh City, 10th of April 2011

-fonnyjodikin-

* remembering you, AW a.k.a KS. One of my best friends who passed away around 8 years ago. I’m so lucky to know you as my friend with such a beautiful heart. We’re forever friends. God bless you…

* copy paste, forward or share? Please attached the link or the name of the author. Thanks.


Aku Mengenangmu

*** dengan terjemahan

Tiba-tiba-semalam- aku mengingatmu.

Aku berterima kasih bahwa kamu adalah sebuah hadiah yang sudah diberikan dalam hidupku. Satu dari begitu banyak hadiah berharga yang diizinkan Tuhan untuk aku temui dalam hidup ini.

Ya, kita memang sempat bersahabat baik.

Jauh di lubuk hatiku, sampai hari ini bahkan sampai selamanya, kupikir kamu menempati sebuah ruang khusus di dalam hatiku. Kebaikanmu telah kautunjukkan saat diriku dirundung kesusahan. Ketika aku merasa begitu sendirian, kamu datang. Seperti suatu kejutan yang manis… dan memberikanku semangat untuk berdiri tegar, lalu percaya bahwa hidup bisa membawaku ke banyak kejutan. Terkadang dalam bentuk persahabatan yang kukenang selamanya-seperti milik kita. Dan aku berterima kasih kepada Tuhan untuk persahabatan itu!

Aku tak bisa membayangkan perasaanku hari itu. Hari ketika kutahu bahwa kamu akan selamanya raib dari hidupku. Dari hidup orang tuamu, dari hidup sobat-sobatmu, Kau hanya berusia 28 tahun saat itu, Kanker lidah yang mengakhiri hidupmu. Ya, aku tahu bahwa hidup itu singkat. Bahkan dalam beberapa kasus, lebih singkat dari apa yang sudah kaualami. Hatiku merasa dingin dan beku, ketika kutahu kau telah pergi di usia produktifmu. Aku ingin persahabatan ini berlangsung selamanya. Setidaknya sampai rambut kita memutih atau berubah warna menjadi abu-abu… Sampai kulihat engkau bahagia dan punya keluarga. Istri dan anak-anak, sebagaimana layaknya diriku. Dan kita bisa menikmati masa tua kita sebagai sahabat sekaligus keluarga… Tetapi di lain pihak, aku juga sadar bahwa hidup punya batasnya sendiri. Hidup itu sementara. Suatu saat hidup akan berakhir jua. Hanya masalahnya kita tak pernah tahu bagaimana atau kapan dia akan berakhir.

Engkau telah memenangkan pertandinganmu, Sobat! Aku menyadari, begitu memilukan bagi orang tuamu yang merasakan kepedihan itu… Kehilangan anak lelaki mereka- sekaligus anak tunggal mereka dalam usia yang begitu muda. Kurasakan keperihan itu juga, walaupun aku tahu bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Dan Tuhan sudah begitu baik padamu, kau tak perlu merasakan kesakitan yang berlarut-larut. Hanya beberapa bulan sesudah engkau terdeteksi kanker lidah, penyakit itu kemudian berkembang begitu cepat ke stadium tinggi hanya dalam hitungan bulan….

Aku sudah menangis. Delapan tahun yang lalu… Ketika kutahu mereka telah melakukan kremasi terhadapmu nun jauh di negeri Cina. Ketika kaupergi ke sana untuk berobat, namun tak pernah kembali dalam kondisi baik. Kau pulang dalam bentuk abu. Mengingatkanku bahwa kita semua adalah debu… Suatu saat akan kembali menjadi debu dan abu…

Semalam aku pun menangis. Tiba-tiba aku merindukan sebuah bentuk persahabatan yang pernah kita miliki. Suatu persahabatan yang kutahu akan tegar dalam jangka waktu yang lama, sayangnya persahabatan itu telah berlalu begitu cepatnya. Tetapi, aku pun bahagia dan puas. Aku tahu bahwa aku telah mengalami hal yang indah dalam persahabatan kita dan membawa memorinya sampai hari ini, bahkan sampai selamanya dalam hatiku. Aku berterima kasih bahwa ketika aku pernah mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam pergaulan dan persahabatan di hidupku, aku tetap mengingatmu sebagai seorang sahabat terbaikku. Persahabatan kita itu indah, kuat, serta saling mendukung satu sama lain.

Selamat tinggal, Sahabatku… Aku tahu, aku takkan pernah bisa melihatmu lagi dalam hidupku. Tetapi jiwamu yang indah tetap kukenang. Kau sudah menyentuhku dengan caramu yang khusus. Memberikan goresan kebaikan yang begitu langka. Dalam bentuk persahabatan yang menakjubkan.

Ho Chi Minh City, 10 April 2011

-fonnyjodikin-

*mengingatmu, AW alias KS. Satu dari sobat terbaikku yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Aku sungguh beruntung mengenalmu sebagai seorang sahabat dengan hatimu yang begitu baik. Kita sahabat selamanya… Tuhan memberkatimu.

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya atau nama penulisnya.

Sumber gambar:

blog.yume.vn


Monday, April 4, 2011

Ilmu dan Iman

Ilmu dan Iman

Dulu, saya kira dengan lebih banyak makan sekolahan, orang akan lebih baik-lebih terhormat-lebih terpelajar. Seharusnya IYA, tetapi tak jarang saya temui orang yang banyak makan sekolahan itu ternyata tidak lebih baik-tidak lebih terhormat-tidak juga lebih terpelajar dalam perilakunya. Secara ilmu mungkin IYA, tetapi secara perbuatan sehari-hari terkadang bikin miris dan dan sedih bagi yang melihatnya. Seolah ilmu itu menguap ketika masuk ke dunia nyata… Pintar- dan hanya pintar saja- jelas bukan segala-galanya…

Sebaliknya…

Dulu, saya pikir karena seseorang itu kurang pendidikan-kurang ilmu pengetahuan- tak sempat mengenyam dunia sekolah yang tinggi karena alasan apa pun (umumnya biaya), mungkinnn perilakunya jadi kurang terpuji. Tetapi nyatanya, sempat saya dipertemukan dengan orang-orang yang kurang pendidikan-tak makan bangku sekolahan- nyatanya punya sikap hidup terpuji, mulia, luar biasa… Bahkan lebih bisa dipuja ketimbang mereka yang bergelar S1, S2, bahkan S3… Ini memang kisah nyata… Karakter yang baik tak melulu berbekal ilmu belaka…

Dulu saya pikir, seharusnya orang yang memiliki level keimanan atau keagamaan yang tinggi juga memiliki perilaku yang baik dan terlihat di mata orang-orang sekitarnya. Namun, tak jarang kita kecewa melihat mereka yang taat beragama ternyata perilakunya negatif, bahkan ada beberapa yang buas dan mengerikan. Seolah kitab suci yang dibaca itu meluap entah ke mana. Oh jelas, setiap orang bisa melakukan kesalahan. Dan mengharapkan orang yang beragama dan rajin beribadah itu sempurna adalah kesia-siaan belaka. Itu mungkin pendapat banyak orang dan itu agaknya benar. Tetapi, itu bukanlah alasan apalagi tameng pembenaran diri bahwa boleh melakukan kekejian atau kejahatan dengan alasan saya hanya manusia biasa yang tak luput dari noda dosa, bukan?

Atau sebaliknya…

Orang yang jarang ke tempat ibadah identik dengan orang yang tidak taat beragama dan pastinya mereka tidak banyak mengerti ajaran ataupun dogma agamanya. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jahat karena tidak mengerti? Oh jelas TIDAK… Karena saya pun pernah menemukan mereka yang mulia walaupun tidak melulu bicara soal ajaran agama tertentu. Mereka pun hidup luhur, baik, dan rajin menyumbangkan sebagian hartanya kepada mereka yang menderita atau tertimpa bencana. Kerap mereka membuat malu orang-orang yang bilang dirinya beragama tetapi tak melakukan apa-apa kepada sekitarnya. Tak ada cinta, tak ada kasih bagi sesama, boro-boro memikirkan berbagi dengan mereka yang menderita…

Hmmm, harapan saya pribadi… Semoga tingkah laku saya semakin membaik seiring pemahaman yang lebih baik akan keimanan yang saya pegang… Begitu pun harapan saya bagi Anda dengan apa yang Anda imani… Sehingga kita semua semakin mau berbuat baik di dunia yang semakin hari semakin kacau ini, sehingga kita semua bisa membuat hidup yang singkat ini lebih baik dan lebih bermakna…

Begitu pula dengan ilmu pengetahuan, sekolah, juga gelar… Apabila diizinkan Tuhan untuk saya dapatkan semoga itu semua semakin memberkati sesama bukan untuk sombong-sombongan apalagi melakukan tindak kejahatan…

Ilmu, sekolah, agama, dan iman…

Hendaknya membawa orang lebih rendah hati, lebih sadar diri, bukanlah dia sendiri yang hebat… Tetapi DIA yang hebat telah memberikan kita kesempatan untuk mengecap itu semua…. Dan semoga dalam sekolah kehidupan, iman kita semakin dikuatkan… Berbuat baik dan berwelas asih demi kemanusiaan. Untuk menjadikan hidup di dunia ini lebih indah dan membahagiakan.

Ho Chi Minh City, 4 April 2011

-fonnyjodikin-

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.