Friday, April 3, 2015

Urap (Selamanya Tetap di Hati)



Singapura, 16 Maret 2015

Di Kantin KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Singapura, terdapat macam-macam makanan Indonesia yang membuat kangen.
Siang hari itu, kami bermaksud memperpanjang paspor, sekaligus makan siang di kantinnya tentu saja.
Setelah memesan gado-gado untuk dimakan di sana, mata saya masih terpaku pada sayuran urap yang cukup menggoda...
Akhirnya saya memutuskan untuk membungkusnya dan membawanya pulang...
Sudah lama saya tidak makan urap, karena kelapa parut segar tidak terlalu mudah didapat di pasar sekitar tempat tinggal kami. Walaupun beberapa tempat di Singapura menjual kelapa parut juga, karena banyak kue-kue basah yang membutuhkan parutan kelapa yang legit itu...

Pikiran pun melayang saat saya berada di kota kelahiran di Palembang.
Bik Umi, asisten rumah tangga keluarga kami yang setia itu, sering memasakkannya buat kami...
Saya pertama kali berkenalan dengan urap, lewat tangan Bik Umi yang masakannya cukup handal juga terutama makanan khas Indonesia...
Bik Umi setia luar biasa kepada keluarga kami...
Setia kepada Mama saya terutama, yang dia sayangi bak keluarga sendiri...
Kami pun demikian, karena total Bik Umi bekerja di rumah kami adalah sepanjang 30 tahun...
Sampai beliau berpulang untuk selamanya di bulan Agustus tahun 2012 yang lalu karena sakit jantung...

Entah mengapa rasa sentimental cukup memenuhi hati saya hari ini...
Saya teringat kembali sebuah rasa khas makanan yang diolah dari tangan seorang yang sudah kami anggap keluarga sendiri...
Urap membawa kenangan...
Juga sensasi rasa kangen yang meluap...
Akan sebuah keluarga yang Tuhan berikan kepada saya...
Akan Bik Umi yang Tuhan perkenankan masuk dalam lingkaran keluarga kami...
Juga mengingatkan saya akan arti kesetiaan...
Urap hari ini mengajarkan saya juga, betapa kita sering menganggap sesuatu adalah hal yang remeh.
Take something as a granted...
Setelah tak lagi memiliki kesempatan mengecapnyanya, barulah manusia menghargainya lebih lagi.
Tak jarang menyesali bahwa dulunya kurang apresiatif terhadap apa yang ada...

Sepiring urap terhidang di depan mataku...
Suapan demi suapan, ia masuk ke mulutku...
Tanpa terasa, air mata menetes perlahan...
Rasa kangen terobati sudah...
Pada urap ada kesetiaan, keikhlasan berkorban dari Bik Umi...
Sebuah pelajaran berharga yang sulit didapat dalam hidup...
Namun, kubersyukur pernah menjadi saksi atasnya...
Bik Umi, semoga kau tenang di sana!
Tuhan terimalah Bik Umi, juga papaku yang sudah berpulang ke pangkuan-Mu dua puluh tiga tahun yang lalu...
Terima kasih, sudah memperkenankan mereka masuk dan menjadi bagian hidupku...
Selamanya tetap di hatiku.

03.04.2015
fon@sg

No comments:

Post a Comment