Menjadi ibu dari dua orang anak adalah suatu anugerah tersendiri dari Sang Pencipta yang sungguh saya syukuri. Suka- dukanya cukup banyak dan macam-macam, apalagi karena sehari-hari, saya kebanyakan bersama mereka sebagai ‘stay at home mom’. Ini terbilang masih belum seberapa karena mereka masih kecil-kecil. Tetapi, bersama mereka, saya senang dan sadar pula bahwa setiap hari adalah pembelajaran tersendiri. Sisi positif lainnya, saya semakin mengasihi orangtua saya yang sudah bersusah payah membesarkan saya. Dan tak jarang, kejadian-kejadian tersebut jadi pelajaran penting bagi saya, akan hubungan Bapa dengan anak-anak-Nya.
Ketika anak masih berada dalam kandungan…
Hari lepas hari adalah waktu-waktu yang memang harus dilalui dengan sabar. Menunggu saatnya Sang Bayi lahir ke dunia untuk melihat secara jelas parasnya. Lalu, bulan demi bulan terlewati… Sambil terus menunggu fase-fase yang harus dilewati seorang anak. Mulai dari duduk, merangkak, berjalan, bahkan berlari. Mulai dari makan disuapi sampai mandiri dan bisa makan sendiri, dan seterusnya. Saya juga banyak menghabiskan waktu di ruang kursus, menunggui anak pertama kami les beberapa hal yang kami kira bermanfaat bagi dirinya. Dan waktu-waktu yang terlewatkan itu semua membawa pencerahan baru sekaligus peneguhan bagi saya…
Untuk segala sesuatu di dunia ini ada waktunya.
Demikian kata sebuah kitab yaitu Pengkhotbah… Yang harus saya sadari, bahwa menjadi seorang ibu saya memang harus sabar menanti. Sabar, tidak usah memaksakan kehendak atau terlalu terburu-buru. Seandainya saya memaksakan agar anak kami harus jalan pada saat sekian bulan misalnya, ketika dia masih belum bisa, saya lalu menjadi kuatir… Apabila semua kondisi adalah normal, tentunya saya harus sabar, karena tiap anak adalah unik dan saya kira tak satu pun proses yang dialami setiap anak akan sama persis bahkan untuk mereka yang terlahir kembar sekali pun. Sabar dan melewatkan setiap putaran waktu dengan banyak berdoa karena saya sadar, menunggu adalah suatu hal yang pasti. Memang saya harus menunggu, masalahnya, sikap apa yang akan saya ambil ketika menunggu? Apakah marah-marah, ‘ngedumel’ atau ‘complain’? Ataukah saya berusaha sabar, menyerahkan segala kekuatiran dalam doa kepada-Nya untuk kemudian semakin bertumbuh di dalam iman karena saya percaya bahwa segala sesuatu akan indah pada waktu-Nya?
Menunggu di dalam hal apa pun akan selalu jadi bagian hidup kita. Masalahnya terletak pada sikap apa yang kita ambil ketika kita harus menunggu? Semoga kita semakin bijaksana dalam memilih sikap sekaligus juga semakin bertumbuh dalam iman kepada-Nya. Menunggu dengan sikap hati yang terbuka kepada Tuhan, serta menyerahkan segalanya dalam doa sambil terus berusaha memberikan yang terbaik yang kita bisa bagi kemuliaan-Nya, semoga itu yang jadi pilihan kita. Menunggu tidak melulu berarti pasif, pasrah, atau tak melakukan apa pun. Banyak hal sebetulnya yang bisa dilakukan saat menunggu, misalnya: berusaha dengan giat dan terus berdoa. Pilihannya terletak di tangan kita.
Tentunya setiap pribadi harus melalui proses untuk menjadi lebih baik dalam hal menunggu ini. Mungkin dulunya kita marah-marah, kecewa, bahkan lalu membenci Tuhan? Padahal, sering kali menunggu adalah proses pembentukan oleh-Nya agar kita siap saat Dia menggenapi rencana-Nya dalam hidup kita…
Akhirnya, saya kembali percaya, untuk segala hal yang sudah dalam rancangan-Nya ini…All of them will be beautiful in His time. Semoga kita semua bisa semakin sabar dan sadar bahwa menunggu akan jadi indah, jika dan hanya jika kita kita mengisinya dengan hal-hal yang semakin mendekatkan diri kita dengan Tuhan dan bukan sebaliknya.
HCMC, 12 November 2011
-fonnyj.-
No comments:
Post a Comment