Untuk mendapatkan pekerjaan dengan peminat lebih dari 1000 orang ini, aku harus melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda. Termasuk harus tahan malu. Demi pekerjaan di sebuah perusahaan favorit dengan kantor di seluruh dunia, sebagai ‘management trainee’ yang nantinya akan dilatih dan ditempatkan di mana-mana. Di seluruh pelosok
Semakin banyak yang gugur di tiap tes. Total tes ada enam, termasuk interview tahap akhir. Di bagian ke-3, kami diharuskan mempertontonkan sebuah kebolehan dengan wajah badut. Dan harus membuat audiens tertawa. Rasanya malu, marah, mencoreng gengsi dan harga diri. Tak tahukah mereka, kami-kami ini juga Sarjana? Dan kami tidak suka dipermalukan sedemikian rupa. Apa tidak bisa ‘performance’ kami biasa saja, tanpa dicoreng mukanya?
Dengan terpaksa, kulakukan. Di depan audiens dan tim pewawancara sekitar total tigapuluh orang, kami harus memberikan yang terbaik. Yah, kupilih sebuah lagu, nyanyi saja. Paka sistem karaoke, musik sudah siap. Tapi wajah yang dicoret bak badut ini yang membuatku gengsi. Apa mau dikata, harus kulakukan juga. Sebelum tampil, aku berkutat dengan harga diriku. Dengan statusku. Lalu, kuputuskan terus maju. Ingat ayah dan ibu yang selalu kelelahan di setiap harinya selama membesarkanku. Ayah yang hanya buruh pabrik dan ibu yang punya warung makan sederhana. Sabar, itu yang selalu mereka ingatkan kepadaku. Kesabaran mereka yang menjadikanku-anak satu-satunya-bisa berhasil meraih kesarjanaan.
Kuhapus perlahan tetesan air di sudut mataku. Sabar, harus kulakukan itu. Kukumpulkan keberanian jadi satu. Tahan malu. Maju. Jangan ragu. Lagu dangdut Ayu Ting Ting bergema. Wajahku yang memang tak seberapa cantik ini tambah hancur dengan riasan seenak jidat Si Penata Rias. Aku malu, tapi aku menegarkan hatiku. Kesabaran menanggung segala sesuatu membuatku tetap melaju. Langkah konyolku di panggung ketika aku pura-pura terjatuh, membuahkan hasil prima. Mereka tertawa. Aku lulus interview ke-3.
Di belakang panggung.
Aku tak tahu haruskah aku senang atau sedih. Haruskah kulakukan semua ini hanya demi sebuah pekerjaan yang memang kuiimpikan? Kubuang ikat kepalaku, air mataku tumpah sejadi-jadinya. Aku berteriak kecil. Suaraku tercekat karena aku tak mau teman-teman baru yang kukenal selama interview ini menjadi tertekan karena ulahku. Tapi, sungguh, ada bagian dari diriku yang tak rela. Dipermalukan sedemikian rupa! Demi keluarga dan masa depanku, aku harus lakukan juga. Dan aku berhasil, tetapi egoku tertoreh. Aku terluka.
Dengan sisa tenaga yang masih ada, aku bangkit.
Aku sadar. Kesabaran membuatku bertahan. Perjuangan sukses memang butuh pengorbanan. Meski dipermalukan. Tugasku harus siapkan diri untuk interview berikutnya. Di antara 1000, akhirnya 10 orang diterima. Termasuk diriku. Aku bahagia, orangtuaku juga. Akhirnya, ada peluang bagi kami untuk maju.
15 tahun kemudian...
Aku hanya bisa tersenyum. Melewati semua itu dengan ketabahan, memampukan aku bertahan di masa-masa yang kurang menyenangkan. Semuanya terlewati hanya dengan kasih Tuhan. Sabar. Ikhlas. Berjuang tanpa henti. Bekerja keras dan melakukan yang terbaik. Tegar dalam segala cobaan. Dan kini aku adalah manajer di kantorku.
HCMC, 14 Des 2011
-fon-
* terinspirasi salah satu episode drama
No comments:
Post a Comment