Monday, January 24, 2011

Elastis Seperti Karet Gelang



Karet gelang itu berwarna kuning. Kecil. Kupakai untuk membungkus sisa makanan yang kubeli tadi. Roti Vietnam itu (atau bahn mi dalam Bahasa Vietnam), biasa dibungkus dengan kertas dan ditarik karet gelang untuk mengencangkannya. Mataku tertuju padanya. Kecil tetapi bisa membesar di kala diperlukan. Elastis. Fleksibel. Sepertinya dia mengingatkan diriku akan elastisitas yang juga dibutuhkan dalam kehidupan ini…

Adaptasi…

Ada hal-hal tertentu yang tidak bisa diganggu-gugat. Hal-hal prinsip dalam hidup semisal kebaikan, kepercayaan yang dipegang, ataupun norma-norma lainnya yang memang tetap dipertahankan. Tentunya, setiap orang punya standar dan pemikiran yang berbeda. Amatlah tergantung di mana atau bagaimana dia dibesarkan, lingkungannya, atau kejadian-kejadian apa yang terjadi di hidupnya sehingga menjadikan dia seperti hari ini atau memilih hal-hal tertentu yang dia yakini.

Saya menyadari, dari kecil saya sudah diberikan contoh oleh orang tua saya bagaimana seharusnya untuk hidup. Beberapa contoh itu adalah contoh baik dan harus dipertahankan semisal kejujuran, kerendah-hatian, simpati dan empati, mengasihi. Walau dalam hidup, saya tidak memungkiri, saya pun pernah bersalah, berdosa, ataupun lalai. Namun, saya percaya pada kebaikan yang berasal dari-Nya. Karena Dialah sumber kebaikan, jadi setidaknya saya punya acuan mana yang baik dan tidak (bukan subyektif melulu menurut saya).

Hidup membawa setiap orang pada proses adaptasi. Dari bayi menjadi balita, remaja, kemudian kuliah, bekerja, menikah. Peran dari anak, orangtua, lalu jadi kakek/nenek. Pindah sekolah, pindah kota, pindah negara. Selalu kita hadapi proses adaptasi ini. Kalau kita keukeuh mempertahankan sesuatu, misalnya: aku kan masih kecil, jadi aku tak bisa pergi kuliah sendiri. Masih terus mengganggap diri bayi, sementara umur melaju terus tentunya tidak sesuai juga, ya…

Fleksibilitas dan elastisitas…

Adaptasi yang terakhir-terakhir ini saya jalani adalah pindah negara. Dari Indonesia- karena tugas suami-kami sudah berpindah ke dua negara. Jujur tiap kali pindah, ada ‘comfort zone’ yang diporak-porandakan… Karena segala sesuatu harus mulai lagi. Cari tempat tinggal, cari teman, membiasakan diri dengan kota/negara tersebut termasuk sistem transportasi, perbankan, shopping, bahkan berbelanja ke pasar. Banyak hal juga yang bisa dipelajari sebagai bagian dari adaptasi itu sendiri. Pertama pasti sulit, tetapi menyenangkan karena ada tantangan di dalamnya. Tetapi setelah sekian lama, jadi terbiasa dengan alur kehidupan di negara itu dan segala sesuatunya.

Saya belajar elastis. Dulu pastinya saya orang yang malas pindah-pindah. Boro-boro pindah rumah, pindah kamar kos saja gak pengin:) Saya suka keteraturan dalam jadwal keseharian saya, sementara kalau pindah-pindah, saya harus mulai dari awal lagi. Beda siklus lagi. Tetapi sekarang saya menikmatinya…

Karet gelang itu masih di sana. Teregang rapi di bungkus roti. Di sana saya melihat hidup terkadang harus fleksibel dalam beberapa hal. Tentunya bukan fleksibel terhadap hal-hal yang buruk (misalnya lihat orang mencuri lalu aku fleksibel ikutan atau lihat orang berprofesi pengedar narkoba juga tertarik untuk memulai)… Tetapi, ketika perubahan itu selalu ada di sana: baik sisi peran ataupun segala pernik kehidupannya… Rasanya, sikap yang elastis, bisa beradaptasi dengan baik di mana pun ditempatkan, perlu juga diterapkan.

Karet gelang mengingatkan saya akan hidup yang elastis tetapi tetap terarah dalam Tuhan. Sehingga kita tidak jadi orang-orang yang kaku atau merasa diri selalu benar, tetapi lebih terbuka terhadap banyak perubahan. Terutama perubahan untuk menuju diri sendiri yang makin baik, makin mengasihi sesama, sebagai anak-anak Allah yang seharusnya selalu mencirikan citra-Nya di mana pun kita berada.

Ho Chi Minh City, 25 Januari 2011

-fon-

* copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya
sumber gambar:
chem-is-try.org

No comments:

Post a Comment