Monday, May 23, 2011

Hujan di Hatiku


Di luar hujan. Lebat. Tetesannya rapat-rapat.

Segala sesuatu sulit terlihat.


Di dalam sini juga hujan.

Tetesan air mata penuhi hati. Mengalir tak kunjung henti.

Tanpa tissue penghapus air mata, kubiarkan saja hujan terus mengiringi.


Hatiku perih. Pedih.

Sejak kau tinggalkanku pergi. Biarkan diriku seorang diri. Biarkanku termangu dan tenggelam dalam kesepian panjang ini.


Suram. Kelam.

Hujan masih belum reda. Bukan di luar sana… Bukan!

Di dalam sini, hujan masih deras. Walaupun kuterus berusaha keras…

Tak mampu singkirkan rasa cemas.


Dipelintir sedih dan gelisah.

Dibalut sejuta resah. Inginku kau kembali singgah.

Jalin rasa yang pernah merekah.


Tapi kusadari, kau telah membuat keputusan.

Dan sekali kau buat, itu tak terubahkan.


Hujan pun tak sederas tadi. Buatku berani bangkit berdiri.

Setidaknya, aku masih di sini. Memeluk erat diri dalam sunyi.

Hujan akan berhenti. Musim akan berganti.

Asa mengiringi. Percaya esok ‘kan lebih baik lagi.


Ho Chi Minh City, 24 Mei 2011

-fon-

*ditulis setelah hujan reda dengan diiringi soundtrack lagu Jay Chou- Heart Rain (Xin Yu). Buat mereka yang merasa sedih, sepi, sendiri… Selalu ada harapan untuk esok hari, musim ‘kan berganti. Asa selalu mengiringi.

Wednesday, May 18, 2011

Kapan?

Kata itu begitu mengusikku.

Semakin dewasa aku, rasanya semakin menggangguku. Ketika asyik-asyiknya menikmati kesendirianku, tak jarang orang bertanya: kapan punya pacar? Ketika sedang menikmati masa-masa berpacaran, pertanyaan berikutnya: kapan menikah? Sesudah menikah, kapan punya anak? Sesudah punya anak satu, kapan punya anak kedua? Akhirnya aku menjadi alergi dengan kata itu, kalau tidak bisa dikatakan benci.

Karena terus ditanya seperti itu, aku pun menanyakannya terus kepada-Nya.

Kapan, Tuhan?

Kapan aku punya mobil baru?Kan temanku sudah ganti dua kali, masa’ aku belum?

Kapan aku pindah kerja yang baru?Kan temanku sudah punya gaji berlipat, sementara aku terus berada di kantor lama dengan gaji yang hampir tak berubah ketika aku masuk kerja.

Kapan aku punya pacar, menikah, punya anak, punya menantu, punya cucu?

Kapan ini dan kapan itu, Tuhan? Kapan waktu-Mu tiba bagiku?

Setelah mengalami masa-masa relasi yang terbilang sulit dengan-Nya, karena seolah Dia tak pernah menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Aku memilih diam. Dan terkesan sedikit ‘cuek’ dengan-Nya. Aku tak lagi banyak berdoa. Karena sudah terlanjur kecewa, tak lagi kuingin bertanya.

Tengah malah ketika kucoba pejamkan mataku, sambil terus membolak-balik tubuhku di tempat tidurku. Suara-Nya yang lembut mengisi ruang hatiku:

Kapan kau sungguh akan melayani-Ku melalui orang-orang di sekitarmu?

Kapan kau akan berhenti memusatkan perhatian hanya pada dirimu dan belajar bersyukur?

Kapan kau akan berdoa agar Aku mengubah hatimu menjadi baru dan bukan mengubah keadaan di sekelilingmu?

Kapan kau akan percaya pada-Ku?

Tiba-tiba kurasakan air mata mengaliri kedua pipiku.

Kusadari betapa aku egois dan terus merongrong-Mu, ya Tuhan.

Ampuni aku.

Kusujud berdoa dan bersimpuh di kaki-Mu.

Kapan terakhir aku berdoa pada-Mu?

Ini saatnya aku kembali mensyukuri segalanya dan percaya pada-Mu.

Ubahlah hatiku, sehingga aku mampu menerima segala yang terjadi dalam hidupku.

Ho Chi Minh City, 19 Mei 2011

-fonnyjodikin-

*somehow, we’re all struggling with this particular word: When. When, God??? Tetapi kembali kupercaya bahwa Tuhan penguasa segalanya dan

Tuesday, May 17, 2011

Just The Way You Are



Just the Way You Are

Hari ini di tengah browsing beberapa website dan mulai menuliskan renungan harian rutin yang saya tulis tiap harinya-Thought of the Day, saya menemukan lagu Bruno Mars yang berjudul Just the Way you Are. Sebagian liriknya yang saya suka, saya sertakan di sini…

Just the Way You Are

Oh her eyes, her eyes
Make the stars look like they're not shining
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying

She's so beautiful
And I tell her every day

Yeah I know, I know
When I compliment her
She won’t believe me
And it’s so, It’s so
Sad to think she don't see what I see

But every time she asks me do I look okay
I say

When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

Saya kira, banyak orang yang suka dengan lagu ini karena iramanya yang enak buat sedikit bergoyang kiri-kanan, juga suara Bruno Mars yang enak pula didengar. Tetapi, ketika saya melihat lirik lagunya, saya mendapati satu bagian yang mengungkapkan bahwa :

When I compliment her
She won’t believe me
And it’s so, it’s so
Sad to think she don't see what I see

Ketika Sang Penulis lagu berusaha memuji Sang Kekasih (karena ini lagu cinta dan ditujukan buat Si Pacar), Si Pacar tak lantas percaya. Dan sedih rasanya Sang Pemuji karena Yang Dipuji tidak melihat apa yang dilihatnya.

Sejenak saya tersentak.

Lagu cinta terkadang membuat saya terpikir cinta Tuhan pada kita. Ketika Tuhan menciptakan manusia, menciptakan kita semua, dia melihat kebaikan dan keindahan di dalam diri kita. Tuhan tidak melihat hidung yang pesek, mata yang sipit, muka yang lebar dan tidak ideal sebagai bentuk-bentuk yang harus disesali atau diperdebatkan. Dia pun tidak melihat bentuk ketidaksempurnaan fisik sebagai hal yang buruk. Entah itu kebutaan, bentuk kaki yang tidak sempurna/pincang, kurangnya pendengaran, ketidakmampuan untuk bicara/tuna wicara dan sebagainya… Itu semua bukanlah sesuatu yang ‘jelek’ di mata-Nya karena di mata-Nya kita adalah indah. We’re beautiful in His Eyes, no matter what condition we’re born with. He loves us just the way we are.

Masalahnya, ketika pribadi-pribadi itu berada di masyarakat, kemudian muncul nilai-nilai yang menjadi standar umum di masyarakat. Bahwa kulit harusnya putih dan tidak cokelat (walau nilai ini berbeda dengan di belahan dunia lain, yang berkulit putih malah sibuk buat terlihat lebih cokelat dengan menjemur diri di tengah terik matahari). Cantik itu berambut panjang dan lurus, bukan berambut pendek apalagi ikal. Model itu harus kutilang- kurus-tinggi-langsing, dan bukan perempuan bertubuh gempal apalagi kekar. Kefrustrasian yang timbul dalam diri karena tidak bisa menyamai kecantikan atau keindahan yang menjadi standar di masyarakat itulah yang terkadang membuat kita semua menjadi kurang menghargai diri sendiri.

Tentunya tulisan ini bukan dimaksudkan untuk membuat kita semua menjadi sombong. Saya hanya diingatkan oleh-Nya, untuk kemudian mencoba menuliskan ini sebagai hal yang untuk mengingatkan kita semua bahwa Dia menciptakan kita indah, baik adanya. Inilah saatnya untuk menerima diri kita, sadar bahwa kita dicintai secara khusus dan tanpa syarat oleh-Nya. Sadar pula bahwa setiap dari kita adalah unik-karena tak seorang pun sama persis biarpun saudara kembar sekali pun.

Bukan berarti pula kita bisa hidup seenaknya. Tanpa menjaga apa yang sudah diberikan-Nya. Kita makan sembarangan, tidak berolahraga, lalu minum minuman keras setiap hari misalnya. Tentu bukan itu juga yang diharapkan. Kita menjaga diri kita sebaik-baiknya dan terus berusaha menerima diri kita apa adanya. Terutama bagi mereka yang sulit menerima diri mereka, sulit mengampuni diri, dan merasa bersalah atas keberadaan mereka di dunia ini. Tak ada yang salah sedikitpun, kecuali sudut pandang kita yang keliru.

You’re beautiful, just the way you are.

You are amazing! God loves you, just the way you are. Be happy for His wonderful love in our life…:)

Ho Chi Minh City, 17 Mei 2011

-fonnyjodikin-

Wednesday, May 11, 2011

Dear Mungky


Dear Mungky

Dari mana saya harus mulai, Mungky? Mungkin bisa kamu beri saya sedikit petunjuk? :)

Saya kenal Mungky-dari hanya tahu namanya-sampai kemudian kami berbincang-bincang via email. Sampai terakhir Mungky pergi tiga bulan yang lalu, saya-believe it or not- belum pernah bertemu dengan dia. Tapi, ya koq setiap email-email yang di-update seorang sahabat di Jakarta mengenai kondisinya membuat saya selalu terpacu untuk membantu sebisa saya, setidaknya lewat doa dikarenakan jarak yang cukup jauh Vietnam-Jakarta.

Mungky, seorang pelayan Tuhan yang cukup aktif dan dikenal luas di kalangan Katolik. Saya pun respek dengan dia karena dia memang di mata saya adalah seorang yang baik hati. Ketika saya sedang merencanakan penyaluran buku perdana saya-Chapters of Life- di Jakarta, Mungky dengan sigap menuliskan surat elektronik kepada saya dan menawarkan bantuan dengan memberika nomor telepon pemilik toko buku di mana saya mungkin bisa menitipkan buku saya. Sungguh suatu hal yang langka diperbuat oleh orang yang tak pernah dia temui sebelumnya. Mungky, sebagaimana halnya banyak sahabat dari dunia maya yang tak pernah saya temui- menjadikan diri saya percaya bahwa banyak kebaikan di dunia ini yang tak perlu terlihat lebih dahulu. Kami belum pernah bertemu, tetapi membina persahabatan yang saling membantu dan memperkaya. Tak jarang, sahabat-sahabat itu pun curhat, sharing, dan mempercayakan babakan kisah kehidupan mereka kepada saya. Termasuk Mungky yang pernah bilang ingin sesekali ke Vietnam dan wisata kuliner di sini. Sayangnya memang kesempatan itu belumlah terjadi…

Mungky, maaf baru sekarang saya menuliskan sesuatu mengenai kamu. Kondisi saya terakhir sedang hamil tua ketika kamu pergi. Mendadak, terasa cepat, tetapi saya sadar bahwa Tuhan sungguh sayang padamu karena Tuhan tidak membiarkan kamu menderita terlalu lama dengan kemoterapi, kanker, dan segala pengobatan yang menyakitkan itu. Email-email Lia (sahabat dari Jakarta yang rutin memberitakan kondisi Mungky) menyadarkan saya, betapa Mungky begitu kuat dalam melalui setiap cobaan dan sakit-penyakit yang dia alami. Dia menjadikan saya malu, karena saya sendiri tak bisa setabah itu karena sedikit sakit atau tidak enak saja sudah keburu ‘complain’. Mungky dengan seluruh kesesakan kondisi penyakitnya, masih menyempatkan mengirimkan email terakhir kepada saya sebelum dia pergi untuk selamanya.

Saya tertunduk. Tertegun, saat membaca email bahwa Mungky sudah pergi untuk selamanya 13 Februari lalu. Cepat-cepat saya buka ‘Facebook’ dan melihat bahwa sudah ada beberapa ucapan selamat jalan untuk Mungky. Kali ini untuk selamanya.

Another ‘gone too soon’ episode of life? Entahlah…

Yang tahu misteri kehidupan kita hanyalah Sang Empunya kehidupan itu sendiri. Dalam persahabatan di dunia virtual ini-saya dan Mungky yang dipersatukan oleh buku Renungan Harian Wanita selama dua tahun terakhir yang diterbitkan oleh Domus Cordis Jakarta-saya melihat banyak kasih dan kebaikan seorang Mungky.

Selamat jalan, Mungky. Hanya ingin mengenangmu sekali lagi... Banyak sahabat datang dan pergi. Beberapa sahabat menorehkan kesan yang mendalam walau tak sempat jumpa. Itu termasuk dirimu. God bless you. Aku tahu kamu sudah bahagia di sana. I can see you’re smiling happily with your wonderful smile. Such a peaceful one! Senyum yang selama ini kulihat hanya via Fesbuk dan buku renungan harian yang memuat fotomu.

Mungky, banyak sahabat dan anggota keluarga mengasihimu. Tetapi, Tuhan terlebih lagi mengasihimu. Selamat menuju persekutuan yang abadi dengan Bapa di surga. It’s such a blessing to know you, to ‘meet’ you-even it’s only through emails, and experienced God’s love from you.

Your Friend,

Fonny

Ho Chi Minh City, 12 Mei 2011

Monday, May 9, 2011

Masalah


Siapa yang senang ketika berhadapan dengan masalah? Tidak banyak orang yang berjingkrak, tertawa riang, dan menari-nari ketika dirundung masalah. Ada kalanya masalah membawa kesedihan, keperihan, kebingungan, ketidakpastian, tekanan, dan tak jarang depresi pun mengintai diam-diam. Tetapi, sebetulnya di balik permasalahan yang pelik itu ada sesuatu yang selalu bisa dipelajari.

Ketika masih kecil, mungkin kita tak pernah mengerti apa itu masalah. Ketika bayi lahir, dia hanya bisa menangis ketika lapar atau haus, buang air besar atau kecil, mengantuk, mungkin pula saat ia sakit. Semakin besar, ketika berhadapan dengan yang namanya kehidupan, semakin nyata pula bahwa masalah memang adalah bagian yang tak terpisahkan bagi kita selama hayat masih di kandung badan.

Terkadang, kebahagiaan yang menggetarkan dada membuat kita ingin percaya bahwa akan ada kehidupan tanpa masalah. Misalnya pada pengalaman akan jatuh cinta dan disambut cintanya, menikmati masa pacaran yang indah luar biasa serasa tinggal di awang-awang, membuat orang-orang yang terlibat di dalamnya lupa bahwa untuk menjadi dewasa dalam hubungan dan cinta, harus melalui masalah dan menemukan jalan keluarnya. Jika tidak? Mungkin sekali hubungan itu harus berakhir dengan putusnya hubungan kekasih. Sulit diterima kenyataannya bagi pasangan yang sudah terlanjur merajut mimpi berdua, tetapi memang pada akhirnya kemampuan menghadapi permasalahan itulah yang menentukan kesanggupan para pasangan itu untuk melaju dalam relasi mereka atau tidak.

Sebagaimana halnya semua relasi: persahabatan, cinta, perkawinan, orangtua-anak, guru-murid, dan seterusnya… Pasti setidaknya pernah mengalami masalah, untuk kemudian memilih tegar dalam badai permasalahan yang menghantam dan menemukan jalan keluar bagi kebaikan semua pihak. Tak jarang, banyak relasi hancur karena masalahnya tidak lagi mau mengerti satu sama lain atau toleransi. Sehingga, masalah kecil terlihat besar. Apalagi masalah besar? Tentunya terlihat seperti raksasa.

Berusaha mengerti, berusaha memahami bahwa pada setiap relasi pasti ada masalahnya, adalah satu tindakan yang baik juga. Daripada mengharapkan kebahagiaan terus-menerus tanpa permasalahan, agaknya secara realistis kita harus lebih membuka mata bahwa hidup ternyata lebih hidup dan mendewasakan kita apabila kita menemukan masalah dan berusaha yang terbaik untuk mencari solusinya. Apabila ternyata permasalahan itu ‘mentok’, tak tahu harus bagaimana lagi mencari jalan keluarnya, kita tetap ingat bahwa iman kita memampukan kita percaya bahwa ada Tuhan di balik semua permasalahan yang tengah kita hadapi. Dia melihat, mendengar, mengerti semua rencana-Nya dalam hidup kita. Sehingga, tidak ada kata mustahil dalam setiap masalah. Hanya saja mungkin kita kurang sabar menanti jawaban-Nya dan tidak tertutup kemungkinan jawaban yang kita tunggu dari-Nya berbeda dengan yang kita inginkan sekaligus harapkan. Namun, hendaknya kita tetap percaya bahwa semua itu baik adanya dalam pandangan-Nya. Baik pula untuk tidak bersikap sok tahu atau yang sering disebut ‘sotoy’, karena ada yang lebih mengerti daripada kita yaitu Tuhan sendiri.

Pada akhirnya, sering saya dengar… Jangan pernah bilang, “ Tuhan, saya punya masalah yang besar.” Tetapi, sebaliknya, kita percaya dan katakan; “Hei, masalah! Saya punya TUHAN yang besar, yang melebihi segala sesuatunya di dunia ini.”

Percaya-seperti lagu Don Moen yang terkenal itu- bahwa : God will make a way, where there seems to be no way. Tuhan akan sediakan jalan. Dia akan bukakan solusi bagi kita. Asal kita percaya dan berserah, sambil terus berusaha yang terbaik. Dia tidak pernah tidur. Dia terjaga 24/7/365. 24 Jam sehari, 7 hari seminggu, dan 365 hari dalam setahun.

Masalah? Yes, saya percaya saya bisa mengatasinya bersama Tuhan. Bukan congkak, bukan sombong. Karena saya amat sadar kelemahan dan keterbatasan saya, tetapi sekali lagi saya pun sadari bahwa sandaran kekuatan saya adalah Tuhan yang melebihi akal-pikiran saya yang terbatas ini. (-fon-)

Ho Chi Minh City, 3 Mei 2011

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar: leteverythingout.wordpress.com

Wednesday, May 4, 2011

tengadah



tengadah memandang langit

sinar matahari memancar

terhalang gedung sebelah

lindungiku dari garangnya

sengatan panas pagi ini


tengadah memandang wajah-Mu

terlindung dalam belaian sayang-Mu.

Tuhan, apa kabar Kau hari ini?
terima kasih sudah memberikan ‘rasa’ ini.

percikan aman

tetesan damai bersama-Mu.


Ho Chi Minh City, 4 Mei 2011

-fon-

*pemandangan yang terlintas pagi ini: ketika bersama bayi kami, duduk di sebuah bangku panjang di apartemen.

*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.


sumber gambar:

Tuesday, May 3, 2011

I Forgive You



Kita bertemu lagi.

Dalam rentang waktu yang berbeda, dalam babakan kisah hidup yang berbeda pula. Kulihat keresahan di wajahmu yang mungkin kaucoba sembunyikan… Namun, kutahu ia tetap ada di situ.

Kau pernah menyakitiku.

Mungkin kau tak tahu karena mungkin bukan sengaja kaulakukan itu… Aku sendiri yang merasa terluka. Parah. Merasa sedih luar biasa. Kutahu, mungkin itu efek dari pilihan sikapku sendiri. Bukan melulu salahmu. Sebagian juga salahku. Tetapi aku tak kuasa untuk hindari itu.

Bisa jadi, itu kelemahanku.

Untuk melangkah lebih jauh dalam hidup ini, kutahu, kuharus coba memaafkanmu. Tetapi, begitu sulitnya untuk lakukan itu. Kusadari, kuharus terus berusaha. Tanpa henti. Karena pengampunan itu akan sembuhkanku. Bukan sembuhkan dirimu, karena kau tak tahu perlakuanmu padaku…. Tetapi, bagi diriku sendiri… Itu yang terbaik untuk ceriakan kembali hidupku…

Sudah lama aku tergenang dalam kubangan luka yang kubuat sendiri.

Kini, saatnya kuingin sembuh dan bangkit lagi.

There’s a saying: “ Pain will reduce day by day.” Itu yang kudengar belum lama ini. Agaknya itu benar adanya, asalkan aku mau melangkah menuju kesembuhan itu sendiri. Luka di kaki misalnya, akan sembuh seiring berjalannya waktu. Setelah diobati, diberi obat merah dan plester, dia akan pulih seperti sedia kala. Berikan waktu, dia akan sembuh.

Masalahnya, waktu berlalu…

Namun, luka itu tambah melilit hatiku. Karena aku memilih begitu? Ya, harus kuakui itu yang terjadi… Tetapi, hari ini… Saat kutemui dirimu lagi tanpa sengaja… Harus kuakui, pertahanan kebencianku mulai luluh… Dan pengampunan mengepakkan sayap putihnya… Perdamaian memunculkan senyumnya… Taring permusuhan dan dendam, tercabut dengan sendirinya…

Anggaplah ini anugerah-Nya.

Setelah sekian lama kupendam rasa tak suka. Kini kubisa melihat dari sisi yang berbeda. I forgive you. Aku memaafkanmu. Mungkin kau tak pernah tahu apa yang kaulakukan… Mungkin kau tak pernah sengaja lukai hatiku….

Tiba-tiba beban hati yang menghimpitku selama ini terangkat. Aku merasa amat ringan. Dan BAHAGIA!

Dan di dasar hati sana, suara itu menggema…

“ I FORGIVE YOU, MY CHILD!”

Ya Tuhan! Maafkan aku…

Untuk semua kesalahanku…

Untuk kebencian yang kupendam…

Untuk luka yang terus kugosok sendiri sampai berdarah…

Terima kasih untuk pengampunan-Mu. Aku sungguh lega karena aku yang berdosa ini Kauampuni.

Pengampunan terhadap sesama membuatku sadar bahwa aku pun penuh dosa. Bagaimana bila Dia tak mau ampuniku? Bagaimana kalau Dia tutup pintu maaf-Nya bagiku? Tetapi, Dia tak pernah lakukan itu…

Karena kutahu, pengampunan-Nya tak terbatas bagiku…

Bukankah seharusnya aku terus berusaha mengampuni orang-orang yang telah melukaiku? Tak mudah, itu kutahu… Tetapi, kurasakan kekuatan-Nya diam-diam menyusupi hatiku dan memberikan harapan baru. Untuk niat baik, pasti ada jalan dan pertolongan yang diberikan-Nya bagiku…

Ho Chi Minh City, 26 April 2011

-fonnyjodikin-

*we’re no angels, we’re only human… Belajar terus untuk mengampuni karena kita pun tak lepas dari salah dan dosa.

*copas,forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

http://cassiechapman.files.wordpress.com/2011/03/forgive_by_onlycurious.jpg

Monday, May 2, 2011

Loyal Wedding


Tidak setiap orang terlahir sebagai Pangeran atau Puteri kerajaan, sehingga bisa menikmati ‘privilege’ royal wedding yang diliput banyak stasiun televisi dan ditonton jutaan pemirsa di seluruh dunia.

Tidak setiap orang bisa memiliki cukup uang ketika menikah untuk membuat pesta-pora meriah. Walaupun bukan Pangeran atau Puteri kerajaan, mungkin mereka adalah puteri/putera orang yang kaya-raya dan berpengaruh sehingga bisa cukup royal dalam pengeluaran anggaran pernikahan mereka.

Mungkin pernikahan yang telah, sedang, atau akan dijalani adalah sebuah pernikahan sederhana. Tanpa pesta, hanya sekadar perayaan antarkeluarga semata. Tetapi, tidaklah menghalangi pasangan-pasangan itu untuk tetap saling mencinta, saling setia dalam untung-malang, sehat-sakit. Setia pada janji pernikahan itu sendiri, sampai akhir nanti. Sampai tutup usia…

Tetap berusaha memupuk cinta, di tengah seluruh keadaan dunia yang seolah ‘menggoyahkan’ nilai pernikahan itu sendiri. Di tengah banyaknya perselingkuhan yang diberitakan. Di tengah maraknya kawin-cerai yang jadi topik hangat yang diperbincangkan. Biarlah cinta itu tetap dijaga, dipelihara, didoakan dengan mengundang Tuhan untuk masuk dalam perkawinan itu sendiri. Agar loyal wedding, perkawinan yang penuh kesetiaan itu terwujud karena usaha dari tiap pihak yang berada di dalamnya.

Ho Chi Minh City, 2 Mei 2011

*ditulis di tengah euphoria ‘royal wedding’ William-Kate dari Kerajaan Inggris.

*copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.