Tuesday, January 11, 2011

Menulis dan Terus Menulis



Dulu…

Ketika tepatnya 4 tahun lebih yang lalu, saya mencoba memulai menulis secara lebih serius… Mungkin saya mengawalinya sebagai kegiatan yang sekadar berjudul ‘killing time’. Menanti kehadiran anak pertama, pindah negara ikut suami yang bertugas, dan harus di rumah sementara telah terbiasa bekerja dan aktif di Jakarta.

Menulis pada saat itu lebih merupakan upaya uji-coba. Daripada tidak ada kerjaan, sedangkan ‘blogging’ sedang mulai ‘in’, tak ada salahnya mencoba. Setelah menulis sekian lama, ada tanggapan yang lebih positif dari beberapa teman, berkenalan dengan teman-teman penulis dari pemula sampai yang lebih senior dan berbagi semangat saling mendukung untuk terus menulis… Menulis menjadi satu kegiatan yang harus ada. Seolah tanpa cabai, makanan jadi tak sedap. Tak menulis sehari, rasanya ada sesuatu yang kurang. Jadilah menulis merupakan kegiatan harian yang saya tunggu-tunggu. Menyalurkan hobby sekaligus berbagi cerita bersama sahabat, teman penulis, dan pembaca yang budimanJ

Menulis, di kali lainnya menjadi sebuah terapi bagi jiwa saya. Dengan menulis tanpa sadar, seringkali banyak masalah pribadi yang merupakan pertanyaan saya akan kehidupan ini terpecahkan. Menulis juga menjadi terapi ketika saya sedang dilanda kecewa, stres, mungkin depresi. Atau luka yang mendalam. Dengan menuliskannya entah dalam bentuk sharing pribadi atau dalam bentuk cerpen, ada sesuatu yang dipulihkan… Ada kecewa yang tersalurkan, ada beban yang terangkat… Dan itu juga yang membuat saya ketagihan menulis…

Mungkin pernah di satu masa, menulis menjadi sebuah ajang untuk mencari dan menemukan eksistensi diri. Untuk jadi terkenal, untuk dikagumi, untuk menginspirasi orang lain… Tetapi, akhirnya saya sadari setelah sekian lama menulis… Bahwa tujuan-tujuan itu bagi saya pribadi, tidak akan membawa saya ke arah yang positif. Ketika saya berpikir untuk menjadi terkenal, itu berarti kalau saya tidak terkenal, saya berhenti menulis? Atau ketika tulisan saya tidaklah dikagumi malahan dicaci-maki misalnya, akankah membuat saya tidak lagi mau menuliskan segala sesuatunya? Motivasi diri saya sendiri juga mengalam pemurnian… Bahwa pada akhirnya, tujuan saya menulis akanlah tetap sebagaimana saya bertujuan di saat awal saya menulis: berbagi (sharing), juga sebagai bentuk ungkapan syukur atas talenta yang Tuhan berikan kepada saya.

Pernahkah saya capek atau bosan menulis? Sebagaimana layaknya seorang juru masak yang harus masak tiap hari, pasti pernah dihinggapi kebosanan. Tetapi, tentunya mereka punya cara buat mengatasinya. Bagi saya pribadi, karena cenderung sedikit pembosan, saya berusaha bereksperimen dengan kata-kata dan bentuk-bentuk tulisan. Itu bisa berarti essay, artikel, curahan hati, cerpen/cerber, puisi, renungan atau refleksi… Di kali lain, mungkin saya ingin menulis dalam Bahasa Inggris, tergantung suasana hati. Satu yang pasti: konsistensi penulis tetap harus saya jaga. Karena ada beberapa rubrik yang secara rutin saya tuliskan setiap harinya. Seperti renungan harian ‘Thought of the Day’ misalnya… Tetap saya tuliskan, berusaha dengan setia dalam kondisi apa pun… Entah saya yang sakit, atau anak yang sedang rewel.. Sejenak, saya membaca dan merenungkan firman Tuhan lalu menuangkannya dalam bentuk renungan singkat.

Apa pernah saya merasa hebat karena saya menuliskan standar yang begitu tinggi dari apa yang saya baca dari Kitab Suci misalnya? Tak pernah sedikit pun saya merasa lebih jago, apalagi lebih hebat. Saya, sama-sama dengan Anda, adalah bagian dari manusia-manusia yang juga bergumul dengan banyak masalah di dalam diri saya. Tetapi saya berusaha mencari kekuatan dari-Nya dan berusaha menuangkan dalam bentuk tulisan untuk kemudian memotivasi saya. Syukur-syukur, bila dianggap baik, sobat-sobat sekalian juga bisa mendapatkan sedikit pencerahan dari apa yang tersalurkan lewat tulisan saya. Saya selalu menganggap bahwa adalah Tuhan yang hendak menyampaikannya, tetapi lewat tangan saya, Dia ungkapkan itu semua. Biarlah semua pujian kembali kepada-Nya.

Ketika Utada Hikaru, penyanyi asal Jepang yang terkenal dengan lagu ‘First Love’-nya mengumumkan pengunduran dirinya beberapa saat yang lalu, di usianya yang ke-27 untuk kemudian berkonsentrasi di bidang kehidupannya yang lain… Saya sempat berpikir, sampai kapan saya akan terus menulis?

Jika menulis malah memperkaya kehidupan saya (dan syukur-syukur juga pembacanya), jika menulis memberikan begitu banyak kelegaan sekaligus terapi jiwa bagi saya… Saat menulis memberikan begitu banyak harapan bagi kehidupan saya pribadi karena saya menjadi termotivasi untuk melihat begitu banyak kebaikan dalam kesederhanaan walaupun di tengah dunia yang semakin kacau atau bobrok sekalipun, apa kemudian saya harus berhenti?

Saya hanya berusaha untuk menulis dan terus menulis dengan setia. Apa pun yang terjadi, semoga saya tetap bisa meluangkan waktu untuk menulis dengan penuh cinta, dari hati yang terdalam. Karena tulisan yang berasal dari hati juga mampu menjangkau setiap hati pembacanya di luar sana…
Menulis bagi saya tetaplah merupakan ungkapan syukur karena saya masih diberikan kehidupan yang luar bisa oleh Sang Pencipta-dalam suka-dukanya- saya percaya bahwa inilah yang terbaik bagi diri saya.

Mohon doanya:) Salam dari rantau…

Ho Chi Minh City, 12 Januari 2011

-fon-

sumber gambar:

abt.com

No comments:

Post a Comment