Tuesday, March 28, 2017

THROUGH THE RAIN


Menjalani lagi rute ini. Sendiri. Dari Dhoby Ghaut MRT aku berjalan menuju ke Bras Basah. Mataku terhenti pada kata OLDHAM LANE. Sebuah jalan kecil di sekitar kawasan Plaza Singapura, tak jauh dari Istana. Tiba-tiba, aku ingat kamu, Bram. Teringat, di sinilah tempat kau menyatakan cintamu kepadaku. Ya, di temaramnya malam tanggal 14 Februari tiga tahun yang lalu. Seusai nonton bioskop di Golden Village, kita berjalan bersama. Bahumu menyentuh bahuku perlahan. Kita memang sudah begitu dekat, namun tak pernah satu patah kata pun terucap. Bahwa kau cinta padaku. Bahwa aku pun menyukaimu. Kita hanya diam. Melewati babak demi babak kehidupan perkuliahan kita yang sungguh terkadang memusingkan kepala. Bahasa Inggrisku yang pas-pasan adalah penyebabnya. Dan kamu? Kamu selalu ada di situ, Bram. Menawarkan bantuanmu dengan senyum tulus. Satu pemandangan yang selalu aku sukai, tanpa pernah kusadari.

Kulewati The Cathay Cineplexes, SOTA (School of The Arts Singapore), terus dan terus aku berjalan. Di kiri jalan ada Singapore Arts Museum (SAM). Di situ, kau memelukku untuk pertama kalinya, Bram. Namun, di situ pulalah kau putuskan aku. Ada rasa yang teramat perih, yang takkan pernah mampu kuungkapkan. Ada rasa tak rela, hubungan kita harus berakhir karena kau harus menikahi pilihan orangtuamu yang konglomerat itu. Pernikahan berdasarkan kekayaan. Agar tak jatuh ke orang yang salah. Dan tiba-tiba rasa itu muncul lagi: aku merasa sebagai orang yang sungguh salah. Terlahir dari keluarga biasa-biasa. Oleh kebaikan Oom-ku yang tak punya anak, dia mau membiayai kuliahku di negeri Singa ini. Tempat di mana aku bertemu denganmu pertama kali, menjalin cinta juga untuk pertama kalinya, dan kemudian harus mengalami sakit hati yang tak pernah kutahu akan begini perih. Saat satu per satu kenangan akanmu kembali dan seolah mengoyakkan hatiku. Menorehkan luka yang tak pernah kering, meskipun tiga tahun sudah berlalu.

Kuhirup Teh C Kosong Peng-ku (Teh dengan susu Carnation (evaporated milk) tanpa gula plus es kegemaranku) di Food Republic seberang kampus kita. SMU - Singapore Management University. Sekarang, aku sudah direkrut mereka sebagai Dosen dan mendapat bea siswa untuk kuliah S2 di Oxford. Sementara air mataku turun. Aku masih mengenangmu, Bram. Kau yang setidaknya berjasa membuatku mampu melewati ujian demi ujian. Bahasa Inggrisku meningkat pesat, juga atas bantuanmu. Hujan di luar sana dengan petir dan halilintar yang menggelegar memaksaku berhenti di Food Court ini dan menikmati secangkir teh kesukaanku. Hujan di luar, hujan di hatiku. Apa kabarmu, Bram? Seorang pria yang tampak belakang mirip denganmu masuk juga ke food republic di pukul sepuluh pagi ini. Mengibaskan jaket yang basah, langsung menuju tempat pemesanan minum di sebelahku. Memesan secangkir kopi pekat tanpa gula kesukaanmu. Ketika dia menoleh, aku terkejut setengah mati, " Bram?" Mata lembutmu menatapku dengan tatapan seperti tiga tahun lalu. "Tika? Itu kamu?" Kami saling berpandangan dengan tatapan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Hanya kami yang bisa mengerti. Bahasa kalbu. Bahasa hati.

Bram bilang dia tak sempat menikahi gadis pilihan orangtuanya itu. Bahkan mereka bersepakat untuk tidak melaksanakan pernikahan mereka. Karena Olivia, gadis itu pun sudah memiliki seorang kekasih hati yang dia sukai. Bahkan kekasih hatinya itu memberanikan diri melamar Olivia. Berbeda dengan keluarga Bram, keluarga Olivia yang juga konglomerat itu pada akhirnya memberikan kesempatan kepada Hugo, pacar Olivia. Hugo berasal dari keluarga yang cukup mapan, meskipun bukan termasuk kategori konglomerat. Mereka sudah menikah, mendapat restu orangtua, bahkan sudah punya buah hati. Sementara Bram menyibukkan diri dengan bisnis orangtuanya. Sembari mempersiapkan diri untuk melanjutkan S2-nya di Oxford. "Oxford, Bram? Oxford???" Tanyaku dengan antusias. Sebuah kenyataan yang membahagiakan, karena aku juga dikirim ke sana oleh SMU. Kucubit tanganku. Aku tidak mimpi! Ini nyata! Terima kasih, Tuhan!

Oxford-England. Cuaca di luar sungguh dingin. Dinginnya sampai menusuk tulang. Namun tidak di dalam rumah ini. Bram dan aku sedang menikmati kopi dan teh kegemaran kami, diiringi musik lembut nan romantis. Ini bulan ke-6 kami bersama-sama lagi. Setelah drama yang kami alami. Setelah keperihan yang harus kuhadapi. Kini, orangtua Bram memberi restunya kepada kami. Sementara sesudah aku selesai kuliah, aku harus kembali mengajar di SMU karena ada ikatan dinas selama 5 tahun. Bram akan memegang usaha orangtuanya di Asia Tenggara yang berpusat di Singapura. Kami akan menikah sesudah kuliah kami usai dan kini statusku adalah tunangan Bram. Aku bahagia. Sungguh! Raut wajahku tak lagi mampu menyembunyikannya. After all I've been though. Somehow, I know that I can make it through the rain. Ya, setelah melewati hujan badai di hidupku, aku bersyukur atas pelangi yang hadir. Seindah senyum Bram!

Singapore, 29 Maret 2017
Fonny Jodikin
#Penagraf - Cerpen Lima Paragraf
Pelajaran dari Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG)

No comments:

Post a Comment