Tuesday, March 11, 2008

Kering

Kering

Selembar daun terjatuh di jalan, kejadian ini kulihat ketika aku berjalan pelan di belakang rumahku menuju ke MRT station. Kering kerontang. Berwarna kecoklatan. Di jalan itu ternyata dia tidak sendirian, dia bersama begitu banyak teman-temannya, daun-daun yang lain, mengalami hal yang sama. Kekeringan, layu, dan mati.
Kesannya menyedihkan, tapi itulah kenyataan yang tak dapat dihindari. Daur hidup daun akan mengalami fase di mana dia baru saja pucuk yang hijau muda, matang dan beranjak dewasa dalam keanggunan warna hijau tua, lalu pelan-pelan berubah warna menjadi hijau kekuning-kuningan dan akhirnya kering dan berwarna coklat.

Ah, hari tengah tidak ramah ketika kulihat matahari bersinar dengan garangnya. Kupandangi jalan yang penuh daun itu. Biasanya jalan itu bersih, namun hari ini, sepertinya penyapu (baca: pembersih jalan dengan vacuum di Singapura ini) belum menjalankan tugasnya hari ini.
Tetapi, tiba-tiba saja pemandangan daun kering itu membawaku kepada kondisi-kondisi yang pernah ataupun tengah kualami.

Kering, garing…
Apa pun istilahnya, mungkin kita semua pernah berucap, “ Wah, hidup gue lagi kering banget neh! Pacar gak punya, kerjaan biasa-biasa aja… “ atau “ Garing banget deh hidup gue akhir-akhir ini! Bosen…”
Kering, garing, atau apa saja istilah yang digunakan, tidak lain menunjukkan bahwa orang yang mengucapkannya tengah berada pada kondisi bosan luar biasa, di mana hidup dalam pandangannya hanyalah berupa rutinitas tanpa gejolak, tanpa kejutan yang membahagiakan.
Manusia cenderung mencari suatu ‘excitement’, yaitu suatu kondisi di mana adanya suatu hal baru yang membahagiakan ataupun mengilik semangat hidupnya untuk bangkit kembali. Hal-hal yang membawa antusiasme baru, itu yang selalu dicari.
Namun, sebagaimana layaknya siklus hidup daun, mau tidak mau-suka tidak suka, harus berhadapan dengan fase tumbuh, dewasa, layu, dst.
Karena setiap perubahan akan ada konsekuensinya. Kegembiraan di awal kenaikan gaji akan diiringi ‘workload’ yang semakin tinggi.
Dan setiap excitement itu bukan sesuatu yang abadi. Chemistry (percikan-percikan rasa) di awal masa pacaran tidak akan berlangsung selama-lamanya, suatu saat dia akan redup dan perlahan pudar.
Sering, manusia tidak siap di kala si kering ataupun si garing ini tiba. Hidup dalam kacamata banyak manusia maunya sih, selalu penuh warna, selalu indah, selalu lancar, selalu mulus. Tapi, adakah kehidupan semacam itu…? Kita semua tau bahwa jawabannya: TIDAK ADA.

Kekeringan Rohani
Setelah melewati masa-masa euphoria di awal perkenalan akan Tuhan secara pribadi, pada umumnya, banyak orang juga akan mengalami saat-saat di mana Tuhan terasa jauh dan sulit dipahami. Semua hal yang kelihatannya berupa berkat dan baik adanya, tertutup oleh mata manusiawi kita sehingga tidak mampu melihat kebaikanNya. Terkadang pula di saat terlalu fokus pada masalah yang dialami, tanpa diiringi relasi yang baik dengan Sang Pencipta, tak jarang orang menjadi putus asa, depresi, kehabisan enerji (beberapa merasakan enerjinya dikuras habis-habisan).
Oleh Ken Abraham, seorang penulis Kristen, spiritual dehydration digambarkan sebagai berikut:
Tak dapat dihindari, orang-orang yang tinggal atau bekerja dalam lingkungan yang amat menekan akan menemukan sumber energi mereka menjadi kering. Orangtua yang mengasuh anak-anak dan remaja juga sering mengalami persediaan spiritual/rohani mereka menjadi terkurang habis (kosong).

Ironisnya, orang Kristen yang paling aktif adalah kandidat/calon paling utama yang mengalami "kekeringan rohani". Mengapa? Karena sangatlah mudah untuk menjadi begitu sibuk saat melakukan "pekerjaan Tuhan" sampai anda memiliki sedikit atau tidak ada waktu sisa untuk menikmati kehadiran Tuhan.


Jujur saja, hidup saat ini rasanya semakin membuat stres dan kita cenderung semakin dihimpit oleh depresi. Harga barang yang terus membumbung tinggi, pendidikan anak yang semakin mahal, harga rumah yang semakin tak terbeli rasanya, membuat banyak orang frustrasi.
Tidak mudah memang hidup di zaman sekarang ini. Dan kondisi ini membuat semakin banyak orang tertekan. Dan itu membuat mereka akan merasa begitu kering, begitu gersang.

Saat melayani Tuhan, banyak terjadi juga para pelayan Tuhan tidak memiliki waktu yang cukup untuk ‘charge’ relasi mereka kembali dengan Yesus. Itu juga pernah terjadi pada diri saya. Namun, saya diingatkan kembali untuk menyediakan waktu untuk berdoa dan berkomunikasi dengan Dia. Karena tanpa Dia, kita tidak bisa memberikan lebih kepada sesama, karena kalau kita keletihan dan kekeringan, akan sulit untuk membagikan kasih Tuhan kepada sesama

Kering secara rohani, juga tak terelakkan. Dan tiada jalan lain, selain kembali kepada Tuhan. Karena kita tahu, Tuhanlah sumber air yang selalu mengalir dalam diri kita. Air hidup yang tak pernah berhenti mengalir. Bak oase di padang pasir yang terus menerus menyirami hati kita.

Dan pada akhirnya, kering-garing-gersang-dehydration atau apa pun istilahnya, mungkin terjadi pada satu fase dalam hidup kita. Namun, perlu disadari bahwa fase itu tidak abadi, dia akan pergi. Dan di saat mengalami kekeringan, jangan pernah melupakan kehidupan doa. Tetap berdoa di dalam kekeringan itu dan dalam iman, kita berharap sekaligus percaya bahwa sungai sukacita Tuhan akan datang dan mengisi setiap relung hati kita kembali.

Kering, garing, dehidrasi…? Aku tidak takut, sebab Tuhan besertaku. Amen.

Singapore, 11 March, 2008
-fon-

No comments:

Post a Comment