Tuesday, December 4, 2007

Setahun di Singapura

Setahun di Singapura

Saat ini di tahun lalu, aku menapaki hari-hari pertamaku di negeri singa ini. Bukan untuk berlibur, namun untuk tinggal di sini. Awalnya kurasakan semangat untuk berlibur sekaligus menantikan kehadiran sang bayi yang sudah tujuh bulan bermukim di perutku. Namun, masa kehamilan yang tidak mudah, membuatku menghabiskan banyak waktu di rumah. Main internet, blogging, dan tentu saja mulai menulis.
Banyak penyesuaian yang harus terjadi dan ada kebosanan yang kualami. Karena ini bukanlah liburan seminggu atau dua minggu. Yah, awalnya seminggu dan dua minggu, kemudian sudah bertambah menjadi 52 minggu? Lebih! Karena aku pindah ke Singapore tepatnya 26 November 2006.
So, it’s more than a year already…

Changes…
Sebagai seorang mellow yang menyukai keteraturan dalam hidup, perubahan drastis, tentunya bukan hal yang mudah yang harus dihadapi. Namun setahun terakhir ini, harus diakui, perubahan besar-besaran terjadi dalam hidupku.
Mulai dari seorang wanita bekerja dan aktif, menjadi ibu rumah tangga dan memiliki seorang bayi. Pindah negara membutuhkan banyak adaptasi. Mulai dari perbankan, cara belanja, cara bertransportasi, cara hidup tentunya. Awalnya aku menikmati. Namun, beberapa bulan kemudian, setelah bayiku lahir, aku juga mengalami masa-masa adaptasi yang cukup sulit. Beruntung memang, Singapura bukanlah negara yang jauh dari Indonesia, jadi banyak keluarga dan teman yang datang berkunjung. Juga mama ataupun mertua gampang untuk datang dan pergi karena kedekatan lokasi dengan Indonesia itu tadi.
Tapi tidak pernah terbayangkan dalam hidupku, mengurus bayiku sendiri. Aku belum ada pengalaman. Dan masa pasca melahirkan juga butuh waktu untuk pulih kembali. Namun, syukurlah hari-hari itu sudah terlewati. Dengan segala suka-dukanya. Jujur, kehadiran seorang bayi amat mengubah hari-hari kami, jadi penuh warna. Namun, di sisi lain, aku juga jadi tahu, betapa melelahkannya menjadi full time mommy, apalagi ketika aku belum terbiasa. Memang, aku tidak pernah memandang remeh pekerjaan ibu rumah tangga sedari dulu, itu juga karir menurutku. Karena untuk membesarkan anak dengan baik, apalagi di zamannya nanti 15-20 tahun ke depan, bukan pekerjaan mudah! Namun keyakinan bahwa Tuhan beserta kita semua anak-anakNyalah yang memberikanku kekuatan untuk menjalaninya.

Kendala Bahasa…
Beruntung sekali lagi bahwa pindah ke Singapura tidak menyebabkan adanya kendala bahasa yang berarti. Aku membayangkan seperti seorang teman yang pindah ke China, tentunya lebih sulit lagi, di mana huruf-huruf kanji mendominasi dan membuat bingung. Belum lagi kalau pindah ke Eropa, misalnya yang 100% harus bicara dalam bahasa Perancis, Belanda atau Jerman. Tentunya lebih sulit lagi.
Singapura membebaskan aku berbicara bahkan dalam bahasa Melayu. Bahasa Inggris dan Mandarin serta dialek Hokkian umum digunakan di sini. Bahasa Inggrisku tidak jelek, tapi untuk membicarakan semuanya dalam bahasa Inggris, misalnya harus ke dokter atau Audrey harus ke pediatriciannya, terkadang juga membutuhkan persiapan terlebih dahulu. Aku jadi rajin search internet untuk tahu term dalam bahasa Inggrisnya. Dan kadang-kadang aku pengen sekali bicara dalam bahasa Indonesia atau Bahasa Palembang, di mana aku tidak usah mikir, cuma tinggal ngomong saja. At least aku musti mikir donk kalo bicara dalam bahasa Inggris. Bahasa Mandarin juga pas-pasan, cenderung agak jelek malah. Aku lebih pe-de bicara dalam bahasa Inggris. Yah, kalo bingung-bingung dikit, pake bahasa Mandarin aja…
Pernah nih kejadian di IKEA Alexandra, aku menuju ke bagian curtain, ceritanya sih mau beli tirai kamar mandi yang terbuat dari plastik. Aku tanyakan ke karyawati yang bertugas, dan aku bingung juga harus bilang apa. Jadi, lagi-lagi sebagai si mellow, aku menjelaskan panjanggg lebarrr…

Fon: ” Ehm humm… Do you have a curtain that’s made from plastic that you used in the bath room?” (bener sih, tapi yah panjangggg kaleee…).
Si Mbak (or si Encik yah? Hehe…), cuma bilang, “ Oh, you mean shower curtain?”
Iya bener sekali… Kenapa aku gak kepikiran yah pas ngomong tadi? Hehe… Yah begitulah salah satu kisah kendala bahasaku di negeri ini. Gak banyak sih, tapi ada lah beberapa kisahnya…

Dan menurut Singaporean, English-ku ada accentnya (of course donk! It’s not Singlish! Soalnya aku gak suka campur-campur logat. Kalo ngomong Inggris yah Inggris, moso’ dicampur : lah… meh.. lor… ogah ahh…). Kalo ngomong Mandarin juga ada accentnya.. Iya sih, accent Palembangnya or Indo-nya, so tidak sebagus mereka. At least yah bisa ngomong lah…
Untungnya masih bisa komunikasi.

Jutek…
Jangan mengharapkan pelayanan di sini akan sama seperti keramahan Indonesia. Aku berharap dan kecewa! Dengan jutek si penjual majalah bisa menjawabku dengan pandangan sinis. Begitu juga pengemudi taksi. Penjual makanan di food court. Dan di sini, mereka terburu-buru. Time is money. Sopir taxi ngebut gila-gilaan, bawa mobil pas belok gak pernah ganti gigi.
Oh ada juga sih yang baik, tentunya tidak boleh menggeneralisasi. Tapi yah, banyakan yang jutek daripada yang baiknya… Harus sabarrr dan sabarrr… (Padahal nih kalo dipikir-pikir, lha gue bayar koq… kenapa elo juga yang jutekkk…? Emangnya gratisannn… ? Udah bayar, dijutekin lagi… Ampun dahhh!).

Housewife high-tech…
Di sini, ibu-ibu rumah tangga pada canggih-canggih. Karena internet udah widely used. Jadi, kita bisa pesan barang dari hypermarket/supermarket lewat internet. Kalau dulu, nyokapku pesen barang di toko di pasar (di Palembang nih ceritanya…) dan diantar ke rumah, semisal: beras, tepung, atau gula, yang berat kalo dibawa sendiri. Di sini, kulakukan di internet. Kupesan beras, pewangi pakaian, deterjen, susu Audrey, pampers Audrey. Yang berat-berat, kupesan. Tinggal tambah delivery fee 5-8 dollar, sampai deh ke rumah. Karena kalo naik taxi juga lebih dari itu sih biaya bolak-baliknya. Jadi untuk barang-barang yang besar dan berat, kami tinggal pesan, charge credit card dan diantar deh keesokan harinya…
Hidup jadi lebih mudah!

Mall, mall, and mall…
Singapura terkenal dengan mallnya. Bukan cuma kawasan Orchard. Namun, di setiap pelosok MRT station, bus interchange station, cukup banyak mall di sekitarnya. Besar-kecilnya bervariasi tentunya. Yang terbesar saat ini Vivocity di Harbour Front situ. Tapi yang kecil-kecil juga banyak. Kadang bosan juga sih ke mall lagi, ke mall lagi.. Tapi yah, no choice juga, ujung-ujungnya yah ke mall lagi… 
Mungkin yang belum diexplore pergi ke museum. Atau sejujurnya g pengen nonton concert di Esplanade, mungkin someday kalo Audrey dah rada gedean… Asik juga sih banyak artis dunia dan asia yang manggung di sini…. Looking forward deh, someday…

Akhir kata…
Masih banyak yang bisa diceritakan. Namun, kusadari bahwa setelah satu tahun penyesuaian dengan segala perubahan yang drastis ini, aku bisa melihat dengan kaca mata syukur saat ini. Memang sih, masih jadi ibu RT, belum kerja (sempat berpikir dan berusaha keras untuk kembali kerja, namun selalu bimbang kalo kerja full time dilemma waktu untuk anak). Atau kalo nggak… mungkin bener-bener serius menekuni dunia tulis-menulis, karena kegiatan ini memungkinkanku untuk memiliki cukup waktu bareng Audrey. Kalau Tuhan kasih jalan tentunya. Yang pasti mencari kegiatan biar gak bengong melulu. Karena dulu terbiasa aktif, pas nganggur tentunya tidak biasa.

Sebelumnya aku juga sempat merasa bingung dengan semua perubahan ini. Seharusnya apa dan bagaimana aku melangkah. Namun, hari-hari ini, aku tidak ragu dan tidak bimbang, karena Allah besertaku. Aku tidak dibiarkanNya sendirian, karena Dia punya rencana untukku. Rencana yang sudah disiapkanNya, dijalinNya secara rapi untukku. Tinggal tunggu waktuNya… Doakan aku yah… Siapa tau, aku bisa jadi penulis novel professional?Atau menjadi penulis skenario someday? Karena kita tidak tahu, kita tidak pernah tahu secara sempurna apa yang Dia sediakan untuk kita sampai dikuakkanNya tabir rahasia kehidupan kita…

Sekarang, menapaki hari-hariku dengan semangat baru. Yah, kalau Tuhan pindahkan aku ke sini, pasti ada tujuanNya. Kalau Tuhan berikan semua perubahan drastis ini, juga pasti ada maksudNya. Semua bukanlah kebetulan. Dan tidak ada jalan lain bagiku selain menjalaninya dan mensyukurinya. Amen 

Singapore, 5 December 2007
-fon-

No comments:

Post a Comment