Friday, July 15, 2011

Biarkan Kucari Bahagiaku


*** based on true story/berdasarkan kisah nyata

Hari yang melelahkan, sekaligus membahagiakan.

Setelah mempersiapkan seluruh perlengkapan keberangkatanku ke negeri seberang: visa, koper berisi pakaian yang cocok dengan cuaca yang lebih dingin di sana, aku tersenyum bahagia. Canada, here I come!

Kali ini, akan kutemui pujaan hatiku yang dikenalkan seorang kerabat keluargaku. Di usiaku yang lebih dari empat puluh tahun, inilah saat yang paling kutunggu-tunggu. Menemukan cinta dalam hidupku dan menjadikannya realita. Setelah perjalanan panjang dalam kehidupan cintaku selama ini, mungkin inilah saatnya aku berlabuh. Menemukan dermaga cintaku untuk kemudian menetap di sana. Inginku untuk selamanya.

Kunyanyikan lagu cinta yang selalu jadi kesukaanku. Because of You dari Keith Martin mengalun lembut di hatiku:

Because of you, my life has changed,

thank you for the love and the joy you bring
Because of you, I feel no shame,

I'll tell the world it's because of you

Segala penolakan yang kerap hantui diriku, berangsur menghilang. Berganti menjadi pancaran sinar mentari yang menaungi diriku. Indah. Hangat. Begitulah cinta kami yang selama ini terjalin jarak jauh. Lewat semua media yang memungkinkan-internet, telepon, chatting, kami berusaha berkomunikasi dengan efektif. Dan pertemuan ini adalah puncaknya.

Dari Pontianak, aku menuju ke Jakarta. Menginap semalam dan inilah saat yang kutunggu-tunggu, aku akan segera menemui pujaan hatiku.

Selama di Kanada akhir tahun 2009…

Hari pertama aku tiba di Kanada merupakan hari yang luar biasa. Aku tiba pukul delapan malam, dia langsung mengajakku untuk makan malam di Restoran Cina di sana. Setelah ‘dinner’ itu, kami langsung menuju rumahnya. Di sanalah dia menanyakan kesediaanku ‘tuk jadi istrinya.

Do you want to be my wife?”

Yes, I do.” Anggukku kuat-kuat.

So, I will not search another anymore.” Begitu katanya.

Hatiku berbunga-bunga. Bahagia. Joe menerimaku apa adanya. Karena Joe pun pernah menikah dan istrinya sudah meninggal, dia tak ingin punya anak lagi. Aku pun mengangguk tanda setuju. Apa yang kuinginkan selain punya seseorang yang dicinta? Tak punya anak lagi pun tak mengapa, karena Joe sendiri sudah punya 2 anak dari pernikahan sebelumnya. Akan kuperlakukan mereka sebagaimana anakku sendiri.

Banyak yang kami perbincangkan, terutama tentang masa depan kami. Karena merasa cocok dengan Joe, apa pun yang dia minta aku penuhi. Termasuk perjanjian pisah harta/prenuptial agreement sebelum menikah juga aku setujui. Dan ternyata dirinya yang cukup posesif dan bilang jangan cari pria lainnya. Aku mengangguk setuju. Artinya dia serius padaku.

Waktu tiga minggu terasa singkat dan aku harus kembali ke Jakarta. Aku cukup sedih karena harus berpisah dengan Joe. Dan kami terpisahkan jarak yang cukup jauh. Beda benua. Tapi, aku sabar menunggu… Mungkin tahun depan setelah menikah, kami akan kembali bersatu.

Jakarta kumenuju…

Dalam pesawat yang membawaku pulang, aku berpikir dan merenung. Banyak hal yang ada di kepalaku. Semua menjadi satu. Tetapi, satu pulalah jawaban yang sudah jelas: Joe akan meminangku dan kami akan melanjutkan jalinan kisah cinta kami ini. Beginilah rasanya dicintai dan mencintai. Saling memiliki. Aku bahagia.

Di Jakarta aku langsung menunggu di bandara. Menunggu pesawat berikutnya yang akan membawaku ke Pontianak. Aku sempat terpikir sahabatku, Evie yang tinggal di Jakarta ini. Sahabat terbaik yang aku miliki. Evie ini lebih dekat dari keluargaku sendiri. Dia sudah 34 tahun jadi teman terdekatku. Tak ada rahasia. Semua kuceritakan padanya. Dia bagaikan sebuah buku yang di dalamnya tertulis semua kisah hidupku. Aku bahagia punya sahabat sepertinya. Evie punya 3 anak dan statusnya memang janda. Aku menemukan sahabat sejati di dalam dirinya.

Kutelpon Evie, dia pengin kenal juga dengan calon suamiku, Joe. Tak mengapa tentunya. Sahabat terbaikku punya hak juga memberikan penilaian terhadap calon suamiku. Mengapa tidak? Bahkan katanya dia ingin mendekatkan diriku dengan calon suamiku. Wah, Evieee… Kamu memang sahabat sejati!

Kalimantan Barat, kampung halamanku…

Aku kembali beraktivitas seperti semula. Kembali ke kota kelahiranku di Kalimantan Barat ini. Banyak rencana terpatri di kepalaku. Sukacita memenuhi hatiku yang berbunga-bunga ini.

Sahabatku pun bilang sudah mengenal calon suamiku. Ah, bertambah senang hatiku. Semua rencana ini semoga lancar dan terwujud jadi nyata.

Januari 2011

Seolah duniaku runtuh. Hari itu aku mendengar berita dari abang sepupuku, orang yang memperkenalkanku dengan Joe. Dia bertanya, apa aku mengenalkan sobatku pada Joe. Kujawab iya. Katanya mereka sekarang menjalin cinta dan terdengar kabar, bahkan mereka akan segera melangsungkan pernikahan.

Air mata membanjiri kedua belah pipiku. Ah, itu tak seberapa. Hatiku seperti disayat-sayat. Dua orang yang kukasihi dan kupercayai. Mengapa tega memperlakukan aku begini? Aku kehilangan selera makan. Berat badanku menurun drastis. Mamaku pun sedih melihat keadaanku.

Aku masih tak percaya dengan semua kenyataan ini. Pengkhianatan yang luar biasa kurasakan dari sahabatku yang merebut calon suamiku sendiri. Terkadang, jika kupikir-pikir, aku sendiri tak tahu salahku di mana. Mungkin perasaan bersalah yang terus menerpaku adalah saat kuperkenalkan mereka berdua. Tetapi, tujuanku semula agar sobat terbaikku bisa ikut menilai calon suamiku, berbalik menjadi bumerang bagiku.

Aku mencoba menghubungi Evie. Dengan rasa sakit yang luar biasa di hatiku, dia hanya menjawab setengah berkelit:

“ Tidak, aku hanya kenal dia, tapi tidak dekat dengannya, Tere.” Tak lama dia lalu bilang: “ Bagaimana perasaanmu kalau aku menikah dengan Joe?”

Kutahan air mataku, kujawab serak setengah tercekat:

“ Kalau kamu yang jadi aku, bagaimana perasaanmu???”

Persahabatan kami putus sampai di situ.

Maret 2011

Pernikahan itu membuahkan luka tak terobati di hatiku.

Pernikahan pacarku dan sahabat terbaikku. Terkhiati dua kali.

Aku tak mengerti, mengapa jalan hidupku begini. Tak mengerti sama sekali. Yang ada hanyalah hari-hari sepi, tanpa mereka berdua di sisi. Yang ada hanyalah meratapi nasib dan menangisi semuanya.

Apakah memang bahagiaku hanya bersumber dari mereka berdua?

Hanya Mama yang menemaniku. Membisikkan ketegaran di telingaku. Juga beberapa teman yang bersimpati pada kisahku. Terkadang kupikir ini bukanlah akhir dunia bagiku. Walaupun sakit. Teramat sakit. Tetapi, ketika pikiran positif tengah menghampiriku: kupikir memang Joe bukan yang terbaik bagiku. Tetapi, Evie yang seolah merampasnya dariku, menghempaskan diriku ke lautan penyesalan terdalam. Mengapa, oh mengapa harus begini???

Juni 2011

Waktu berjalan pelan. Tetapi, aku berusaha tegar. Walaupun tak sanggup berdiri. Aku tetap merangkak perlahan. Bahagiaku mungkin tak harus menikah dengan Joe. Bahagiaku mungkin tak harus bersahabat dengan Evie. Tegarlah, Tere, raihlah bahagiamu sendiri.

Walau masih banyak pertanyaan di dalam hatiku, aku mencoba terus bertahan dan berjalan. Aku masih bertanya-tanya, bagaimana mereka sampai bisa menikah? Mengapa Joe sampai mengingkari semua janji yang dia katakan padaku? Dia bilang dia tak mau punya anak, tetapi mengapa dia malah memilih Evie yang beranak tiga itu? Semua tak masuk akal bagiku. Aku sering menangis memikirkan hal itu.

Satu yang kusyukuri: aku masih sehat. Dan dengan kejadian ini aku melihat bahwa Joe bukanlah yang terbaik dalam rencana-Nya bagiku.

Aku masih punya Tuhan yang melindungiku dan tahu yang terbaik bagiku.

Bahagiaku tak harus denganmu, Joe! Biarkan kucari bahagiaku bersama-Nya.

Aku masih sangat sedih. Perih rasanya mengingat pengkhianatan itu. Tanpa aku pernah tahu, apa alasan di balik semuanya itu. Biarlah nanti Sang Waktu yang menyembuhkan diriku. Semoga aku pun mau membuka hatiku untuk sembuh. Suatu hari nanti, sungguh kuharapkan itu.

HCMC, 21 Juni 2011

-fon-

*kisah nyata seperti yang dikisahkan seorang sahabat di dunia maya kepada saya. Seluruh nama bukan nama sebenarnya. Tegarlah, sobatku, Tuhan punya rencana lain bagimu. Sabar menanti penggenapan rencana-Nya dalam hidupmu. God bless you.

* Copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

No comments:

Post a Comment