Monday, March 28, 2011

I Don’t Wanna Miss a Thing


I Don’t Wanna Miss a Thing

I could stay awake just to hear you breathing
Watch you smile while you are sleeping
Far away and dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
I could stay lost in this moment forever
Well, every moment spent with you
Is a moment I treasure

(Aerosmith - I Don't Wanna Miss A Thing-OST Armageddon)

Mungkin karena Steven Tyler- Sang Vokalis Aerosmith- mendadak beken kembali dengan kemunculannya sebagai salah satu juri American Idol Season 10 bersama Jennifer Lopez dan Randy Jackson…

Mungkin karena lagu ini dinyanyikan kembali saat audisi para kontestan American Idol…

Mungkin pula saya pribadi baru merasakan sukacita yang baru dengan kelahiran anak kedua kami…

Dan bukan tidak mungkin, ini adalah gabungan seluruh situasi yang ada…

Ah, saya jadi menikmati lirik itu sekaligus melakukannya…

Saya terbangun di malam hari, menikmati pemandangan baru yang ada di depan saya… Bayi kami tengah tertidur nyenyak. Saya terjaga untuk melihat setiap tarikan nafasnya. Senyumnya, sekaligus juga sesekali tampak seringainya yang seolah hendak menangis… Benar-benar momen ajaib yang thank God, diperkenankan bagi saya untuk merasakannya kembali…

Begitu banyak yang ingin saya abadikan di dalam memori saya. Bukan melulu melalui kamera… Kali ini, saya banyak mencatatnya dalam diam. Dalam keheningan, dalam kedamaian, memandangi wajah innocent-nya yang sedang terlelap. Tidak ingin melewatkan satu momen sekali pun. Tidak ingin beranjak, terkadang ingin berdiam dalam keharuan sekaligus dalam kebahagiaan-yang walaupun tercampur keletihan dan proses pemulihan seusai persalinan-tidak mengurangi kadar bahagia itu sendiri…

I don’t wanna miss a thing..

Buat orang-orang terkasih yang oleh-Nya diperkenankan masuk dalam lingkaran cinta saya…

Buat orang-orang terkasih yang oleh-Nya diperkenankan masuk ke dalam lingkaran cinta Anda…

Jangan lewatkan tiap detik bersama mereka. Karena sungguh, setiap waktu adalah berharga… Apalagi jika mereka adalah orang yang sungguh kita cintai, kita kasihi, dan amat dekat di hati….

Capturing every moment with all our heart…

Mengabadikan setiap momen berharga untuk kemudian menyimpannya sebagai sesuatu yang berharga di dalam hati kita… Indahnya cinta, bukan hanya pada hal-hal yang berbau kesenangan belaka. Melainkan berbagi di dalam suka maupun duka…. Melewati banyak masalah bersama dan tetap tegar berdiri di atas itu semua…

Cinta, memampukan kita untuk melangkah walaupun sulit dalam pikiran kita. Cinta yang menerima, bukan yang menuntut…

Cinta yang aktif, yang melakukan sesuatu atau melakukan banyak hal bagi yang dikasihinya dengan sepenuh hati… Dan bukan cinta yang memaksakan kehendak demi kepentingan pribadi melulu…

And treasuring every moment that we have…

Menghargai sekaligus memaknai setiap waktu, kejadian yang kita lewati sebagai anugerah, pengalaman, pembelajaran… Untuk hidup lebih baik buat yang dicintai… Sebagai rahmat yang tak terhingga yang membuat kita lebih ‘hidup’ karena kasih… Cinta menghidupkan kita kembali…Membuat yang layu menjadi mekar kembali…

I don’t wanna miss any single thing… Just keep on loving and believing… That love is the greatest gift of all… And the greatest love of all is: God’s love… Which make us able to see, to love, and to be loved unconditionally by Him. And spread His love to the people surround us…

Ho Chi Minh City, 29 Maret 2011

-fonny jodikin-

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumber/nama penulisnya. Trims!

Sumber gambar:

photo.yume.vn

Thursday, March 17, 2011

Memilih Untuk Tetap Bahagia



Kalau diingat-ingat, empat tahun empat bulan yang lalu…

Ketika saya meninggalkan karier, sahabat, serta pelayanan saya di Jakarta, saya merasa sedih sekaligus juga ‘excited’ karena saya pindah ke negara yang sudah menjadi impian saya sejak kecil untuk bersekolah di sana, yaitu Singapura. Tetapi, hari-hari sesudah kepindahan tersebut, ternyata menjadi hari-hari yang tidak mudah untuk dilalui. Adaptasi, kelahiran anak pertama kami, juga berusaha mengatasi perubahan dan kesepian selama di rantau, menjadi pelajaran berharga sekaligus membuka cakrawala yang baru di bidang yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya akan jadi seperti hari ini yaitu bidang penulisan.

Ada kalanya, ketika mendengar beberapa sahabat saya di Jakarta mengalami promosi, mendapat bonus, mendapat kenaikan gaji, hati saya ketika itu sempat tergelitik juga: itu bisa jadi bagian dari hidup saya kalau saja saya masih ada di lantai Bursa Efek Jakarta dengan karier yang sempat saya tekuni selama sepuluh tahun lamanya. Tetapi, kemudian saya menyadari bahwa apa yang saya miliki itu semua adalah milik Tuhan, dan bukan saya yang mengaturnya. Sekarang, harus saya akui: saya amat bersyukur dengan apa yang saya miliki: keluarga, waktu bersama anak, dan mengembangkan hobi sekaligus talenta yang Tuhan titipkan kepada saya sebagai penulis.

Pagi ini, ketika mengantar anak kami ke sekolah, saya menjumpai seorang tetangga yang juga mengantar anaknya ke sekolah. Dia orang Colombia nan cantik, tak kalah dengan peserta ratu-ratu sejagad dalam ‘beauty contest’ semacam Miss Universe atau Miss World. Dia nampaknya berat meninggalkan anaknya yang baru berusia setahun lebih pagi ini, dikarenakan sudah memasuki hari ke-3, Si Anak yang lucu itu tengah demam. Hari pertama bahkan demamnya mencapai 39 derajad Celcius. Dia harus pergi ke kantor dan meninggalkan anaknya yang sakit bersama ‘nanny’ atau ‘baby sitter’-nya. Wajah kecewanya masih terekam di kepala saya. Saya prihatin dan bersimpati untuk sahabat saya itu, sekaligus mensyukuri keadaan saya saat ini. Hal itu adalah hal yang belum pernah saya rasakan selama ini, karena saya mengasuh anak saya sendiri. Jadi, saya punya cukup waktu untuk membawanya ke dokter sendiri, melihat setiap perkembangannya secara pribadi, hal yang tak bisa ditukar dengan uang berapa pun bagi saya. Ini adalah satu ‘privilege’ yang indah yang Tuhan berikan buat saya. Memang karier adalah penting, tetapi bagi saya sekarang ini, waktu yang berharga bersama keluarga ternyata menjadi hal yang membahagiakan walaupun tidak melibatkan uang yang banyak di dalamnya. Banyak hal yang tidak selalu bisa diukur dengan uang, walaupun saya sadar: uang pun adalah hal yang penting juga, tetapi uang bukanlah segalanya. Bahagia, tak melulu melibatkan uang. Tetap bahagia walaupun belum punya cukup uang bisa terjadi, karena kebahagiaan itu adalah suatu pilihan sekaligus suatu keputusan.

Buku sahabat saya, Bhudi Tjahja, seorang penulis di ‘Facebook’ yang belum lama ini menerbitkan bukunya: BAHAGIAlah, Sekarang Juga! Sudah habis saya lahap sekitar dua minggu yang lalu tak lama setelah buku itu sampai ke tangan saya di Ho Chi Minh City ini. Buku ini menjadi inspirasi sekaligus sesuatu yang mengingatkan saya untuk memilih untuk kemudian memutuskan untuk bahagia. Bukan kemarin, bukan besok, tetapi SEKARANG juga!

Saya bahagia dengan apa yang saya miliki saat ini, karena saya sadar itu semua semata-mata hanyalah anugerah Yang Kuasa. Yang begitu baik memberikan segala perubahan ini kepada saya, hanya untuk menyadari bahwa itulah yang terbaik dalam rencana-Nya bagi saya.

Pagi ini (dan semoga di setiap harinya) saya akan berusaha untuk memutuskan dan memilih untuk bahagia…

Tak perlu tunggu waktu, tak perlu tunggu nanti….

Tak perlu tunggu sampai punya ini, punya itu…

Tak perlu tunggu anak lebih besar, kondisi lebih mapan, dan sebagainya… Tetapi, saat ini jadikan hidup kita sebagai nyanyian syukur tanpa henti atas penyelengaraan-Nya yang luar biasa dan penuh cinta dalam hidup ini.

Ho Chi Minh City, 18 Maret 2011

-fon-

* Special thanks buat Bhudi dan virus Bahagianya yang menyebar sampai ke Vietnam :)

* copas, forward, atau share? Mohon sertakan sumbernya.

Wednesday, March 9, 2011

Being Mom: Baby Sitter


Being Mom: Baby Sitter

Setelah sekian tahun mengurus anak sendiri tanpa pengasuh anak atau yang biasa dikenal sebagai ‘baby sitter’ atau ‘nanny’, akhirnya dalam kehamilan yang kedua ini kami memutuskan untuk mencari seseorang yang bisa membantu kami.

Perburuan ‘nanny’ itu sendiri sudah saya lakukan jauh-jauh hari ketika kami berada di Indonesia di awal kehamilan saya. Saya sudah mengontak beberapa agen ‘baby sitter’ (untuk selanjutnya disingkat BS) dan menitipkan nama saya kalau-kalau mereka punya seseorang yang cocok buat kami bawa ke Vietnam. Beberapa langsung menyatakan tidak berani, sementara beberapa lagi mengemukakan alasan karena baru saja lebaran jadi stok belum ada… Akhirnya saya merasa beruntung ketika tahu, BS yang pernah bekerja pada kakak saya menyatakan kesediaannya untuk ikut. Tetapi dia belum memiliki paspor dan karena dia sudah bekerja belasan bahkan dua puluh tahun lamanya, gajinya di Jakarta sudah cukup tinggi. Sementara kondisi orangtuanya juga sakit-sakitan, akhirnya dia hanya mengirimi saya sebuah SMS yang berbunyi: “ Maaf ya, Non. Saya tidak jadi bekerja pada Non, saya sudah terima pekerjaan di Jakarta dengan gaji sekian sekian. Non boleh marah sama saya. Maaf ya, Non.”

Saya hanya menghela nafas, menjawab singkat: “ Gak pa-pa, mungkin kita gak jodoh.” Agak kesal sebetulnya, tetapi memutuskan untuk berpikir positif. Kalau dibawa ke Vietnam lalu minta pulang dan bikin pusing kepala, juga repot. Lagian paspor belum siap, sementara kami harus berangkat ke Vietnam. So, biarkan saja. Mungkin ada yang lainnya? Kami memutuskan untuk mencari di Vietnam.

Sesampainya di Vietnam, saya lalu mencari-cari adakah yang cocok buat kami. Kendala bahasa yang selalu jadi problem, karena tak banyak yang bisa Bahasa Inggris. Sementara Bahasa Vietnam saya masih lumayan. Lumayan parah maksudnya haha… Setelah 3 bulan belajar, lalu pulang Indo dan hamil, saya tidak lagi kursus Bahasa Vietnam. Alhasil, hanya bisa buat belanja, nawar barang, dan naik taksi. Apa boleh buat memang sebegitulah kemampuan Bahasa Vietnam saya :) Jadi, kalau disuruh menjelaskan panjang lebar pakai Bahasa Vietnam kepada BS atau pembantu, pastinya problem. Atau terpaksa pakai bahasa tarzan plus google translator.

Sudah interview beberapa orang di HCMC, yang pada menit-menit terakhir kemudian mengundurkan diri. Apa pun alasannya. Dua minggu lalu, dia bilang masih bekerja pada majikannya lalu bilang majikannya tidak memberi izin pindah. Yang Senin lalu saya ‘interview’ juga bilang tidak sanggup di hari ini (hari di mana dia janji akan mulai bekerja) karena takut dia tidak mengerti bahasanya (karena dia hanya bicara dalam Bahasa Vietnam). Ada pula kejadian-kejadian di mana sudah ada calon, tetapi batal lagi. Apa pun alasannya.

Saya sedikit bingung, garuk-garuk kepala.

Hmmm, mengapa begini sulitnya? Apa memang saya tidak boleh punya pembantu, Tuhan? Dari sempat kesal, marah, lalu nyengir saja. Mau bilang apa? Sebetulnya saya masih beruntung ada orangtua yang membantu saya dan anak pertama saya sudah sekolah. Jadi, memang tidak begitu parah. Tetapi kendalanya ya koq adaaaa saja…

Memutuskan memakai BS atau pembantu setelah sekian tahun tanpa mereka, jujurnya juga merupakan keputusan besar. Karena kami kehilangan ‘privacy’ dan juga harus lebih hati-hati tentunya. Tak bisa lagi sebebas-bebas yang kami mau. Dan proses adaptasi yang kami perlukan juga tidaklah gampang. Tetapi, tanpa bantuan mereka, agaknya kami akan kerepotan juga.

Jadilan suatu dilema.

Sampai hari ini, ketika saya tengah menghitung hari kelahiran anak kami yang ke-2. Saya masih belum menemukan seorang BS ataupun ‘maid’ yang bisa membantu kami. Siang ini akan ada satu ‘interview’ lagi. Saya hanya bisa tertawa dalam hati, berdoa, semoga cocok ya, Tuhan! Kalau tidak? Ya, siap-siap urus sendiri, tokh di banyak negara maju seperti Jepang, Australia, Amerika Serikat, atau Eropa, di mana harga pembantu atau ‘nanny’ selangit… Para ibu mengurus anaknya sendiri dan sanggup-sanggup aja, tuhhh… Jadi, satu sisi harus siap-siap ‘mode on’ juga…

Ya, Tuhan, kuatkanlah hamba-Mu. Terjadilah padaku seturut kehendak-Mu. Aku berdoa memang jika seseorang yang Kaukirimkan kepada kami itu memang hendaknya membantu kami, bukan menambah runyam keluarga kami. Karena tak jarang pula, pembantu yang harusnya membantu itu malah membuat masalah dan bikin kepala serasa mau pecah…

So, still wanted: A NannyJ

Ho Chi Minh City, 10 Maret 2011

-fonny jodikin-

*curhat seorang mami dalam mencari seorang ‘nanny’ J Tetap percaya, God will give the bestJ