Dari kecil, saya punya
idola.
Saya kira, semua orang pun
begitu juga.
Beberapa dari kita
mengidolakan tokoh-tokoh dunia semisal negarawan atau tokoh politik.
Beberapa dari kita
mengidolakan orang-orang yang berjasa di bidang spiritual, semisal Santo/Santa
dalam agama Katolik, atau Sang Buddha dalam agama Budha. Dan agaknya di setiap
agama atau kepercayaan ada seseorang atau beberapa sosok yang dijadikan contoh
dalam kehidupan ini.
Tak jarang pula kita
mengidolakan anggota keluarga sendiri, Papa-Mama, Nenek-Kakek, Kakak, Tante,
dan sebagainya.
Banyak dari kita
mengidolakan selebriti.
Penyanyi, aktor, seniman,
musisi, ataupun sekarang dengan maraknya lomba masak, tak jarang pula yang
mengidolakan ‘celebrity chefs’ yang cantik ataupun ganteng plus jago masak
pula.
Sah-sah saja setiap orang
punya idola.
Sekali lagi itu hak
pribadi setiap orang.
Sah-sah saja:)
Namun, bila itu terjadi
pada masa remaja yang indah dan meriah.
Di mana belum adanya
kedewasan dalam membedakan mana nyata, mana semu.
Mana peran di film, mana
realita, ini pentingnya tuntunan orangtua untuk meluruskan pandangan yang
keliru di banyak pikiran anak muda atau mungkin masih terjadi pada kita yang
sudah dewasa namun masih cukup naïf dalam melihat persoalan semacam ini.
Idola yang kita lihat di
panggung, di film, yang kita jagokan, adalah hasil ciptaan dari Sutradara,
produser, para pelaku seni yang terkadang pada kenyataannya tak jauh berbeda
dengan kita semua.
Yang terlihat begitu hebat
dan tangguh…
Jago nyanyi, jago akting,
juga punya banyak permasalahan kehidupan yang mungkin lebih pelik dari yang
kita alami.
Ketenaran, bila tidak
dibarengi keimanan yang kuat, agaknya mudah sekali untuk menjatuhkan manusia ke
lubang dosa.
Banyak kita baca, para
selebriti idola itu adalah mereka yang juga pecandu narkoba. Mereka yang begitu
kesepian dan mencari kebahagiaan semu lewat seks bebas yang mereka
agung-agungkan.
Dan kita mungkin tersentak
dengan berita bahwa Sang Idola harus pergi dari dunia ini dengan cara yang
paling menyedihkan: mengakhiri hidupnya sendiri.
Tindakan bunuh diri di
kalangan artis dan selebriti entah karena overdosis atau permasalahan pribadi,
agaknya bukan barang baru di dunia ini.
Dari artis Korea ,
sampai pemeran Finn Hudson di film Glee (Cory Monteith) yang pergi mendadak
karena overdosis, membuat kita kembali tercengang dan diingatkan: popularitas
bukanlah segala-galanya.
Banyak dari kita berjuang
setengah mati untuk diakui.
Agar karyanya dilihat oleh
orang se-nusantara, atau mungkin Asia , bahkan
dunia.
Setelah tenar, punya uang, apakah terasa aneh jika akhirnya harus mengakhiri hidup dengan bunuh diri?
Setelah tenar, punya uang, apakah terasa aneh jika akhirnya harus mengakhiri hidup dengan bunuh diri?
Apa impian itu belum
tercapai?
Jika sudah, mengapa harus sampai
mencabut nyawa sendiri?
Ketenaran membawa harga
yang mahal.
Ketiadaan privasi,
permasalahan pribadi harus diumbar kepada media dengan ‘press conference’.
Belum lagi, persaingan
untuk mendapatkan ‘job’ keartisan tidaklah gampang.
Bahkan, seorang artis Korea pernah bunuh diri karena mengaku dalam surat terakhirnya bahwa dia dipaksa untuk menjalani semacam ‘prostitusi’ kelas atas untuk tetap mempertahankan keartisannya, sekaligus untuk mendapatkan peran-peran yang lebih besar daripada yang sebelumnya dia lakoni.
Bahkan, seorang artis Korea pernah bunuh diri karena mengaku dalam surat terakhirnya bahwa dia dipaksa untuk menjalani semacam ‘prostitusi’ kelas atas untuk tetap mempertahankan keartisannya, sekaligus untuk mendapatkan peran-peran yang lebih besar daripada yang sebelumnya dia lakoni.
Tekanan kejiwaan saat
tenar, mungkin itu yang tak pernah dibayangkan atau tidak disangka-sungguh
lebih dari yang ada di pikiran.
Yang patut kita ingat
terus, sehebat-hebatnya Sang Idola, dia tetap manusia biasa. Yang juga
mengalami tekanan dan terkadang tak sanggup keluar dari depresi ataupun
frustrasi yang ternyata juga dialami oleh mereka.
Boleh kita mengagumi
mereka karena talenta yang hebat.
Entah menari, menyanyi,
main alat musik, atau aktingnya.
Tetapi, mereka tetaplah
manusia.
Pada akhirnya, lagi-lagi
saya menemukan bahwa: apa pun yang ada di dunia ini, jika tidak kita kembalikan
kepada Yang Kuasa dalam arti tetap menjaga kerendahan-hati, dan ingat itu semua
hanyalah sementara yang diizinkan-Nya singgah dan menyapa kita…
Akan berujung pada
frustrasi, depresi, dan tak jarang sampai bunuh diri…
Kesannya begitu tragis dan
ironis…
Tetapi, itulah kenyataannya…
Sang Idola, tak selalu
bisa atasi beban kehidupannya…
Jika tak libatkan Yang
Kuasa dan tetap berjuang dengan imannya….
Jika suatu saat Anda jadi
idola, semoga tetap ingat akan Yang Kuasa…
Jadilah Idola yang menjadi
terang dunia dan berani tampil beda…
Yang berkilau di antara
Idola lainnya…
Karena karakter, kebaikan,
dan kasih yang bersumber dari-Nya.
Semoga.
14.09.2013
fon@sg