@ Tanglin Mall, tak jauh dari pusat perbelanjaan Orchard Road-Singapura.
Salju berjatuhan.
Yes, it's Christmas time... !
Tapi ini di Singapura yang cuma punya dua musim saja.
Bisakah? Tentu bisa...
Karena saljunya buatan dari 'bubbles' alias gelembung-gelembung busa.
Anak-anak kami bermain di sekitar kawasan yang dihiasi ornamen Natal dan menikmati 'salju' buatan itu berbaur dengan banyak anak dengan warna rambut yang macam-macam.
Pirang, hitam, coklat, dan sedikit kemerahan...
Betapa kemajemukan sudah menjadi bagian hidup kami dan itu sungguh kami syukuri!
Melihat kegembiraan mereka, tentunya saya sebagai ibunya diliputi perasaan haru dan bahagia...
Tahun demi tahun di rantau, tak terasa kami telah menginjak sembilan tahun lebih berada di luar Ibu Pertiwi...
Meskipun hanya negeri tetangga, namun memang berbeda secara sistem dan banyak hal lainnya...
Tak pernah juga saya bayangkan berada di negeri Singa ini...
Mungkin benar apa yang tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan-Nya untuk mereka yang mengasihi Dia!"
10-15 Juni 2016, Ho Chi Minh City, Vietnam
Kami sekeluarga berniat kembali berlibur ke Ho Chi Minh City, tempat di mana kami pernah bermukim selama kurang lebih 2.5 tahun sekitar tahun 2009-2012.
Tempat yang sempat sangat dekat di hati...
Saat jalan-jalan di kota ini sudah menjadi bagian hidup sehari-hari...
Nguyen Hue, Le Loi, Le Thanh Ton, Pasar Ben Thahn, Hai Ba Trung, sekitar kota termasuk Saigon Notre Dame...
Sementara Distrik 7, kawasan Phu My Hung, juga menjadi bagian yang sempat dekat di hati...
Karena anak-anak dulu kontrol ke dokter di rumah sakit FV (Franco Vietnamese Hospital) di daerah Nguyen Luong Bang.
Setelah 4 tahun meninggalkan Ho Chi Minh City yang juga dikenal sebagai Kota Saigon,
sebagian jalannya yang familiar dulu, sempat sedikit terlupa...
Apalagi kini Saigon tengah bergiat dengan banyak renovasi dan pembangunan MRT.
Meskipun demikian, saya masih berkesempatan bertemu dengan pengasuh anak kami dan juga guru Bahasa Vietnam saya.
Saya sempat belajar Bahasa Vietnam selama 3 bulan, untuk dasar-dasarnya saja.
Karena Bahasa Vietnam dengan enam nada itu tidak mudah untuk dipelajari, meskipun saya bisa berbicara dalam Bahasa Mandarin yang punya 4 tone (tekanan suara atau nada).
Itu semua tidak jadi masalah pada akhirnya, bahkan pengalaman hidup di negeri orang merupakan suatu pembelajaran yang memperkaya diri...
Sekarang Guru Bahasa Vietnam dan pengasuh bayi itu telah menjadi sahabat, jika tidak dikatakan bagian keluarga seperti saudara yang kami temui di negeri jauh.
Saya pun bertemu dengan komunitas Indonesia yang luar biasa ramah, sehingga setelah 4 tahun pun, saya merasa tetap sangat di-welcome...
Hanya ucapan syukur yang tulus dari lubuk hatiku untuk semuanya ini...
Tuhan sungguh begitu baik bagi kami...
Singapura, 27 Juni 2016
Ya, ini tahun kesepuluh kami sekeluarga berada di rantau...
Satu per satu kejadian bermain di pelupuk mata...
Rasa syukur bercampur haru...
Juga sangat sadar, bahwa pindah negara berarti keluar dari zona nyaman yang sudah menjadi bagian hidupku sekian lama...
Pindah berarti saya harus mau beradaptasi (lagi), belajar lagi...
Dulu pun pernah merantau dari tempat lahir di Palembang, menuju Ibu Kota Jakarta untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi...
Namun, pindah negara plus kendala bahasa pastinya punya tantangan tersendiri.
Saya yang sebenarnya tidak terlalu suka perubahan, terus dibentuk untuk menjadi lebih baik dalam rancangan-Nya.
Sepuluh tahun di Rantau...
Saya bersyukur untuk kesempatan ini...
Tentunya bukan pelajaran yang mudah, bahkan terkadang rasanya cukup 'mahal'...
Saat saya harus merelakan segala kesenangan di Jakarta, pelayanan bersama teman-teman di sana, juga anggota keluarga yang kami tinggalkan di Indonesia...
Juga meninggalkan pekerjaan saya yang sempat saya tekuni selama sepuluh tahun lamanya sebagai 'stockbroker' (dealer saham).
Meninggalkan zona nyaman di Jakarta dulu sempat begitu sulit bagi saya...
Saya sempat mempertanyakan, mengapa? Dan mengapa?
Namun, setelah beberapa lama, saya mulai betah dan beradaptasi...
Walaupun di antaranya, selalu ada adaptasi besar karena anak-anak kami satu lahir di Singapura dan satu lagi lahir di Ho Chi Minh City...
Tidak mudah saat harus mengambil tanggung jawab untuk mengurusi anak sendiri...
Meninggalkan segala kesenangan untuk masuk ke zona yang saya tidak tahu: akan separah apa jalan di depan nanti...
Hari demi hari berlalu, saya tetap bersyukur untuk setiap pembelajaran yang ada...
Setelah merasa betah dan punya teman, lalu zona nyaman itu kembali diangkat dari kami sekeluarga...
Saat kami harus pindah ke Vietnam...
Hal yang sama juga terjadi, setelah nyaman di Vietnam, lagi-lagi kami harus pindah kembali ke Singapura...
Segalanya saya syukuri, namun ketika berhadapan dengan perubahan: lagi dan lagi, dengan membawa anak-anak plus adaptasi pendidikan, Bahasa, dan lingkungan...
Harus dengan jujur saya katakan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani...
Tetapi, selalu ada rahmat Tuhan yang baru di setiap hari yang menyapa, menguatkan, menghibur...
Mengirimkan malaikat-malaikatnya lewat orang-orang yang tidak saya kenal sekali pun...
Di rantau, kami pun menjumpai banyak sahabat dan teman yang dekat seperti Saudara...
Menjalani hari lepas hari dengan ucapan syukur atas segala yang terjadi di hidupku...
Percaya bahwa Tuhan memang Perancang terhebat atas segala rencana....
Bahkan rencana terbaik kita secara manusiawi pun tidak akan terlaksana jika memang Tuhan berkehendak lain...
Setiap detik, setiap menit, kusyukuri rahmat-Mu ya, Tuhan...
Untuk setiap pengalaman yang mendewasakan...
Untuk setiap teman dan Saudara yang kami jumpai di negeri seberang...
Untuk setiap anggota keluarga dan sahabat yang dekat di hati yang berada di Indonesia...
Semua sungguh semakin memperkaya hidupku...
Dan setiap pengalaman ini akan terpatri di sanubariku, menjadi benih-benih yang tumbuh subur di taman hati.
fon@sg