Thursday, June 8, 2017

LIEN


*** Sebuah cerpen

Ada yang tidak biasa ketika kutatap raut wajahnya.
Wajah itu berusaha terlihat ceria.
Namun, aku menangkap ada sesuatu yang dipaksakan di balik tawa ceria dan senyum gembira itu.
Dia lalu terus menelpon teman baiknya dan tertawa terbahak-bahak.

“Ada apa, Lien? Mengapa kau sepertinya aneh hari ini? Tidak biasanya kamu begini…”
Dia diam. Lalu menangis.
“ Saya stress, Bu.” Ujarnya perlahan.
“Lho? Dari tadi kamu tertawa terus, itu apa?”
“Suamiku selingkuh, Bu.” Lanjutnya lagi.
Tetes air mata kemudian membanjiri wajahnya.
Aku terdiam. Melongo mendengar berita yang tak bisa kupercaya ini.
“Bukankah kamu berpacaran lima tahun lamanya? Bukankah kamu kenal dia sejak sekolah dulu?”
Sejuta tanya yang berputar di kepalaku dan ada di hatiku, namun mendadak terhenti di udara, tanpa mampu terucap saat melihat kesedihannya.
Aku tidak tega.

“Selingkuhannya hamil dan sekarang dia ingin aku menyetujui perkawinannya.”
Tangisnya pecah di bahuku dan kubiarkan dia menangis sepuas-puasnya.
Lien sudah seperti saudara, dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri, meskipun dia karyawan di rumahku ini. Membantu bisnis onlineku untuk pengiriman dan administrasinya.
Dia datang dari jam 9 pagi dan pulang sekitar jam 3, sebelum kemacetan melanda kota Jakarta.

Aku melihat ketegarannya. 
Dia memilih untuk mempertahankan perkawinannya yang terguncang, demi putri semata wayang yang baru berusia 5 tahun.
Aku tahu, itu tidak mudah. Namun dia tidak mau membiarkan putrinya berkembang tanpa kasih sayang seorang Bapak, seorang Ayah.
Meskipun untuk itu dia harus menahan diri, dia harus tercabik-cabik perasaannya setiap hari ketika suaminya mendua.
Mungkin aku sendiri takkan mampu sepertimu, Lien!
Aku kagum.
Dan yang bisa kulakukan hanyalah mendukungmu dan berdoa agar usahaku lumayan maju, sehingga aku bisa menaikkan gajimu yang tidak seberapa itu.

Dua tahun berlalu dan Lien bahkan lebih tegar sejak kejadian itu.
Kesetiaannya, pengorbanannya berbuah manis.
Suaminya menceraikan istri mudanya, setelah tahu bahwa itu bukan anak kandung suaminya.
Suami Lien, Agus, hanya dijadikan batu loncatan bagi istri mudanya untuk dinikahi.
Padahal pacar gadis itulah yang menghamilinya dan juga merupakan ayah dari anaknya.
Wajah Lien memancarkan sebuah bahagia yang tak terucapkan.
Keharuan dalam hatiku pun meluap saat melihat foto mereka bersama lagi di dinding Facebook-ku.
Kamu pemenang, Lien! Kemenangan ini terasa manis dan aku bangga menyaksikan ini semua.

Tangis keharuan membelah malamku.
Suatu keajaiban yang diperlihatkan di depan mataku.
Lien, selamat! Kamu layak menikmati semuanya ini.
Sementara di luar jendela kamarku, bintang kecil itu bersinar terang di malam yang gelap.
Menonjolkan keindahannya, meskipun gelap mengelilinginya.
Seperti kamu, Lien! Ya, seperti kamu!

Singapore, 8 Juni 2017

Fonny Jodikin

No comments:

Post a Comment