(Perenungan dari sebutir apel)
Di Supermarket, ketika hendak
mengambil apel jenis ini, aku sudah cengar-cengir untungnya dalam hati.
Kalau kelihatan sekitar, nanti
malu ah hahaha...
Seolah Tuhan mau bicara sesuatu
lagi.
Mengingatkan lagi. Akan unsur yang bernama iri hati.
Dari namanya, apel ini memang
menjanjikan.
Buahnya besar, tampangnya
keren-warnanya merah bercampur kekuningan- dan rasanya manis, sedikit asam, namun
sungguh segar. Dari kisah Si Apel Envy ini sendiri, bisa kita lihat bahwa
memang dia dibuat dari yang terbaik…
When New Zealand's passionate apple researchers brought
together the best features of Braeburn and Royal Gala in one single apple, envy
apple was born. Envy apple is a new class of world class - truly an apple to
desire.
Mungkin, buah apel yang lainnya,
akan merasa iri padanya.
Karena tampilan fisik maupun
rasanya, bikin orang akan memilih dia.
***
Sambil mengunyah perlahan
potongan apel Envy di rumah, saya
sempat terpikir lagi.
Memang, iri hati kalau tidak
betul-betul dikendalikan, lama-lama bisa jadi duri.
Iri, biasanya mulai dari
penglihatan, dari mata.
Juga bisa dari pendengaran,
dari cerita orang…
Apa yang orang punya, apa yang
orang lain pakai, apa yang mereka miliki.
Jalan-jalan semacam apa yang
mereka lakoni.
Gaya hidup semacam apa yang
mereka jalani.
Sepatu, tas, mobil merek apa
yang mereka pakai...
Ah, betapa itu semua di zaman
yang makin mendewakan materi ini, menjadikan manusia semakin sulit saja
mensyukuri apa yang ada...
Teringat sebuah artikel tentang
istri pemilik Facebook- Priscilla Chan- yang saya baca beberapa hari yang lalu.
Istri Mark Zuckerberg ini,
berdua dengan suaminya, memilih hidup sederhana.
"We try to stick pretty close to what our goals are and
what we believe and what we enjoy doing in life – just simple things," she
told the New Yorker.
Sementara, saya dan para
pemiliki akun Facebook lainnya malah
seringnya pamer dan pamer belaka...
Aduh, jadi maluuuu...
Dan sekali lagi diingatkan
untuk hidup sederhana.
Pope Francis, sukanya memasak
sendiri biar lebih murah...
Dan ala Jokowi, sering blusukan
waktu dia melayani di Argentina... Membagi kasih-Nya kepada orang-orang yang
miskin dan menderita…
Ah, betapa senangnya jika hidup
mensyukuri apa yang ada...
Bukan melulu kompetisi...
bukan pula berarti tidak mau
usaha lebih baik lagi...
Namun, setelah berjuang keras,
mengapa tidak mensyukuri karunia-Nya...?
Si Envy sudah habis di piring saya.
Namun, pelajarannya masih
dicerna di benak saya...
Jangan iri, begitu kata hati
saya...
Syukuri apa yang ada...
Tiap orang ada senang dan
susahnya sendiri.
Beban mereka, kamu 'gak pernah
tahu, tokh?
Sementara di kulkas...
Masih tersisa beberapa apel Envy...
yang selalu siap sedia untuk
saya santap
dan untuk mengingatkan saya
(lagi).
Dan suara hati saya kembali
berbisik…
Be thankful. Stay away from envious thoughts.
For that will lead to peace and true happiness.
5 Mei 2014
fon@sg
#ditemani secangkir iced milk-tea blended di sebuah gerai
kopi di kawasan barat Singapura...
No comments:
Post a Comment