Wednesday, December 8, 2010

Bolu Kukus


Bolu Kukus

*Arti Sebuah Perjuangan dan Kasih Mama bagiku…

Jakarta, September 2010

Ketika tak berselera untuk makan saat awal kehamilan, aku sukanya hanya ‘ngemil’ saja. Mulai dari tahu goreng, tempe goreng, risol, kroket, bakwan jagung, dan sebagainya. Bersyukur, aku berada di Jakarta. Kalau di Vietnam, yang pasti cemilan itu akan lebih sulit didapati yang cocok dengan selera.

Di antara semuanya itu, seorang tetangga yang baik hati memberikan dua buah bolu kukus. Warna krem mendominasi, dengan warna cokelat tua di pinggirannya menandakan dia rasa cokelat. Kubuka kertas ‘cup cake’ yang menjadi dasar Si Bolu, lalu mulai memakannya. Rasanya enak. Halus dan empuk. Dia memang tidaklah secantik ‘cup cake’ yang tengah menjamur saat ini. Namun, di hatiku, dia tetap memegang suatu kenangan khusus yang tak tergantikan. Seketika, kenangan akan bolu kukus membawaku ke masa-masa itu…

Palembang, kenangan masa SMP, hampir 20 tahun lalu…

Papaku sakit.

Dengan segala komplikasi penyakitnya membuat Papa tak mampu lagi mempertahankan bisnis yang sudah ditekuninya lebih dari dua puluh tahun lamanya. Ekonomi keluarga sempat morat-marit, tetapi Mamaku tetap tegar. Kami lima bersaudara, aku anak ke-4.

Di saat itulah, Mama mulai mencoba membuat kue dan lemper, serta mulai menitipkannya pada beberapa toko di pasar, maupun bakery dekat rumah. Perlahan, dia mulai berlatih membuat bolu kukus. Tidak sempurna pada awalnya, beberapa tidak mengembang bahkan berbentuk topi (tetapi terkadang menjadi kesenanganku tersendiri karena aku bisa dibagi dan makan bolu itu:)). Lalu perlahan Mama semakin mahir dan usaha berjualan kue semakin dikenal orang. Setidaknya, dapur keluarga masih mengebul dan kami masih bisa bersekolah.

Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya aku masuk SMU, Universitas dan bekerja. Harus kuakui, hari-hari perjuangan Mama memenuhi kebutuhan kami dipenuhi dengan pertemanannya dengan gula, telur, terigu, soda, dan semua komponen bahan yang menjadikan bolu kukus tercipta.

Setidaknya, bolu kukus punya andil yang cukup besar pula bagi apa yang sudah kami raih hari ini. Di situlah kulihat ketegaran dan kekuatan seorang Mama yang puji Tuhan dipilihkan-Nya bagiku. Untuk menjadi contoh bahwa hidup terkadang berat dan tak pernah bisa ditebak ke mana arahnya. Tetapi penting bagi kami untuk tidak menyerah ataupun mengaku kalah. Karena hidup adalah perjuangan untuk tetap tegar, di antara semua permasalahan ataupun lika-likunya yang tak pernah kuketahui bagaimana kompleksnya…

Terima kasih, Tuhan buat Mama. Buat bolu kukus. Dan buat kebersamaan di tengah badai dan pelajaran ketegaran di dalamnya…

Jakarta, September 2010

Kupandangi lagi kertas bolu kukus yang tersisa… Bolunya sudah habis.

Namun, tak segera kubuang kertasnya…

Kenangan atasnya membawaku kembali ke masa-masa penuh perjuangan sekaligus pembelajaran terbesar dalam hidupku. Bahwa hidup bisa berubah drastis, bisa membawaku ke perjalanan yang suram dan mungkin tak menyenangkan…

Tetapi, Mama mengajarkanku untuk tegar dan berjuang. Tidak menyerah kalah. Tidak pula melakukan yang buruk, terlarang, atau suatu kejahatan untuk mendapatkan uang…

Bekerja keras, jujur, berikan yang terbaik… Tuhan punya mata, Dia takkan tinggal diam melihat orang-orang yang berjuang keras untuk hidup sembari terus berdoa dan berserah kepada-Nya….

Kubuang bungkus plastik dan kertas bolu kukus itu… Namun kenangan dan pembelajaran di dalamnya takkan terhenti sampai di situ, bahkan akan tetap terpatri dalam relung terdalam di hatiku. Selamanya.

Ho Chi Minh City, 9 Desember 2010

-fon-

*Mataku basah saat menuliskan hal ini. Rasa haru, sekaligus syukur meliputiku. Karena kebaikan-Nya aku bisa hidup dan mengecap banyak kebaikan sampai hari ini. Salah satu yang terbaik adalah keluargaku: Mama, Papa, dan seluruh kakak-adikku… Thank God!

* copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya…

No comments:

Post a Comment