Saya pernah mendengar cerita bahwa ada
seorang yang mengaku dirinya miskin, minta sumbangan ke lembaga sosial. Ketika
diberikan, uang tersebut bukannya dipakai untuk hal-hal yang baik… Malah
sebaliknya, dipakai untuk berjudi, mabuk-mabukan sambil minum minuman keras,
dan sebagainya. Sebuah kenyataan yang menyedihkan, namun terjadi juga di
sekitar kita…
Saya pribadi pernah mengalami. Apalagi
kalau bukan urusan uang? Seorang sahabat yang nampaknya baik dan manis di awal,
seolah ingin menolong saya. Ternyata kemudian berbalik meminta tolong
dipinjamkan uang. Pada awalnya, saya ok-ok saja karena percaya. Namun
kepercayaan itu kemudian ternodai, bahkan terkhianati ketika janji-janji
surganya seputar pengembalian tak pernah ditepati. Bahkan dia dengan luar
biasanya memiliki keberanian untuk minta tambahan suntikan dana, pada saat dia
belum membayar hutang sebelumnya. Tentu saja saya kemudian kecewa dan
memutuskan untuk tidak lagi terlalu dekat dengan orang yang saya kenal dari
dunia maya dan satu kampung halaman dengan saya itu. Anggaplah itu pelajaran yang mahal yang saya
harus alami. Saya memaafkan, namun saya tak lagi ingin terjebak dalam kubangan
yang sama.
“Tolong, Ce!”
“Tolong saya, Bu (Pak, Oom, Tante, Kakak,
dsb)!”
Mungkin kalimat-kalimat itu sangat familiar
dan tidak asing di telinga kita. Minta tolong? Boleh-boleh saja. Namun,
sesungguhnya kata TOLONG hendaknya dipakai sewajarnya. Bukan untuk memaksa
orang melakukan sesuatu yang kemudian
kita pakai untuk kesenangan pribadi. Sementara yang bersangkutan memakai uang
yang dipinjam itu untuk hal-hal yang tidak jelas. Saya sempat kecewa ketika
seseorang yang dekat di hati meminjamkan uang untuk temannya yang ingin berlibur
ke Bali dengan pacarnya. Kalau pinjam
untuk orangtua yang sakit, untuk anggota keluarga yang meninggal, untuk sekolah
anak, saya mungkin masih bisa menerima. Namun ketika uang hasil jerih payah
banting tulang itu dipinjam untuk hal-hal untuk kesenangan semacam itu,
patutkah? Layakkah?
Latar belakang saya yang berasal dari
keluarga menengah dan harus berjuang saat Papa sakit dari saya SMP menjadikan
saya pribadi yang harus mandiri karena keadaan. Ketika banyak teman saya
bersenang-senang saat SMP dan SMA, saya harus memikirkan jauh ke depan. Ada
kekuatiran tak bisa melanjutkan kuliah dan sebagainya. Namun saya berusaha
dengan sekuat tenaga. Fokus pada pelajaran, berjuang sungguh untuk melengkapi
diri dengan hal-hal positif semisal kursus Bahasa asing agar nantinya bisa
dipakai sebagai bekal. Berjuang, tegar, menjadi pribadi yang mandiri. Sehingga
kata TOLONG adalah kata terakhir yang terucap di bibir, saat memang sungguh
membutuhkan bantuan dari sekitar. Kata TOLONG yang terbesar yang saya percayakan
dan ucapkan hanyalah kepada Tuhan- Sang Maha Sumber segala.
Semoga kita bisa berpikir panjang dalam
meminta tolong. Selalu mengusahakan yang terbaik dari diri, berusaha mandiri,
sebelum minta tolong. Jangan sampai kata TOLONG dijadikan senjata, lalu
kemudian menuduh pihak yang bersangkutan kurang baik sementara kita tidak
berusaha maksimal. Bahkan mempergunakan kebaikan atau pertolongan itu untuk
sesuatu yang kurang penting, kurang layak, bahkan terkesan menghambur-hamburkan
uang hasil kerja keras orang yang bersangkutan. Dan pada akhirnya, jika ada
pertolongan yang kita butuhkan, semoga kita sudah memperjuangkan sebaik-baiknya
sebelumnya… Untuk kemudian meminta TOLONG saat memang sudah tak lagi mampu
menghadapinya sendirian dan bukan sebaliknya: meminta tolong dengan memelas dan
beriba-iba kepada orang lain tanpa berusaha sama sekali.
Selamat pagi. Selamat beraktivitas. Semangat untuk berjuang atas kehidupan yang
sudah dianugerahkan-Nya bagi kita.
Singapura, 28 Maret 2017
Fonny Jodikin
No comments:
Post a Comment