Sulit
mencari padanan kata dalam Bahasa Indonesia bagi istilah ‘Take Things for
Granted’ ini. Namun setidaknya, saya mendapatinya di website English First (EF
Indonesia), terjemahan yang lumayan oke menurutku:
Take for granted' memiliki makna
tidak menganggap atau tidak menghargai nilai dari suatu hal karena sudah sangat
biasa terjadi. Berbeda sekali arti sesungguhnya
dengan arti yang
diterjemahkan kata perkata. Contoh: She takes for granted all the work
her mother does to pay her school fees.
Beberapa waktu yang
lalu, saya ke Misa Siang.
Pastor Jason Richard,
OFM dari Paroki Saint Mary of The Angels di belahan Barat Singapura
mengungkapkan bahwa dini harinya hujan deras. Jadi, sempat mati lampu di Gereja.
Microphone dan sound system sempat bermasalah. Jadi, Misa Pagi dia pimpin tanpa
alat-alat ini. Dia merasa agak capek karena harus berteriak-teriak selama homili.
Dan beliau pikir, memang ini adalah hal-hal yang sering kita kurang hargai
karena selalu ada. Sekali gak ada, kita baru kelabakan, seperti kebakaran jenggot…
Lalu, saya berpikir…
Banyak kali kita
kurang menghargai sesuatu…
Sampai sesuatu itu
kemudian ditarik atau hilang dari peredaran hidup kita…
Lalu kita pun
menyesalinya…
Pagi ini saya menerima
kabar seorang teman yang kesehatannya makin menurun di usia yang 40-an.
Kesehatan, adalah
salah satu hal yang sering kita lupakan.
Kurang kita hargai…
Sampai ketika sakit
bertamu, barulah banyak orang sadar (lagi).
Betapa kesehatan itu
berharga…
Bahkan sangat
berharga!
Ada hal-hal tertentu
yang kurang kita hargai…
Mungkin istri/suami/anak
di rumah…
Mungkin itu orangtua
kita…
Mungkin itu sahabat
atau teman kita…
Mungkin pekerjaan kita…
Mungkin itu keadaan
finansial kita saat ini…
Daftar ini bisa
bertambah, sesuai dengan pribadi masing-masing…
Saya pernah di-PHK
dan merasakan sulitnya keuangan tanpa penghasilan dulu semasa bekerja…
Juga ketika Papa
saya sakit dari saya SMP dan harus berpulang untuk selamanya saat saya masih
kuliah tingkat 1…
Saya belajar untuk mencukupi kebutuhan saya sendiri dengan bekerja paruh waktu…
Saya belajar untuk mencukupi kebutuhan saya sendiri dengan bekerja paruh waktu…
Terbayang bahwa dulu
saya pernah diberi Tuhan kesempatan menjadi Guru TK pada sebuah kursus Bahasa
Inggris di bilangan Jakarta Barat…
Juga pernah bertemu
dengan Wakil Kepala Sekolah sebuah SD di Jakarta Barat yang mencari Guru Bahasa
Inggris, kemudian menawarkan saya sebuah lowongan menjadi Guru Bahasa Inggris
di SD-nya dari kelas 1 sampai 6.
Saya juga pernah bekerja
paruh waktu di perusahaan Tour dan Travel
milik pacar seorang teman.
Belajar jadi Tour
Guide, Ticketing, dan juga di bagian Akuntansi sesuai latar belakang Pendidikan
saya.
Juga pernah aktif di
salah satu MLM – Multi Level Marketing di zaman itu, tetapi kemudian saya
sadari: MLM tidak terlalu cocok dengan jiwa saya.
Saya tidak anti, tapi saya juga tidak lagi mau aktif seperti dulu…
Saya tidak anti, tapi saya juga tidak lagi mau aktif seperti dulu…
Saya menyadari
keadaan saya berbeda dengan orang lain…
Dan ketika melakukan
kilas balik, saya bersyukur: itu semua memperkaya saya dalam sekolah kehidupan
ini…
Ah, pagi ini membawa saya jauh ke belakang…
Menelusuri kembali
lembaran memori yang pernah terjadi…
Banyak hal yang kita
kurang hargai, yang sebetulnya adalah doa dari sebagian orang lain yang belum
memilikinya…
Sementara kita yang
sudah mendapatkannya???
Malahan menjadi
cepat bosan dan ingin hal lainnya…
Mungkin kita harus
lebih banyak belajar bersyukur.
Mungkin bersyukur
itu harus kita jadikan kebiasaan hidup kita.
Semoga kita bisa
lebih bijaksana untuk mengharga setiap hal di hidup kita.
Sebagai karunia-Nya
yang patut kita syukuri.
Sebelum terlalu
terlambat, saat itu semua ditarik dari kita satu saat nanti.
Semoga.
Singapura 17 Juli
2019
Fonny Jodikin
No comments:
Post a Comment