Wednesday, July 18, 2012

Putus Asa




Tak pernah dirinya merasa sedemikian berputus asa. Biasanya, segelap atau separah apapun keadaannya, dia selalu mampu melihat titik terang. Walaupun terkadang samar, tapi dia tak pernah berhenti untuk berharap. Tetapi, tidak untuk kali ini.

Di tengah suasana yang begitu kacau, sulit baginya untuk berpikir jernih. Sebagian besar dikarenakan masalah keuangan. Memang uang bukan segalanya, tetapi dia pun merasa, ketiadaan atau kekurangan uang bikin hidupnya nelangsa. Setidaknya untuk kondisinya kali ini.

Anaknya sedang sakit dan harus masuk Rumah Sakit. Sementara pihak RS tak mau tahu soal keuangannya, yang penting harus melunasi seluruhnya. Secara mendadak,  datanglah kabar yang mengejutkan itu. Perusahaan tempatnya bekerja tutup. Bukan karena libur hari raya, tetapi karena bangkrut! Apa mau dikata, dirinya harus terkena PHK seketika. Begitu hancur hatinya. Tetapi, di depan istrinya dia harus tegar. Demikian pula di hadapan anaknya yang sakit di paru-parunya, dia harus berpura-pura menampakkan wajah tabah.

Tidak ada yang tahu, kalau di tengah malam, dia menangis dalam kesendiriannya. Istrinya masih menunggui anak mereka yang semata wayang berusia sekitar tujuh tahun itu. Dia sudah tak tahu harus berbuat apa.

Sementara kondisi anaknya makin buruk, demikian pulalah kondisi keuangannya. Tabungan berangsur menipis. Hampir habis.

Dengan meringis menahan lapar, dia tak lagi punya gairah hidup. Nafsu makan pun mendadak hilang entah ke mana, sekalian puasa karena buat makan pun sekarang uang hampir tak ada…

Kata orang, harus rajin berdoa, biarpun kondisi senang juga jangan lupakan Dia. Oh, itu sudah dilakukannya. Dia tak pernah melalaikan kewajibannya. Selalu Sang Pencipta ada memenuhi hatinya, dalam setiap kondisi kehidupannya. Tetapi kini, dia pun meragu. Sungguhkah Kau baik, Tuhan? Sungguhkah Kaudengar semua doaku, Tuhan? Mengapa ini terjadi ? Penderitaan yang begitu bertubi-tubi?

***
Karena tak cukup uang, pengobatan anaknya tak lagi bisa dilanjutkan. Anaknya dibawa pulang. Sampai ia menutup mata untuk selamanya.
Dia menangis keras, meraung, marah, terluka.
Ah, Tuhan, KAU TEGA!
Mengapa tak kaubiarkan aku saja yang pergi? Anakku masih begitu belia! Dia masih begitu muda! Mengapa Kaurenggut dia dari sisi kami???

Dengan hutang yang menumpuk, rumah yang harus dijual secara paksa-itu pun tak sanggup untuk membayar hutang pengobatan buah hatinya. Mereka harus menumpang ke rumah saudara. Istrinya berusaha tabah, walaupun ia tahu pasti, wanita itu kecewa. Wanita yang dinikahinya sembilan tahun lalu.

Tak lagi dirinya mau ke gereja atau acara rohani lainnya. Kesetiaannya tak ada gunanya! Tuhan mungkin tengah memalingkan muka darinya (itu pikirnya). Dan terlalu sibuk untuk sekian milyar anak-anaknya. Kehilangan kerja saja apa tidak cukup, Tuhan? Masih ditambah kehilangan anak satu-satunya???

***
Tahun-tahun berlalu.
Mereka punya anak lagi.
Yang begitu lucu. Umurnya sudah lima tahun.
Anak pertamanya sudah pergi sekitar delapan tahun lamanya.
Keuangannya perlahan merangkak, lalu lari kencang. Kini dia seorang pengusaha. Dia sudah hampir tak pernah mengingat-ingat Tuhan, karena dia merasa semuanya dia lakukan dengan kekuatannya sendiri. Dia masih marah dan tidak bisa menerima kekecewaan di masa yang lalu itu.
Terlalu menyakitkan baginya semua itu…

Perlahan tetapi pasti, dia tapaki hari-hari.
Lagi-lagi dengan kekuatannya sendiri…
Sampai suatu hari, kesehatannya yang terganggu. Kini dia terbaring lesu di ruang rumah sakit elite itu…
Dalam diamnya, suara di hatinya berbisik
“ Apa tidak lelah kamu jalani semuanya itu?”

Tentu saja aku capek. Capek sekali, tukasnya!
Tetapi tak ada yang bisa kulakukan, bukan? Hanya bisa menerima semuanya. Tapi, tidak bisa, aku tidak terima!

“ Tahukah kamu, kalau semuanya itu adalah sementara. Suatu saat akan kembali padaku juga?” Tanya suara itu lagi.

“ Tentu saja tahu! Aku sangat tahu!” Tukasnya marah.

“ Tetapi, mengapa kamu tak rela ketika semuanya itu kembali kepadaku?”

Dia diam.
Karena segala sesuatu tak sesuai dengan maunya ia marah. Ia kecewa. Padahal setelah kehancuran itu, Tuhan masih melindunginya. Dia diberikan kesempatan untuk bangkit dan sukses lagi. Punya anak lagi. Bahkan kesuksesannya melebihi yang sebelum-sebelumnya… Dan dia lupa mensyukuri semuanya itu…

Di kamar RS itu, dia lalu tersenyum. Berdoa.
Dalam ketenangan dan kedamaian yang luar biasa yang seketika dia rasa…
Dia lalu duduk di dalam doa…
“ Terima kasih, Tuhan untuk pelajaran ini. Memang mahal, Tuhan. Dan aku tak mau menerimanya karena tak sesuai dengan keinganku. Mudah bagiku untuk berucap, terjadilah kepadaku menurut perkataan-Mu. Tetapi, ketika Kaulakukan yang tak sesuai kehendakku… Aku bukan saja kecewa dan marah, bahkan memutuskan untuk lari dari pada-Mu.”

“ Ampuni aku, Tuhan… Maafkan aku…”

Hari itu hatinya merasakan damai sukacita. Dia pun merasa lebih sehat… Keesokan harinya dia diperbolehkan pulang dan beraktivitas seperti biasa lagi.
Tak ada lagi benci dan kemarahan di hatinya. Tergantikan oleh pengertian, bahwa akan banyak kali dalam hidup manusia, rencana dan keinginan tidak sesuai dengan kenyataan. Rencana-Nya tak selalu sama dengan rencana kita. Yakinkah kita bahwa itu yang terbaik bagi kita? Mungkin ya, mungkin tidak, mungkin ragu-ragu… Di setiap saat, kita pun harus memilih… Pilihan-pilihan yang merupakan karunia dari kehendak bebas yang diberikan-Nya… Semoga pilihan-pilihan itu kita buat dengan bijaksana atas tuntunan hikmat dari-Nya…

Mungkin kita seperti tokoh cerita ini…
Punya keinginan, harapan yang tak kesampaian. Kita lalu kecewa, marah dan sempat putus asa… Sebetulnya reaksi yang manusiawi dan wajar…
Tetapi, janganlah kita berpaling dari-Nya…
Jika kita berpaling pun, janganlah terlalu lama…
Jika lama pun, Dia akan mengerti…
Dia akan menunggu, saatnya kita mengerti, menerima rencana-Nya dan menemukan kedamaian dalam kehidupan kita.
Bukan karena kenyataan yang berbeda, namun karena kita yang berubah. Kita melihat kenyataan dengan lapang dada karena tetap percaya Tuhan takkan pernah tinggalkan kita.

Dalam kondisi putus asa, jangan lepaskan tangan kita dari-Nya. Seperti Dia yang takkan pernah meninggalkan kita barang sedetik pun. Rancangan-Mu bukanlah rancanganku, Tuhan… Tetapi, aku yakin, Engkaulah yang Maha Tahu. Engkau tahu yang terbaik bagi hidup kami.

11 Juli 2012
fon@sg


2 comments: