Jembatan
Singapore, few weeks ago…
Bus yang kutumpangi sudah berhenti. Dan aku melanjutkan perjalananku ke British Council dengan melalui jembatan penyeberangan.
Jujur, kondisi jembatan penyeberangan di Singapura ini amat berbeda dengan Jakarta. Di sisi kiri-kanan jalan terlihat bunga dan tanaman segar berwarna kehijauan. Asri, diselingi warna pink bunga yang bermekaran. Lalu, kondisi jembatan sepi dan amat bersih. Di ujung jalan kulihat seorang wanita tengah berbicara melalui handphonenya dengan santainya. Kulangkahkan kakiku agak cepat, karena aku sudah hampir terlambat masuk ke kelasku yang mulai jam 19.00.
Tetapi kesan nyaman, bersih, aman, dan asrinya jembatan itu tidak lepas dari ingatanku :)
Jakarta, few years ago…
Pengalaman naik turun jembatan penyeberangan di Jakarta, jelas lebih banyak daripada apa yang kualami di Singapura. Karena aku tinggal di Jakarta lebih lama sekitar 14 tahunan, jadi tentunya kualami berbagai pengalaman dengan jembatan penyeberangan.
Mulai dari kawasan Grogol depan Citraland. Sebagai anak Untar dulu, aku terbiasa naik jembatan penyeberangan Grogol. Jujur lagi nih, dengan rasa was-was karena banyak kejadian mulai dari copet sampai rampok di jembatan penyeberangan.
Kondisi jembatan penyeberangan di Jakarta pada umumny kotor (tetapi di depan Citraland itu sering ada yang menyapu sambil memegang kaleng sembari minta penghargaan atas tugasnya membersihkan jembatan, which was not bad, kan dia juga sudah usaha).
Jembatan di Jakarta secara umum lebih kotor dari Singapura, juga kurang aman, dan banyak pengemis. Tetapi ada yang menarik juga misalnya banyak yang berjualan di sana, mulai dari jepit rambut sampai gantungan kunci ataupun folder untuk kuliah, lengkap deh… (Hal ini yang tidak mungkin kujumpai di Singapura :)).
Pengalaman berjembatan juga kualami di daerah sekitar Setiabudi (Chase), Le Meridien, ataupun Jembatan depan Plaza Indonesia, karena dulu sempat berkantor di kawasan Sudirman-Thamrin. Tetapi tetap saja, banyak pengalaman yang kurang mengenakkan yang kudengar, misalnya ada seorang bule di kantorku dulu yang dirampok 4 orang sekaligus sambil memegang kedua kakinya dan sisanya mengambil barang-barangnya. Mengerikan…? Boleh dibilang begitu.
Tidak tahu bagaimana kondisi jembatan penyeberangan di Grogol, Karet, Sudirman, ataupun di Jakarta pada umumnya sekarang ini, aku hanya mencatat apa yang kuingat beberapa tahun yang lalu di Jakarta…
Biar bagaimana pun, Jakarta tetap kusukai di luar kemacetan dan banjirnya, Jakarta memberikan banyak kenangan manis… Walaupun pengalaman berjembatan di Jakarta tidak termasuk dalam kemanisan itu karena agak sering diiringi rasa was-was…
Jembatan aku dan Dia…
Saat aku berada di jembatan di Napier Road yang menghubungkan sisi Gleneagles Hospital dengan British Council di Singapura ini, aku teringat bahwa jembatan memiliki arti penting. Jembatan menghubungkan dua belah tempat.
Tanpa jembatan, hubungan itu tidak terjalin. Bisa tentunya menyeberang lewat jalan biasa seperti yang biasa dilakukan di Jakarta misalnya, tetapi resiko tentunya lebih besar.
Dalam perenunganku kala itu, membawaku ke dalam pengertian tentang hubunganku dengan Tuhan.
Dalam hal ini, jembatan menghubungkan dua belah pihak: aku dan Dia.
Jembatan yang menghubungkan aku dan Dia adalah DOA.
Tanpa doa, rasanya hidupku belum lengkap. Jembatan doalah yang menghubungkan aku dengan Tuhan selama ini. Doa menghubungkan aku dan Tuhan. Dan rasanya jarak tidaklah menjadi masalah. Karena Tuhan jauh sekaligus dekat. Kalau dilihat dari kebesaran dan keagunganNya, memang sepertinya Dia jauh. Namun sekaligus Dia dekat di hati, karena Dia sudah masuk dalam hatiku dan merajainya.
Di jembatan di Singapura ini, aku bersyukur bahwa aku punya jembatan doa.
Dan semoga jembatan doa yang terbangun menjadi jembatan yang tak kunjung putus yang terus kudoakan setiap hari dalam setiap detik kehidupanku, dalam setiap nafas hidupku, dalam segala suka-dukaku.
Doa tidak harus melulu terpaku pada waktu atau tempat tertentu. Karena jembatan doa bisa terbangun kapan saja, di mana saja, karena Tuhan Yesus selalu ada di tiap detik hidup kita.
Thanks to jembatan yang membawaku kepada pengertian baru. Bahwa pentingnya arti jembatan membawaku kepada pentingnya hidup doa dan tidak melupakannya. Melainkan mencari cara agar jembatanku dengan Dia menjadi lebih asri, indah berwarna-warni, memberikan rasa aman dan tenteram senantiasa dan kutahu itu tidak datang begitu saja. Relasi terbina karena adanya waktu, adanya keinginan untuk meluangkan waktu. Hari ini aku bertanya kepada diriku sendiri (dan tentunya teman-teman bisa juga berefleksi), “ Sudah cukupkah waktuku untuk membina relasi yang baik dengan Tuhan? Bagaimana jembatan doaku dengan Dia apakah sudah terbina baik?”
Mari sama-sama kita benahi jembatan kita dengan Dia saat ini juga agar tercipta hubungan yang semakin indah….
Singapore, April 28, 2008
-fon-
so touching... TFS
ReplyDeletema kasih, Cecil:)
ReplyDelete