Friday, March 18, 2016

God Gave Me You (Cerpen) - iwriteproject #01






God Gave Me You

God gave me you for the ups and downs
God gave me you for the days of doubt
For when I think I've lost my way
There are no words here left to say, it's true
God gave me you

Lagu itu menggema di telingaku.
Terasa kerinduan yang mendalam yang menyeruak dan mendominasi hatiku.
Begitu kuat dan membuatku ingin pulang.
Kupandangi pigura bertuliskan 'family' di dinding kamar apartemen studioku.
Foto bersama Mama, Kak Vivi, dan almarhum Papa yang sudah menghadap Tuhan dua tahun yang lalu.
Juga foto bersama keponakan-keponakanku- Dewa dan Dewi.
Akhirnya, tak terbendung lagi...
Tanpa terasa, air mata mengalir. Perlahan tapi pasti, memenuhi seluruh wajahku.
Membasahi bantal kepalaku.
"Mama, Kak Vivi, aku kangen kaliannnn!!!"

Kesepian seolah sudah jadi bagian hidupku.
Ditambah sekarang, saat aku putus dari Primus.
Tali kasih yang terbina sejak sepuluh tahun lamanya, putus dengan dipenuhi sakit hati dari pihakku.
Primus kedapatan berselingkuh dengan sekretaris di kantornya.
Bukan hanya sebentar, hal ini sudah berlangsung setidaknya tiga tahunan.

Mungkin aku yang terlalu lugu.
Mungkin aku yang terlalu menaruh percaya pada Primus.
Mungkin aku yang kurang menangkap tanda-tanda...
Banyak kali kejadian itu menderaku...
Aku berpikir begitu bodohnya diriku!
Semua itu mungkin tertangkap mataku...
Entah aku yang tidak mau peduli karena yakin sayangnya Primus padaku...
Atau Primus yang terlalu pandai menyembunyikan segala sesuatu?
Entahlah...
Aku tak tahu pasti...
Yang pasti: rasa sesal mendalam di lubuk hatiku.
Bukan hanya cinta dan kepercayaan yang terkhianati...
Perasaan sia-sia sudah semua pengorbanan selama sepuluh tahun ini...
Waktu, tenaga, dan uang yang tak sedikit...
Primus mengawali perusahaannya itu dengan meminjam sebagian besar uangku...
Uang hasil kerja kerasku sebagai desainer pakaian pesta.
Sampai perusahaannya yang merupakan biro perjalanan online itu sukses dan punya kantor berlantai tiga di Ruko Mangga Dua.
Aku sungguh berbahagia atas kesuksesannya yang dia raih...
Tentunya, melihat kekasih kesayanganku berhasil, sungguh merupakan sukacita tak terkira!
Aku lalu makin percaya, bahwa langkah-langkah kesuksesan Primus akan membawanya dengan cepat meminangku.
Karena pastinya ada andil dariku yang menjadikannya menikmati apa yang dia capai pada hari ini.
Namun, apa mau dikata...
Tahun demi tahun berlalu, harapanku itu tak pernah jadi nyata...
Semakin lama bahkan Primus seolah semakin menjauh dariku...
Aku gigit jari, namun kenyataan ini sungguh menghentakku...

Sampai suatu malam...
Terbongkar juga kebohongan Primus selama ini.
Diam-diam aku datang ke kantornya, tanpa menelpon terlebih dulu.
Hetty, sekretarisnya yang cantik-muda-keren itu, tengah duduk di pangkuan Primus sambil membicarakan jadwal kerja Primus.
Mataku basah. Kerongkonganku tercekat.
Aku masih berusaha tenang, walaupun hatiku sangat bergejolak...
Ingin kuhampiri mereka dan kutampar seketika.
Dua-duanya!
Primus dan juga Hetty...
Primus yang sudah mempermainkan aku, orang yang mengangkat kehidupannya...
Dan Hetty, orang ketiga yang membuat porak poranda impianku untuk berlabuh di dalam sebuah mahligai rumah tangga.
Tapi nyatanya aku tak kuasa...
"Kalian terlalu!"
Hanya itu yang keluar dari mulutku. 
Sambil menahan tangis, aku berbalik dan lari sekencang yang aku bisa...
Diiringi tatapan kasihan dari orang-orang di kantor Primus yang seolah sudah sangat hafal dengan kebiasaan mereka berdua, aku menjadi merasa sangat malu.

Primus terlihat masih berusaha mengejarku, namun dihalang-halangi oleh Hetty.
Primus juga masih seolah berusaha meneriakkan namaku...
" Freya!!! Tunggu! Dengarkan aku..." 
Teriakan Primus masih terdengar walaupun sayup-sayup di telingaku.
Kututup kedua kupingku. 
Tak mau lagi kudengar kata-kata yang penuh kepalsuan dari mantan kekasihku.
Setia? Aku merasa begitu tolol telah mempertahankan kesetiaanku kepadanya yang jelas-jelas menduakan aku.
Mulai hari ini, putus saja kita Primus!

Tiga hari kemudian...
Singapura, kawasan Bukit Timah Road.

Dari Jakarta aku terbang ke Singapura, memenuhi undangan rekan kerja yang juga sering mengajak kerja sama.
Mr. Ronald Lim, yang biasa kupanggil Ronald karena dia lebih muda sekitar 1 tahun dariku.
Ronald juga seorang disainer pakaian pesta yang cukup terkenal di sini...
Dari internet, dia melihat hasil karyaku dan merasa tertarik...
Dia mengontakku via Facebook, lalu kemudian mengunjungi studioku di Jakarta...
Begitu saja terjalin kisah persahabatan dan kerja sama bisnis dengan Ronald.
Ronald sendiri bukan Singaporean asli...
Dia masih keturunan Indonesia, hanya saja sejak kecil orangtuanya pindah ke negeri Singa ini...
Ortunya adalah pengusaha sukses di negeri ini, terlihat dari rumahnya yang besar dan megah di kawasan elite: Bukit Timah.
Hari itu Ronald membawaku untuk makan siang bersama kedua orangtuanya yang masih sangat sehat dan energik meskipun usia mereka sudah melewati angka 70 tahun.

Setelah kejadian pahit dengan Primus, sebetulnya aku memutuskan untuk pulang ke tempat tinggal Mama dan Mbak Vivi  yang sekarang berdomisili di Yogyakarta...
Setelah menikah dengan pengusaha batik asal Yogya, Mbak Vivi juga memboyong Mama dari Jakarta untuk tinggal dengannya dan menjaga buah hatinya sementara Mbak Vivi membantu Mas Pras-suaminya dalam urusan bisnis keluarga.

Aku sempat kacau juga dengan pekerjaanku dan mohon pengertian Ronald untuk sedikit menunda hasil karya yang seharusnya diambil oleh asistennya akhir minggu ini...
Aku terpaksa jujur dan bilang bahwa pacarku berselingkuh dan aku masih dalam keadaan shock. (Entah mengapa aku bisa jujur, namun agaknya aku cukup merasa nyaman bicara padanya, bahkan tanpa kusadari aku sering curhat padanya).
Namun, Ronald memutuskan untuk mengundangku ke Singapura terlebih dahulu...
Sebelum nantinya melanjutkan perjalananku menemui Mama dan Mbak Vivi di Yogyakarta.
Tiket direct flight dari Singapura ke Yogya juga sudah kubeli.
Seminggu dulu di Singapore karena harus menyelesaikan pekerjaan kami.

"Freya, I hope that you would enjoy our simple lunch today." Ucapan yang disertai senyuman dari Ibu Ronald.
" Oh, yes, sure. Terima kasih, Tante."
"Ayo, ditambah lagi nasi dan lauknya." Seraya menyendokkan chili crab dan sayur hijau tumis segar ke piringku.

Ucapannya terlalu merendah, karena rasa dari masakan yang disajikan sungguh luar biasa. Tadi saat menjemputku dari  Changi Airport, Ronald sudah bilang bahwa rumah mereka punya Chef yang dihire dari rumah makan ternama Singapura. Khusus bagi ayah dan ibunya...

Ronald sangat baik sebagai seorang sahabat di saat-saat aku tengah begitu 'down' akan relasiku dengan Primus.
Dia bukan saja memberikanku perhatian di bidang pekerjaanku, malah lebih dari itu.
Ronald memberiku kebebasan berkreasi di studio desainnya di Marina Bay Sands-The Shoppe.

Juga menempatkanku di Hotel MBS (Marina Bay Sands) selama 3 hari. 
Empat harinya di apartemen keluarga mereka di daerah Orchard, sehingga aku bisa jalan-jalan katanya.
Perhatian yang berlebihan, namun jujur: kubutuhkan untuk saat ini.

Tanpa kusadari, aku mulai memperhatikan raut wajahnya.
Ketulusannya. Senyumnya.
Dia sebetulnya bahkan lebih tampan dari Primus.
Namun, aku mengubur jauh-jauh harapan itu di hatiku.
Mengusir jauh-jauh pula bayangnya dari benakku.
Walaupun aku sendiri tahu, aku mulai menikmati perhatiannya.
Hanya aku masih sangat takut kecewa.
Ah, aku hanya bersyukur kepada Tuhan atas persahabatan yang terjalin kuat sampai saat ini bagi kami berdua.

" Freya, what would you like to have for tonight's dinner? Asian or Western food?"
Ronald bertanya kepadaku dengan senyuman tulus yang innocent yang merupakan andalannya itu. Memamerkan lesung pipinya yang terlihat jelas.
Dia memang gantenggg, kata hatiku sekali lagi...
" Whatever would do, Ronald. Thanks."
" Ok, then we'll have Din Tai Fung downstairs only." Ronald memutuskan untuk makan Chinese food yang terkendal dengan xiao long bao-nya di MBS juga.

Ini hari terakhirku di Singapura, makan malam terakhirku dengan Ronald.
Tanpa terasa, seminggu berlalu.
Jujur, aku masih ingin berada di sini...
Aku mulai betah dan ingin lebih lama merasakan perhatian dan kebaikannya padaku.
Kutepuk kepalaku sendiri dan berbisik dalam hati:
" Freya, sudah gila kamu! Belum juga sebulan dikhianati Primus, sudah memikirkan pria lainnya!" 
Aku tersenyum sendiri, sembari menggeleng-gelengkan kepalaku.
Ronald memperhatikanku, tersenyum sejenak, lalu bertanya:
" Ada apa, Fre?" Dengan Bahasa Indonesia yang kaku dan patah-patah...

" No, Ronald. Nothing.
Aku berusaha menepis rasa yang diam-diam menjalar hangat di dadaku.
Mana mungkin aku jujur pada dirinya? 'Kan malu :)

" I just want to say THANK YOU. A real BIG THANKS for everything. For this trip, for your hospitality, and for this collaboration of our masterpiece together."
Aku tersenyum. Ronald juga.
Tanpa kusadari, dia menggengam tanganku erat dan berkata:
" It's Ok, Freya. My pleasure. I'm happy to see you happy. "
Entah mengapa lagi, ucapannya malam itu seolah mendinginkan bara api kekesalanku pada Primus.
Begitu menenangkan dan membuatku semakin sulit untuk berangkat ke Yogya.
Namun aku juga sangat ingin bertemu Mama dan Kak Vivi. 
Aku masih kangen pada mereka...

Setelah bertemu dengan Mama, Kak Vivi dan suaminya, juga si Kembar Dewa dan Dewi keponakanku, aku merasa jauh lebih baik.
Setidaknya aku tidak sendirian.
Setidaknya aku masih punya mereka, keluargaku.
Juga ehm: Ronald- sahabatku.

Di Yogya aku tinggal selama dua minggu.
Terasa berat, ketika harus kembali ke Jakarta...
Rasa enggan untuk beranjak pulang karena pastinya aku akan berhadapan lagi dengan kesepian dan kesendirian.
Juga aku harus menerima kenyataan pahit bahwa Primus sudah pergi dari hidupku.


Jakarta, 14 Februari 2016


Pulang ke apartemen studioku dengan langkah gontai.
Sendiri, sepi, di hari kasih sayang.
Oh My God!
Tapi, ya sudahlah...
I think I need to accept it, as life goes on.

Kupandangi gaun pesta warna baby blue yang hampir jadi. Tinggal finishing touch dan akan segera dikirim ke Singapura.
Entah asisten Ronald yang akan mengambilnya, entah juga aku yang akan ke sana mengantar sendiri.
Ah, tiba-tiba aku merasakan kebutuhan yang sangat akan seorang Ronald di hidupku.
Inginku terbang ke Singapura sekarang juga, bertemu dengannya.
Ini sebetulnya agak gila, karena aku sudah hampir melupakan Primus, Hetty, dan perselingkuhan mereka.
Karena sebetulnya (mungkin) Primus sudah lama begitu cuek padaku.
Dan aku yang selalu berusaha mengalah.
Aku yang merasa mengejar-ngejar dia, sementara dirinya biasa saja.
Ya, mungkin dia tak begitu cinta padaku.
Aku yang selama ini keliru.

Ding dong.
Bel pintu berbunyi.
Kupandangi dari lobang pintu apartemenku, hanya ada sebuket mawar merah yang indah.
Kubuka pintu, baru saja sedikit jongkok untuk mengambil bunga mawar itu...
Terdengar langkah-langkah mendekatiku...
Kuangkat kepalaku: Ronald tersenyum dan memandangku dengan tatapan yang mampu menggetarkan jiwaku...
" Happy Valentine's Day, dear Freya..."

Aku bengong, tak kuasa juga menahan perasaanku.
Dia memelukku.
Aku menangis dalam pelukannya.
Tak pernah kusangka, episode Primus selama 10 tahun yang baru saja usai...
Langsung diawali oleh episode bersama Ronald di hari ini...
" I love you, since I've met you for the very first time."
Dia berbisik di telingaku.
Seperti mimpi.
Namun ini NYATA!

Aku masuk ke dalam pelukannya lagi.
" I love you too, Ronald! Thanks for coming all the way from Singapore."

Buket mawar, delivery pizza di apartemenku, dan air putih.
Tak ada 'candle light dinner'
Tapi, aku sungguh bahagia!
Thank YOU, God!
Ronald, you're really a gift from God...
I'm thanking God because He Gave me you!

16.02.2016
fon@sg

* tulisan ini termasuk dalam iwrite project: project pribadiku untuk menulis cerpen berdasarkan lagu. Song-based story kegemaranku.