Mencintai Tuhan
Pelayanan yang masih Tuhan percayakan kepada diriku sampai hari ini, adalah pelayanan berupa menuliskan renungan harian yang berjudul Thought of The Day (TOTD).
Menarik memang, mengawali tulisan ini dengan mengetik kalender renungan harian milik Joyce Meyer sekitar tahun 2001 atau 2002, jujur, aku lupa kapan tepatnya
Dan Tuhan berikan kekuatan untuk menulis sendiri TOTD ini mulai awal tahun 2008 ini.
Aku hanya hambaNya, dan Dialah yang memberikan talenta serta kemampuan untuk menuliskan ide-ide itu dan mengirimkannya kepada teman-teman semua.
Thank God.
Anyway, kesaksian singkat betapa aku sendiri ditegur dan diingatkan Tuhan tentang mengasihi Tuhan Yesus dengan lebih baik lagi. Karena banyak kali, tulisan itu sendiri adalah untuk menguatkanku secara pribadi dan syukur-syukur bisa jadi berkat untuk orang lain. Amen
Thought of the Day hari ini, tanggal 28 Februari 2008.
Love With Actions and in Truth
When you fall in love with your special one, you'll feel that love is all about romantic things.
You go to candle light dinners, holding hands, listening to sweet romantic love songs, get a bouquet of roses from your boy friend, etc. etc.
But there was an article in The Straits Times - Singapore Newspaper that made me realized that even you got chocolate, roses or romantic dinner on Valentine's Day, will those things really guaranteed that the person really loves you???
Today's word of God made me really see the reality of love.
Love isn't only about sweet words. Love isn't only about praising all the good things about your loved ones.
But when it comes to a deeper meaning of love, God asks us to love with actions and most importantly in truth.
Well, you can still sing your favorite love songs though, I don't mean to interfere your sweet memories with your loved ones...:)
But most importantly, prove your love to your spouse, to your family, to your loved ones with more than words. With actions and in truth! (-fon-)
"Dear children, let us not love with words or tongue but with actions and in truth."
---1 John 3:18
Tanggapan seorang teman, yang mengucapkan terima kasih, sekaligus menambahkan bahwa justru mengasihi Tuhan Yesus berarti memberikan apa yang kita punyai bagiNya, membawaku menyadari bahwa aku memang belum secara sempurna mencintaiNya. Dalam arti, mungkin cintaku juga masih sekadar kata-kata manis.
Ini cuplikan tanggapan seorang teman di Bandung:
So if we say we love God, we must give everything He wants from our life (your heart, your time, your job, and so on).
Aku terperangah, sekaligus merasa diingatkan sekali lagi bahwa memang Tuhan tau apa yang tengah menjadi pergumulanku. Setelah memiliki anak, aku juga terus merasa kehilangan teman dan pekerjaan juga kegiatan atau kesibukan lain di Jakarta.
Jujur, di sini, aku merasa hampir tak tentu arah. Memang upaya membesarkan anak membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Dan aku tidak hendak mengeluh untuk investasi tersebut, karena aku tahu, anakku membutuhkanku di sini.
Tetapi, aku juga menginginkan suatu karir, atau suatu kegiatan yang pasti, setidaknya ada kepastian tentang pekerjaanku.
Aku disadarkan oleh tulisan temanku itu, bahwa aku sendiri belum bisa mencintai Tuhan secara sempurna, masih hanya sebatas kata-kata. Ketika mencintai Tuhan berarti memberikan segala-galanya (EVERYTHING), aku sendiri terkadang masih mengeluh atau masih menyesali kehilangan peluang karir yang baik di Jakarta.
Setahun terakhir, aku mencoba mencari kerja di Singapura, sambil diiringi dilemma, bagaimana anakku, kalau aku bekerja. Memang ada mertua di sini, jadi masih agak mendingan kondisinya. Tetapi di sini untuk urusan baby sitter dan pembantu, segala hal yang berbau service memang jauh lebih mahal dan juga terkadang kualitas pembantu yang walaupun harus kuakui jauh lebih baik dari Indonesia karena pembantu di sini terbiasa bekerja segala pekerjaan rumah karena satu rumah biasanya punya satu pembantu, jadi mereka serba bisa.
Aku terkadang membayangkan apa yang terjadi kalau aku di Jakarta? Yang pasti secara karir akan terus menanjak (secara logikaku), namun apakah pisah dari suami dan anak (apabila aku memutuskan untuk bekerja di Jakarta), adalah keputusan yang bijak?
Aku tidak pernah suka long distance relationship, and if I have to choose, memang I’d like to give up everything for the sake of my family. Kesannya heroik sekali yah, tapi sungguh perjuangan bukan saja untuk give up everything, namun juga menerima itu semua sebagai rencanaNya, sampai detik ini masih kulakukan.
Dulu wanita karir, sekarang ibu rumah tangga. Terkadang hatiku berontak, kalau tidak: badanku kecapekan, namun di tengah itu semua, melihat senyum manis anakku dan melihat kerja keras suamiku membuatku tersadar: aku bahagia. Di tengah semua pengorbanan ini, ada suatu rasa manis yang tidak bisa dilukiskan. Tuhan baik bagiku.
Saat ini, di tengah kondisi yang masih bergumul soal apa yang seharusnya aku lakukan, aku mencoba menyerahkan semuanya kepadaNya. Kalau mencintai Tuhan berarti harus merelakan segala-galanya yang ada padaku, aku akan mencobanya mulai detik ini.
Setiap orang punya pergumulan masing-masing, tidak ada hidup yang sempurna. Aku sadar, setahun belakangan ini, aku terlalu fokus pada pekerjaan apa yang seharusnya aku lakukan di sini? Karena pada dasarnya aku orang yang tidak bisa diam, ketika harus tinggal di rumah, mengasuh anak, sungguh, suatu perjuangan.
Namun, sekali lagi suamiku pernah mengingatkan bahwa perjuanganku tidaklah sebanding dengan orang-orang yang jauh lebih menderita daripadaku.
Aku harus tetap bersyukur.
Hari ini, aku berterimakasih kepada Tuhan yang sudah mengingatkan lewat seorang teman di Bandung tentang arti mencintai Tuhan secara lebih lagi. Mencintai Dia lebih dari sekadar kata-kata manis, namun betul-betul berani menyerahkan apa yang Dia mau untuk perkembangan kedewasaan imanku.
Sharing ini adalah suatu bukti bahwa pelayananku kepada teman-teman semua lewat Thought of The Day (TOTD), menjadi berkat bagi diriku sendiri, karena TOTD menyadarkan aku bagaimana seharusnya mencintai Tuhan dengan merelakan waktuku, hatiku, pekerjaanku, pelayananku, bagi Dia, bagi kemuliaanNya.
Hari-hari ini lebih menjadi hari-hari yang paling mengandalkan Tuhan, di mana belum pernah terjadi sebelumnya, rasa ketergantungan akan Allah sungguh merajaiku, karena aku merasa tidak punya kuasa apa-apa atas segala hal yang ada ataupun yang terjadi padaku.
I know, it’s still a long way to go, but God is with me. He knows everything about my future. My future is in His Hands. Thank you, Lord…
Singapore, 28 Februari 2008
-fon-
* Special thanks to Johan Des di Bandung. GBU n ur family, bro!
No comments:
Post a Comment