Wednesday, May 11, 2011

Dear Mungky


Dear Mungky

Dari mana saya harus mulai, Mungky? Mungkin bisa kamu beri saya sedikit petunjuk? :)

Saya kenal Mungky-dari hanya tahu namanya-sampai kemudian kami berbincang-bincang via email. Sampai terakhir Mungky pergi tiga bulan yang lalu, saya-believe it or not- belum pernah bertemu dengan dia. Tapi, ya koq setiap email-email yang di-update seorang sahabat di Jakarta mengenai kondisinya membuat saya selalu terpacu untuk membantu sebisa saya, setidaknya lewat doa dikarenakan jarak yang cukup jauh Vietnam-Jakarta.

Mungky, seorang pelayan Tuhan yang cukup aktif dan dikenal luas di kalangan Katolik. Saya pun respek dengan dia karena dia memang di mata saya adalah seorang yang baik hati. Ketika saya sedang merencanakan penyaluran buku perdana saya-Chapters of Life- di Jakarta, Mungky dengan sigap menuliskan surat elektronik kepada saya dan menawarkan bantuan dengan memberika nomor telepon pemilik toko buku di mana saya mungkin bisa menitipkan buku saya. Sungguh suatu hal yang langka diperbuat oleh orang yang tak pernah dia temui sebelumnya. Mungky, sebagaimana halnya banyak sahabat dari dunia maya yang tak pernah saya temui- menjadikan diri saya percaya bahwa banyak kebaikan di dunia ini yang tak perlu terlihat lebih dahulu. Kami belum pernah bertemu, tetapi membina persahabatan yang saling membantu dan memperkaya. Tak jarang, sahabat-sahabat itu pun curhat, sharing, dan mempercayakan babakan kisah kehidupan mereka kepada saya. Termasuk Mungky yang pernah bilang ingin sesekali ke Vietnam dan wisata kuliner di sini. Sayangnya memang kesempatan itu belumlah terjadi…

Mungky, maaf baru sekarang saya menuliskan sesuatu mengenai kamu. Kondisi saya terakhir sedang hamil tua ketika kamu pergi. Mendadak, terasa cepat, tetapi saya sadar bahwa Tuhan sungguh sayang padamu karena Tuhan tidak membiarkan kamu menderita terlalu lama dengan kemoterapi, kanker, dan segala pengobatan yang menyakitkan itu. Email-email Lia (sahabat dari Jakarta yang rutin memberitakan kondisi Mungky) menyadarkan saya, betapa Mungky begitu kuat dalam melalui setiap cobaan dan sakit-penyakit yang dia alami. Dia menjadikan saya malu, karena saya sendiri tak bisa setabah itu karena sedikit sakit atau tidak enak saja sudah keburu ‘complain’. Mungky dengan seluruh kesesakan kondisi penyakitnya, masih menyempatkan mengirimkan email terakhir kepada saya sebelum dia pergi untuk selamanya.

Saya tertunduk. Tertegun, saat membaca email bahwa Mungky sudah pergi untuk selamanya 13 Februari lalu. Cepat-cepat saya buka ‘Facebook’ dan melihat bahwa sudah ada beberapa ucapan selamat jalan untuk Mungky. Kali ini untuk selamanya.

Another ‘gone too soon’ episode of life? Entahlah…

Yang tahu misteri kehidupan kita hanyalah Sang Empunya kehidupan itu sendiri. Dalam persahabatan di dunia virtual ini-saya dan Mungky yang dipersatukan oleh buku Renungan Harian Wanita selama dua tahun terakhir yang diterbitkan oleh Domus Cordis Jakarta-saya melihat banyak kasih dan kebaikan seorang Mungky.

Selamat jalan, Mungky. Hanya ingin mengenangmu sekali lagi... Banyak sahabat datang dan pergi. Beberapa sahabat menorehkan kesan yang mendalam walau tak sempat jumpa. Itu termasuk dirimu. God bless you. Aku tahu kamu sudah bahagia di sana. I can see you’re smiling happily with your wonderful smile. Such a peaceful one! Senyum yang selama ini kulihat hanya via Fesbuk dan buku renungan harian yang memuat fotomu.

Mungky, banyak sahabat dan anggota keluarga mengasihimu. Tetapi, Tuhan terlebih lagi mengasihimu. Selamat menuju persekutuan yang abadi dengan Bapa di surga. It’s such a blessing to know you, to ‘meet’ you-even it’s only through emails, and experienced God’s love from you.

Your Friend,

Fonny

Ho Chi Minh City, 12 Mei 2011

No comments:

Post a Comment