Wednesday, July 27, 2011

karam


semalam

ada yang pulang diam-diam

dalam temaram

nurani tenggelam

karam


ho chi minh city, 18 Juli 2011

-fon-

sumber gambar:

http://browse.deviantart.com/?q=drowning&order=9&offset=24#/d201lsz

Monday, July 18, 2011

Merek



Sekujur tubuh terhiasi merek terkemuka. Berharap gengsi akan main mata. Kinclong. Sophisticated. Bling-bling dipandang mata. Dia langsung jadi primadona. Di sini. Di sana. Di mana-mana.

Harga diri? Ah, dia setara merek ternama. Sayang, manusia sering lupa. Keabadian bukan milik dirinya. Bak pedati kehidupan yang terus berputar. Hidup itu hanya sementara.

Dan ketika waktu-Nya tiba. Bukan merek yang membawamu ke surga.


Ho Chi Minh City, 18 Juli 2011

Fonny Jodikin

*untuk mengingatkan diri sendiri bahwa merek bukanlah segala-galanya. Banyak nilai kebaikan yang kadang terlupa, tertutupi oleh gengsi dan merek semata.

sumber gambar:

http://hanhanmaru.blogspot.com/2010/08/shopaholic.html

Friday, July 15, 2011

Biarkan Kucari Bahagiaku


*** based on true story/berdasarkan kisah nyata

Hari yang melelahkan, sekaligus membahagiakan.

Setelah mempersiapkan seluruh perlengkapan keberangkatanku ke negeri seberang: visa, koper berisi pakaian yang cocok dengan cuaca yang lebih dingin di sana, aku tersenyum bahagia. Canada, here I come!

Kali ini, akan kutemui pujaan hatiku yang dikenalkan seorang kerabat keluargaku. Di usiaku yang lebih dari empat puluh tahun, inilah saat yang paling kutunggu-tunggu. Menemukan cinta dalam hidupku dan menjadikannya realita. Setelah perjalanan panjang dalam kehidupan cintaku selama ini, mungkin inilah saatnya aku berlabuh. Menemukan dermaga cintaku untuk kemudian menetap di sana. Inginku untuk selamanya.

Kunyanyikan lagu cinta yang selalu jadi kesukaanku. Because of You dari Keith Martin mengalun lembut di hatiku:

Because of you, my life has changed,

thank you for the love and the joy you bring
Because of you, I feel no shame,

I'll tell the world it's because of you

Segala penolakan yang kerap hantui diriku, berangsur menghilang. Berganti menjadi pancaran sinar mentari yang menaungi diriku. Indah. Hangat. Begitulah cinta kami yang selama ini terjalin jarak jauh. Lewat semua media yang memungkinkan-internet, telepon, chatting, kami berusaha berkomunikasi dengan efektif. Dan pertemuan ini adalah puncaknya.

Dari Pontianak, aku menuju ke Jakarta. Menginap semalam dan inilah saat yang kutunggu-tunggu, aku akan segera menemui pujaan hatiku.

Selama di Kanada akhir tahun 2009…

Hari pertama aku tiba di Kanada merupakan hari yang luar biasa. Aku tiba pukul delapan malam, dia langsung mengajakku untuk makan malam di Restoran Cina di sana. Setelah ‘dinner’ itu, kami langsung menuju rumahnya. Di sanalah dia menanyakan kesediaanku ‘tuk jadi istrinya.

Do you want to be my wife?”

Yes, I do.” Anggukku kuat-kuat.

So, I will not search another anymore.” Begitu katanya.

Hatiku berbunga-bunga. Bahagia. Joe menerimaku apa adanya. Karena Joe pun pernah menikah dan istrinya sudah meninggal, dia tak ingin punya anak lagi. Aku pun mengangguk tanda setuju. Apa yang kuinginkan selain punya seseorang yang dicinta? Tak punya anak lagi pun tak mengapa, karena Joe sendiri sudah punya 2 anak dari pernikahan sebelumnya. Akan kuperlakukan mereka sebagaimana anakku sendiri.

Banyak yang kami perbincangkan, terutama tentang masa depan kami. Karena merasa cocok dengan Joe, apa pun yang dia minta aku penuhi. Termasuk perjanjian pisah harta/prenuptial agreement sebelum menikah juga aku setujui. Dan ternyata dirinya yang cukup posesif dan bilang jangan cari pria lainnya. Aku mengangguk setuju. Artinya dia serius padaku.

Waktu tiga minggu terasa singkat dan aku harus kembali ke Jakarta. Aku cukup sedih karena harus berpisah dengan Joe. Dan kami terpisahkan jarak yang cukup jauh. Beda benua. Tapi, aku sabar menunggu… Mungkin tahun depan setelah menikah, kami akan kembali bersatu.

Jakarta kumenuju…

Dalam pesawat yang membawaku pulang, aku berpikir dan merenung. Banyak hal yang ada di kepalaku. Semua menjadi satu. Tetapi, satu pulalah jawaban yang sudah jelas: Joe akan meminangku dan kami akan melanjutkan jalinan kisah cinta kami ini. Beginilah rasanya dicintai dan mencintai. Saling memiliki. Aku bahagia.

Di Jakarta aku langsung menunggu di bandara. Menunggu pesawat berikutnya yang akan membawaku ke Pontianak. Aku sempat terpikir sahabatku, Evie yang tinggal di Jakarta ini. Sahabat terbaik yang aku miliki. Evie ini lebih dekat dari keluargaku sendiri. Dia sudah 34 tahun jadi teman terdekatku. Tak ada rahasia. Semua kuceritakan padanya. Dia bagaikan sebuah buku yang di dalamnya tertulis semua kisah hidupku. Aku bahagia punya sahabat sepertinya. Evie punya 3 anak dan statusnya memang janda. Aku menemukan sahabat sejati di dalam dirinya.

Kutelpon Evie, dia pengin kenal juga dengan calon suamiku, Joe. Tak mengapa tentunya. Sahabat terbaikku punya hak juga memberikan penilaian terhadap calon suamiku. Mengapa tidak? Bahkan katanya dia ingin mendekatkan diriku dengan calon suamiku. Wah, Evieee… Kamu memang sahabat sejati!

Kalimantan Barat, kampung halamanku…

Aku kembali beraktivitas seperti semula. Kembali ke kota kelahiranku di Kalimantan Barat ini. Banyak rencana terpatri di kepalaku. Sukacita memenuhi hatiku yang berbunga-bunga ini.

Sahabatku pun bilang sudah mengenal calon suamiku. Ah, bertambah senang hatiku. Semua rencana ini semoga lancar dan terwujud jadi nyata.

Januari 2011

Seolah duniaku runtuh. Hari itu aku mendengar berita dari abang sepupuku, orang yang memperkenalkanku dengan Joe. Dia bertanya, apa aku mengenalkan sobatku pada Joe. Kujawab iya. Katanya mereka sekarang menjalin cinta dan terdengar kabar, bahkan mereka akan segera melangsungkan pernikahan.

Air mata membanjiri kedua belah pipiku. Ah, itu tak seberapa. Hatiku seperti disayat-sayat. Dua orang yang kukasihi dan kupercayai. Mengapa tega memperlakukan aku begini? Aku kehilangan selera makan. Berat badanku menurun drastis. Mamaku pun sedih melihat keadaanku.

Aku masih tak percaya dengan semua kenyataan ini. Pengkhianatan yang luar biasa kurasakan dari sahabatku yang merebut calon suamiku sendiri. Terkadang, jika kupikir-pikir, aku sendiri tak tahu salahku di mana. Mungkin perasaan bersalah yang terus menerpaku adalah saat kuperkenalkan mereka berdua. Tetapi, tujuanku semula agar sobat terbaikku bisa ikut menilai calon suamiku, berbalik menjadi bumerang bagiku.

Aku mencoba menghubungi Evie. Dengan rasa sakit yang luar biasa di hatiku, dia hanya menjawab setengah berkelit:

“ Tidak, aku hanya kenal dia, tapi tidak dekat dengannya, Tere.” Tak lama dia lalu bilang: “ Bagaimana perasaanmu kalau aku menikah dengan Joe?”

Kutahan air mataku, kujawab serak setengah tercekat:

“ Kalau kamu yang jadi aku, bagaimana perasaanmu???”

Persahabatan kami putus sampai di situ.

Maret 2011

Pernikahan itu membuahkan luka tak terobati di hatiku.

Pernikahan pacarku dan sahabat terbaikku. Terkhiati dua kali.

Aku tak mengerti, mengapa jalan hidupku begini. Tak mengerti sama sekali. Yang ada hanyalah hari-hari sepi, tanpa mereka berdua di sisi. Yang ada hanyalah meratapi nasib dan menangisi semuanya.

Apakah memang bahagiaku hanya bersumber dari mereka berdua?

Hanya Mama yang menemaniku. Membisikkan ketegaran di telingaku. Juga beberapa teman yang bersimpati pada kisahku. Terkadang kupikir ini bukanlah akhir dunia bagiku. Walaupun sakit. Teramat sakit. Tetapi, ketika pikiran positif tengah menghampiriku: kupikir memang Joe bukan yang terbaik bagiku. Tetapi, Evie yang seolah merampasnya dariku, menghempaskan diriku ke lautan penyesalan terdalam. Mengapa, oh mengapa harus begini???

Juni 2011

Waktu berjalan pelan. Tetapi, aku berusaha tegar. Walaupun tak sanggup berdiri. Aku tetap merangkak perlahan. Bahagiaku mungkin tak harus menikah dengan Joe. Bahagiaku mungkin tak harus bersahabat dengan Evie. Tegarlah, Tere, raihlah bahagiamu sendiri.

Walau masih banyak pertanyaan di dalam hatiku, aku mencoba terus bertahan dan berjalan. Aku masih bertanya-tanya, bagaimana mereka sampai bisa menikah? Mengapa Joe sampai mengingkari semua janji yang dia katakan padaku? Dia bilang dia tak mau punya anak, tetapi mengapa dia malah memilih Evie yang beranak tiga itu? Semua tak masuk akal bagiku. Aku sering menangis memikirkan hal itu.

Satu yang kusyukuri: aku masih sehat. Dan dengan kejadian ini aku melihat bahwa Joe bukanlah yang terbaik dalam rencana-Nya bagiku.

Aku masih punya Tuhan yang melindungiku dan tahu yang terbaik bagiku.

Bahagiaku tak harus denganmu, Joe! Biarkan kucari bahagiaku bersama-Nya.

Aku masih sangat sedih. Perih rasanya mengingat pengkhianatan itu. Tanpa aku pernah tahu, apa alasan di balik semuanya itu. Biarlah nanti Sang Waktu yang menyembuhkan diriku. Semoga aku pun mau membuka hatiku untuk sembuh. Suatu hari nanti, sungguh kuharapkan itu.

HCMC, 21 Juni 2011

-fon-

*kisah nyata seperti yang dikisahkan seorang sahabat di dunia maya kepada saya. Seluruh nama bukan nama sebenarnya. Tegarlah, sobatku, Tuhan punya rencana lain bagimu. Sabar menanti penggenapan rencana-Nya dalam hidupmu. God bless you.

* Copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

Monday, July 11, 2011

Being Mom: Arti Sebuah Pengorbanan


Hari ini, ketika menunggui anak pertama kami kursus Kumon di Ho Chi Minh ini, saya bertemu dengan seorang ibu lainnya. Dia orang Vietnam, tinggal 100 km dari Ho Chi Minh City (HCMC) katanya. Dia menunggui anak satu-satunya yang berumur 3 tahun untuk memulai kursus Kumon pertama kalinya. Percakapan sederhana yang terjalin, setidaknya kembali membuka mata saya akan arti sebuah pengorbanan.

Ms. Gia (bukan nama sebenarnya), harus mengemudi mobilnya sendiri. Bersama anaknya yang berusia 3 tahun itu, dia menembusi jalan-jalan dan kemacetan antarkota dari propinsi Dong Nai bagian paling ujung, tempat dia tinggal, menuju HCMC. Dia merasa perlu melakukan hal ini, karena belum ada kursus Kumon di tempat tinggalnya. Jarak tempuh yang harus dia ambil setiap Selasa dan Jumat adalah setidaknya 6 jam bolak-balik untuk kursus Kumon yang hanya maksimal 45 menit untuk anak seumur anaknya. Tiga jam berangkat dan tiga jam pulangnya, belum tambah kemacetan dan kacaunya lalu lintas di HCMC. Mungkin banyak dari kita (termasuk saya) yang akan menyerah.

Saya lalu terpikir bahwa begitu besar pengorbanan Ms. Gia dalam perjalanannya mencari ilmu bagi anaknya. Saya yakin, cerita Ms. Gia hanyalah sebagian kecil dari pengorbanan para orangtua dalam membesarkan anaknya. Ketika Si Anak masih bayi, tentunya yang diperhatikan adalah makanan, asupan ASI, imunisasi, suhu tubuh, dsb. Dan semakin besar anak tersebut, perhatian harus lebih dipusatkan ke hal-hal lainnya: pendidikan, pengajaran akhlak yang baik, karena membina seorang anak untuk jadi baik di tengah dunia yang bobrok ini terkadang terasa begitu sulitnya.

Terngiang dalam telinga saya, kisah para orangtua yang rela tinggal jauh dari anak-anaknya. Mereka harus terpisah, karena Si Anak bersekolah di luar kota bahkan di luar negeri, walaupun umur masih amat muda- mungkin masih sekolah dasar-hanya demi masa depan mereka. Belum lagi perjuangan para orangtua dengan anak-anak yang memiliki kondisi khusus. Misalnya penyakit tertentu atau kekhususan tertentu yang menjadikan Si Anak berbeda dari teman-teman sebayanya.

Belum lagi kondisi keuangan keluarga yang belum tentu menunjang untuk membesarkan dan membiayai anak-anak tersebut, menjadi kekuatiran tersendiri juga bagi yang menjalaninya…

Jadi orangtua yang baik, memang selalu membutuhkan pengorbanan. Karena setelah mendapatkan anugerah dalam bentuk buah hati yang dititipkan-Nya pada kita, setelah itu adalah waktu-waktu penuh perjuangan untuk mendidik mereka dengan baik. Banyak kali, para orangtua muda yang belum berpengalaman memang harus belajar dari pengalaman jatuh-bangun mengurus anak itu sendiri. Belajar dan mau mengampuni diri sendiri. Karena dulu mungkin punya pemikiran bahwa orangtuanya bukanlah orangtua ideal. Dan kalau ia jadi orangtua, dia takkan pernah lakukan hal tersebut. Namun, berhadapan dengan kenyataan, tidaklah semudah apa yang selalu dibayangkan.

Bukan berarti harus putus asa juga dengan seluruh kondisi di zaman ini maupun masa depan. Menjadi orangtua yang baik, memang penuh pengorbanan. Tetapi, itu semua hendaknya jangan dijadikan beban. Karena tetap mengusahakan yang terbaik, melakukan yang terbaik, serta mendoakan itu semua… Agar Tuhan melengkapi sepanjang perjalanan kehidupan kita dengan kasih dan kesabaran serta pengampunan… Berpegang tangan dengan Tuhan, merangkul anak-anak kita dengan kasih. Untuk kemudian melangkah dalam iman di kehidupan ini.

Ho Chi Minh City, 5-6 Juli 2011

-fon-

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya.

Thursday, July 7, 2011

On Our Silver Anniversary…



*** suatu saat nanti ketika Perayaan Perak Perkawinan kita…

Ketika menikah, kuingat sekali kata-katamu:

“ Aku tak punya banyak harta, juga tak miliki emas permata. Yang kupunya hanya cinta, ketulusan dan kemauan untuk bekerja keras untuk masa depan kita.”

Aku terdiam. Membisu. Dalam hati kurasakan kesungguhan niatmu. Bahwa memang kau sungguh serius dalam menjalin cinta denganku.

Ketika aku bercerita pada kawan-kawanku yang agak borju, mereka lantas menertawakanku.

“ Makan tuh CINTA!” Begitu kata mereka. Aku lagi-lagi memilih diam. Percuma juga untuk melawan mereka dengan argumentasi apabila mereka sudah punya pikirannya sendiri. Yang pasti, bahagiaku tidak tergantung apa perkataan orang sekitarku, itu yang selalu kuyakini.

Kini, setelah dua puluh lima tahun kita bersama…

Harus kukatakan bahwa aku sungguh merasa beruntung memilikimu sebagai suamiku. Yang sungguh memang tak punya banyak harta, uang, ataupun posisi yang menjanjikan di awal kita berjumpa. Tetapi, aku tak pernah menyesali sedikit pun keputusanku menerima engkau sebagai suamiku. Terlebih, apa yang kauucapkan dulu memang selalu jadi prioritasmu nomor satu. Kerja kerasmu, tulusnya dirimu, dan cintamu, memang tak pernah lekang oleh waktu, walaupun cinta itu tak lagi membuat kita berdebar-debar ketika bertemu. Tetapi, aku tahu, bahwa cintamu pada anak-anak kita yang beranjak dewasa selalu memenuhi setiap sudut ruang keluarga kita. Terlebih lagi memenuhi setiap lekuk-liku hati kita yang paling dalam.

Aku tak menampik bahwa memang uang adalah faktor yang penting. Uang bisa membuat hidup lebih mudah, lebih nyaman, lebih enak kata banyak orang. Apalagi di zaman sekarang ini, tak punya uang seolah adalah kartu mati. Tetapi, apakah tindakan mendewa-dewakan uang semata adalah hal yang paling tepat? Berapa banyak keluarga yang morat-marit justru juga karena orangtuanya terlalu banyak uang? Sehingga memungkinkan mereka membeli cinta dari banyak orang, seolah selingkuh begitu mudahnya.

Setia? Ah, perkataan itu seolah hal yang basi. Karena cinta pun ternyata bisa dibeli.

Tulus dan jujurmu, membuat aku semakin yakin bahwa memang kaulah yang terbaik yang Tuhan kirimkan dalam hidupku. Kau bukan yang paling tampan di seluruh dunia, tetapi di mataku, memang engkau yang paling cocok bagiku. Prinsip hidup yang teguh juga tanggung jawabmu adalah juga faktor yang menjadikan kita seperti hari ini. Apa yang kita nikmati, keberhasilan setelah jatuh-bangun dalam kehidupan, terasa manis untuk kita reguk bersama. Kesuksesan ini adalah anugerah terbaik bagi kita yang dikaruniakan-Nya.

Anak-anak satu per satu mulai besar. Bahkan sudah ada yang menikah. Juga tak lama lagi, kita akan menimang cucu. Aku bahagia, Pa. Karena kita sudah lewati banyak tantangan selama dua puluh lima tahun ini. Perjuangan panjang yang tidak mudah, tetapi kita tak pernah henti saling bergandeng tangan. Bersatu sebagai keluarga, menghadapi permasalahan maupun persoalan yang silih berganti sebagai suatu pembelajaran. Serta tak henti berdoa untuk mohon kekuatan dari Tuhan. Karena Dialah kita akan dimampukan untuk selalu menimba ketegaran karena pertolongan-Nya semata.

Happy 25th Anniversary, Pa…

Semoga cinta kita tak lekang oleh waktu, sampai maut pisahkan kita. Aku menantikan tahun-tahun yang masih akan kita jalani bersama seizin-Nya. Dalam untung dan malang, sehat dan sakit, sehidup semati bersama.

Ho Chi Minh City, 7 Juli 2011

-fonnyjodikin-

*perkawinan saya pribadi masih jauh dari angka 25, tiap harinya merupakan pembelajaran tersendiri bagi saya sekeluarga.

* Semoga kita terus memperjuangkan serta terus mendoakan pernikahan kita. Dan dengan campur tangan-Nya, semoga semakin banyak perkawinan yang langgeng. Amin.

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

beautyandthegroom.com


Sunday, July 3, 2011

Trauma



Disekanya wajahnya berulang kali. Satu, dua, tiga, sampai sepuluh kali. Tak jua merasa bersih. Busa sabun pencuci wajah tidak lagi tersisa. Air pun sudah bersih dari wajahnya. Tapi, ia tetap merasa kotor, seolah wajahnya belum lagi dicuci.

Luka itu masih tersisa.

Bukan hanya di wajahnya yang lebam biru hasil kekerasan orang yang dia kasihi, tetapi juga di hatinya. Hati yang dulu begitu putih, seputih salju. Kini merah, berdarah. Terpukul dirinya. Begitu parah.

Perlahan dipandanginya wajahnya lewat cermin wastafel tempat ia menyeka wajahnya dan menggosok giginya. Senyum itu tak lagi manis. Sudut-sudut bibir yang naik, membuat dirinya terlihat sedikit sinis. Kalau tidak bisa dikatakan sadis. Senyum yang menyakitkan. Karena dia tahu, senyum itu adalah senyum dengan keterpaksaan. Setelah selama ini yang dia lakukan hanya menangis.

Beban hidup itu terlalu berat baginya. Berkali-kali dia disakiti oleh orang yang dia cintai. Dia inginkan pulih. Dia inginkan hidupnya kembali berseri. Namun, ternyata itu semua begitu sulitnya.

Orang yang paling dia cintai telah menorehkan luka.
Lagi dan lagi…

Tak hendak ia berlari, karena cinta terlanjur mengikat kedua belah kakinya dan memaksa dirinya untuk tetap tinggal. Tetapi, apakah kekasihnya benar-benar mencintainya? Atau ia hanya bertepuk sebelah tangan belaka?

Kekasih hatinya tempat ia curahkan seluruh cinta…

Sudah sepuluh tahun mereka menjalin cinta. Mesra. Tetapi, waktu pulalah yang membuktikan kalau kekasihnya bukan tipe setia. Sebegitu mudahnya dia main mata pada banyak wanita. Sudah lebih dari sepuluh kali penyelewengan itu terjadi. Dia selalu merasa sulit melepaskannya pergi, setiap kali dia bersimpuh dan memohon maaf untuk kembali. Terkadang, setelah tamparan keras di pipinya. Kekasihnya memaksakan kehendaknya untuk tetap kembali.

Cintakah? Ataukah kebodohan berwujud cinta sampai mati, walaupun terus dilukai?

Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi. Dari kehidupan kekasihnya yang sangat dia cintai. Perih, teramat pedih. Tetapi, dia sudah membuat keputusan bulat. Tekadnya sangat kuat. Walaupun sulit dan setengah tertatih, dia putuskan untuk tetap melangkah walau masa depan tak pasti.

Trauma itu terlalu membekas di dirinya.

Tak lagi ingin ia mencinta. Karena cinta ternyata tak seindah ceritanya. Tak seindah film drama, tak semerdu lagu cinta. Muak, menyakitkan, hilang percaya diri, juga hilang harapan akan cinta.

Satu hal yang terus dia ingat dalam hati.

Mungkin dia tak punya kesempatan mencinta lagi. Tetapi, dia tetap ingat dalam hati, bahwa dirinya bukanlah suatu kesalahan atau kesia-siaan.

Penolakan kekasihnya, bukan berarti penolakan seluruh dunia atas dirinya. Dia masih punya orang-orang yang mencintainya. Kakak, Mama, Papa, dan adiknya. Juga sahabat-sahabat dekatnya. Mereka memberikannya harapan dan dirinya menjadi tetap percaya. Bahwa trauma cinta ini akan tersembuhkan pada akhirnya. Dengan cinta dari Sang Ilahi.

Dengan membuka diri pada-Nya dan menyerahkan segala sakit hatinya- termasuk semua jenis trauma yang pernah dia alami. Untuk kemudian suatu saat nanti, sembuh dan dia bisa berdiri. Tegar, walau pernah sakit hati. Memilih untuk menatap masa depan dengan harapan, di tengah seluruh keputusasaan. Merajut impian bersama Tuhan, bahwa masa kini yang buruk, mungkin suatu saat ‘kan berganti.

Trauma itu sering muncul lagi.

Tetapi, tiap kali ia muncul, dia berdoa dan membawanya kepada Sang Maha Tinggi. Dia tak pernah sanggup jalan sendiri. Dan dia ingin serahkan segala mimpi yang pernah dia miliki. Tentang cinta, kekasih, dan keinginan berkeluarga suatu saat nanti…

Percaya, bahwa Tuhan sudah sediakan masa depan yang indah, sesuai dengan rencana-Nya. Mungkin bukan seperti apa yang ada dalam pikirannya selama ini. Namun pasti yang terbaik yang Dia berikan dalam hidupnya nanti.

Ho Chi Minh City, 3 Juli 2011

-fonnyjodikin-

* copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

pempympym.blogspot.com