Monday, December 10, 2007

Mind Over Money

Mind Over Money : Managing Financial Stress
Inspired by Stress Management A Comprehensive Guide to Wellness
(A Book by Edward A.Charlesworth, Ph.D., and Ronald G. Nathan, Ph.D.)


Apa yang diungkapkan di buku yang tengah kubaca ini, amat sangat tepat, karena kita hidup di dunia yang sangat berpacu akan kesuksesan dan uang. Orang selalu ingin tahu, apa yang kamu miliki saat ini, sudahkah kamu memiliki rumah, mobil, apartemen yang lebih bagus? Anak-anakmu sekolah di mana? Kalau weekend apa yang kamu lakukan? Gajimu setahun ini naik berapa persen? Selalu ada angka-angka yang diukurkan dan dimasukkan ke dalam katagori suksesnya seseorang.
Secara sadar ataupun tidak, terkadang kita pun yang sudah mengenal Yesus dan sudah terbilang cukup ‘rohani’ melakukan hal ini, menilai sesama berdasarkan kadar rupiah atau dollar, menilai sesama dari apa yang mereka pakai-apa yang mereka punyai yang secara mata lahiriah bisa kita lihat.

” We are prone to judge success by the index of our salaries or the size of our automobiles rather than by the quality of our service and relationship to humanity.”
(Martin Luther King Jr.)

Benar sekali apa yang dikatakan oleh Martin Luther di atas, bahwa kita terlalu sering menilai sesama bahkan diri kita sendiri dengan angka-angka. Dan secara jujur aku harus katakan, it’s so stressful.

Apakah benar setiap orang kaya akan selalu bahagia? Kenalkah kamu akan seseorang yang kaya raya tapi sangat stress karena selalu diliputi rasa ketakutan akan kehilangan hartanya. Dia mengunci rapat-rapat setiap pintu di rumahnya, tidak percaya kepada pembantunya bahkan tidak percaya pada istrinya sendiri dan akhirnya menelan rasa takut itu sendirian dan menjadikannya orang yang sakit-sakitan. Apakah itu yang dinamakan bahagia?

Loneliness and the feeling of being unwanted is the most terrible poverty.
(Mother Teresa).

Mother Teresa mengungkapkan dengan sangat tepat, bahwa perasaan tidak diinginkan dan kesepian adalah kemiskinan yang terburuk.
Seperti contoh di atas, orang kaya tersebut sakit karena ketakutan dan kesepian. Rich but lonely. Rasanya bukan suatu alternatif yang menyenangkan karena manusia yang pada dasarnya makhluk sosial ini perlu juga kebutuhan sosial dan bersosialisasi. Kalau kaya raya tapi kesepian, apakah itu yang diinginkan? Apakah itu yang merupakan tujuan?

Do not equate money with success. There are many successful money makers who are miserable failures as human beings.
(Lloyd Shearer).

Di zaman yang cukup materialistis saat ini, harus kuakui bahwa uang memberikan banyak kemudahan di dalam hidup. Uang bisa memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Uang memberikan pilihan yang lebih kepada pemiliknya untuk menentukan pilihan mana yang dia inginkan. Dia bisa memilih makanan yang lebih bergizi, sekolah yang lebih baik, tempat tinggal yang lebih memadai, dst.
Sementara ketiadaan uang membatasi pilihan-pilihan tersebut, bahkan terpaksa harus menerima walaupun itu kurang dari standar kehidupan yang layak.

Namun, uang bukanlah segalanya! Terbukti, banyak orang yang sukses secara finansial adalah orang-orang yang kesepian, ketakutan sepanjang hidupnya, tidak punya teman, dan mungkin mengalami percekcokan dalam keluarga dikarenakan perebutan harta (read: uang).
Itukah yang diinginkan?

Tuhan cukupkan kebutuhan kita…
Kalau dibilang kurang, selalu ada saja yang kurang, karena kita manusia ini pada dasarnya tidak pernah puas, kita selalu merasa ada sesuatu yang kurang, terlebih apabila kita membandingkan apa yang kita tidak punyai dengan apa yang orang lain miliki.
Tetapi Matematikanya Tuhan tidak sama dengan Matematika kita.
Dia selalu cukupkan kebutuhan kita, namun masalahnya mampukah kita merasa cukup dan bersyukur, apakah selalu saja kurang?
Untuk mengurangi stress dikarenakan masalah keuangan, hendaknya kita bisa melihat bahwa Tuhanlah ahli Matematika yang sejati. Tidak perlu mengukur dan menghitung menurut kemampuan kita, karena kita terbatas, namun Tuhan tanpa batas, burung di udara saja Dia pelihara, apalagi kita…

Hidup di dunia yang semakin menjadi-jadi dalam hal pemborosan, membuat kita seharusnya menjadi sadar bahwa adalah pilihan kita sendiri untuk merasa cukup dan bersyukur atau selalu merasa kurang.
Tas bermerk yang harganya puluhan juta dengan tas seharga seratus ribu rupiah memiliki fungsi yang sama dengan prestige yang berbeda. Adalah pilihan kita pribadi untuk memilih yang mana yang terbaik untuk kita. Kalau kita merasa tidak bahagia karena belum mampu memiliki tas seharga puluhan juta itu, cobalah berpikir bahwa berapa banyak orang yang boro-boro memikirkan tas seharga puluhan juta hari ini karena mereka kelaparan. Mereka bahkan tidak mampu makan 3x sehari.

Mengucap syukur untuk apa yang kita miliki hari ini. Dan sadar bahwa apa pun yang kita miliki itu sifatnya sementara dan hanya titipan Tuhan. Semua itu bisa diambil kapan saja dari hidup kita bahkan tanpa peringatan/pemberitahuan sebelumnya. Bersyukur dan tidak takabur, hendaknya jadi sikap hidup kita.
Percayalah kepada sang Ahli Matematika sejati! Tuhan sendiri!
Kalau ada yang harus kita hitung hari ini, berapa banyak berkat Tuhan yang kita rasakan hadir dalam hidup kita hari ini? Itu saja 

Count your blessings and be thankful to Him!

Singapore, 11 Dec 2007
-fon-

No comments:

Post a Comment