Monday, March 27, 2017

KETIKA KATA ‘TOLONG’ DIJADIKAN SENJATA


Saya pernah mendengar cerita bahwa ada seorang yang mengaku dirinya miskin, minta sumbangan ke lembaga sosial. Ketika diberikan, uang tersebut bukannya dipakai untuk hal-hal yang baik… Malah sebaliknya, dipakai untuk berjudi, mabuk-mabukan sambil minum minuman keras, dan sebagainya. Sebuah kenyataan yang menyedihkan, namun terjadi juga di sekitar kita…

Saya pribadi pernah mengalami. Apalagi kalau bukan urusan uang? Seorang sahabat yang nampaknya baik dan manis di awal, seolah ingin menolong saya. Ternyata kemudian berbalik meminta tolong dipinjamkan uang. Pada awalnya, saya ok-ok saja karena percaya. Namun kepercayaan itu kemudian ternodai, bahkan terkhianati ketika janji-janji surganya seputar pengembalian tak pernah ditepati. Bahkan dia dengan luar biasanya memiliki keberanian untuk minta tambahan suntikan dana, pada saat dia belum membayar hutang sebelumnya. Tentu saja saya kemudian kecewa dan memutuskan untuk tidak lagi terlalu dekat dengan orang yang saya kenal dari dunia maya dan satu kampung halaman dengan saya itu.  Anggaplah itu pelajaran yang mahal yang saya harus alami. Saya memaafkan, namun saya tak lagi ingin terjebak dalam kubangan yang sama.

“Tolong, Ce!”
“Tolong saya, Bu (Pak, Oom, Tante, Kakak, dsb)!”

Mungkin kalimat-kalimat itu sangat familiar dan tidak asing di telinga kita. Minta tolong? Boleh-boleh saja. Namun, sesungguhnya kata TOLONG hendaknya dipakai sewajarnya. Bukan untuk memaksa orang melakukan sesuatu yang  kemudian kita pakai untuk kesenangan pribadi. Sementara yang bersangkutan memakai uang yang dipinjam itu untuk hal-hal yang tidak jelas. Saya sempat kecewa ketika seseorang yang dekat di hati meminjamkan uang untuk temannya yang ingin berlibur ke Bali dengan pacarnya.  Kalau pinjam untuk orangtua yang sakit, untuk anggota keluarga yang meninggal, untuk sekolah anak, saya mungkin masih bisa menerima. Namun ketika uang hasil jerih payah banting tulang itu dipinjam untuk hal-hal untuk kesenangan semacam itu, patutkah? Layakkah?

Latar belakang saya yang berasal dari keluarga menengah dan harus berjuang saat Papa sakit dari saya SMP menjadikan saya pribadi yang harus mandiri karena keadaan. Ketika banyak teman saya bersenang-senang saat SMP dan SMA, saya harus memikirkan jauh ke depan. Ada kekuatiran tak bisa melanjutkan kuliah dan sebagainya. Namun saya berusaha dengan sekuat tenaga. Fokus pada pelajaran, berjuang sungguh untuk melengkapi diri dengan hal-hal positif semisal kursus Bahasa asing agar nantinya bisa dipakai sebagai bekal. Berjuang, tegar, menjadi pribadi yang mandiri. Sehingga kata TOLONG adalah kata terakhir yang terucap di bibir, saat memang sungguh membutuhkan bantuan dari sekitar. Kata TOLONG yang terbesar yang saya percayakan dan ucapkan hanyalah kepada Tuhan- Sang Maha Sumber segala.

Semoga kita bisa berpikir panjang dalam meminta tolong. Selalu mengusahakan yang terbaik dari diri, berusaha mandiri, sebelum minta tolong. Jangan sampai kata TOLONG dijadikan senjata, lalu kemudian menuduh pihak yang bersangkutan kurang baik sementara kita tidak berusaha maksimal. Bahkan mempergunakan kebaikan atau pertolongan itu untuk sesuatu yang kurang penting, kurang layak, bahkan terkesan menghambur-hamburkan uang hasil kerja keras orang yang bersangkutan. Dan pada akhirnya, jika ada pertolongan yang kita butuhkan, semoga kita sudah memperjuangkan sebaik-baiknya sebelumnya… Untuk kemudian meminta TOLONG saat memang sudah tak lagi mampu menghadapinya sendirian dan bukan sebaliknya: meminta tolong dengan memelas dan beriba-iba kepada orang lain tanpa berusaha sama sekali.

Selamat pagi. Selamat beraktivitas.  Semangat untuk berjuang atas kehidupan yang sudah dianugerahkan-Nya bagi kita.

Singapura, 28 Maret 2017
Fonny Jodikin


No comments:

Post a Comment