Monday, May 5, 2014

The Story of Envy


(Perenungan dari sebutir apel)



Di Supermarket, ketika hendak mengambil apel jenis ini, aku sudah cengar-cengir untungnya dalam hati.
Kalau kelihatan sekitar, nanti malu ah hahaha...
Seolah Tuhan mau bicara sesuatu lagi.
Mengingatkan lagi.  Akan unsur yang bernama iri hati.

Dari namanya, apel ini memang menjanjikan.
Buahnya besar, tampangnya keren-warnanya merah bercampur kekuningan- dan rasanya manis, sedikit asam, namun sungguh segar. Dari kisah Si Apel Envy ini sendiri, bisa kita lihat bahwa memang dia dibuat dari yang terbaik…
When New Zealand's passionate apple researchers brought together the best features of Braeburn and Royal Gala in one single apple, envy apple was born. Envy apple is a new class of world class - truly an apple to desire.
Mungkin, buah apel yang lainnya, akan merasa iri padanya.
Karena tampilan fisik maupun rasanya, bikin orang akan memilih dia.
***

Sambil mengunyah perlahan potongan apel Envy di rumah, saya sempat terpikir lagi.
Memang, iri hati kalau tidak betul-betul dikendalikan, lama-lama bisa jadi duri.
Iri, biasanya mulai dari penglihatan, dari mata.
Juga bisa dari pendengaran, dari cerita orang…
Apa yang orang punya, apa yang orang lain pakai, apa yang mereka miliki.
Jalan-jalan semacam apa yang mereka lakoni.
Gaya hidup semacam apa yang mereka jalani.
Sepatu, tas, mobil merek apa yang mereka pakai...
Ah, betapa itu semua di zaman yang makin mendewakan materi ini,  menjadikan manusia semakin sulit saja mensyukuri apa yang ada...

Teringat sebuah artikel tentang istri pemilik Facebook- Priscilla Chan- yang saya baca beberapa hari yang lalu.
Istri Mark Zuckerberg ini, berdua dengan suaminya, memilih hidup sederhana.
"We try to stick pretty close to what our goals are and what we believe and what we enjoy doing in life – just simple things," she told the New Yorker.
Sementara, saya dan para pemiliki akun Facebook lainnya malah seringnya pamer dan pamer belaka...
Aduh, jadi maluuuu...
Dan sekali lagi diingatkan untuk hidup sederhana.
Pope Francis, sukanya memasak sendiri biar lebih murah...
Dan ala Jokowi, sering blusukan waktu dia melayani di Argentina... Membagi kasih-Nya kepada orang-orang yang miskin dan menderita…
Ah, betapa senangnya jika hidup mensyukuri apa yang ada...
Bukan melulu kompetisi...
bukan pula berarti tidak mau usaha lebih baik lagi...
Namun, setelah berjuang keras, mengapa tidak mensyukuri karunia-Nya...?

Si Envy sudah habis di piring saya.
Namun, pelajarannya masih dicerna di benak saya...
Jangan iri, begitu kata hati saya...
Syukuri apa yang ada...
Tiap orang ada senang dan susahnya sendiri.
Beban mereka, kamu 'gak pernah tahu, tokh?

Sementara di kulkas...
Masih tersisa beberapa apel Envy...
yang selalu siap sedia untuk saya santap
dan untuk mengingatkan saya (lagi).
Dan suara hati saya kembali berbisik…
Be thankful. Stay away from envious thoughts.
For that will lead to peace and true happiness.

5 Mei 2014
fon@sg

#ditemani secangkir iced milk-tea blended di sebuah gerai kopi di kawasan barat Singapura...

No comments:

Post a Comment