"... Dan ketika gumpalan kelelahan demi kelelahan semakin
menggunung...
Dalam hati, dalam diri dan pikiran...
Yang ada hanyalah kemarahan.
Kemudian berujung pada: penyesalan."
Kelelahan demi kelelahan awalnya kuanggap biasa.
Tak punya waktu untuk bertegur sapa dengan diriku sendiri, juga
kuanggap akan mampu kulalui dengan mudah.
Tetapi ternyata, efeknya jauh lebih besar dari yang kukira.
Sesuatu yang kuanggap biasa dan mudah itu berbalik menjadi sesuatu
yang tidak biasa dan ternyata sukar dikendalikan.
Emosi negatif pun bermunculan...
Untuk kemudian membangun dinding kemarahan karena merasa tak
dimengerti oleh siapa pun juga.
Mungkin sedikit terlambat kusadari hal ini.
Ketika bos di perusahaanku menaikkan gaji sekaligus memberikan
promosi jabatan bagiku, kupikir yang ada hanyalah kebahagiaan.
Uang yang lebih banyak, posisi yang lebih baik, siapa juga yang
bisa menolak? Namun ternyata diriku tidak siap dengan segenap perubahan ini.
Banyak uang, banyak meeting,
dilanjutkan dengan berkurangnya waktu dengan keluarga tercinta.
Suami protes, anak menangis, aku tak jua mengerti.
Kupikir, kulakukan semuanya ini hanya demi mereka.
Koq mereka
bukannya gembira, malahan marah-marah?
Pagi itu kembali aku berhadapan dengan keluargaku yang tengah mengeluh, betapa aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.
Pagi itu kembali aku berhadapan dengan keluargaku yang tengah mengeluh, betapa aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.
Tekanan bos agar aku terus berkarya dengan prima membuatku mudah
marah. berteriak, dan tak peduli perasaan orang.
Termasuk perasaan keluargaku.
Kubanting piring sarapanku hari itu, "Ini semua demi kalian,
tahu!"
Aku kehilangan selera makanku.
Lalu bergegas menenggelamkan diriku dalam kesibukan kerjaku.
Lalu bergegas menenggelamkan diriku dalam kesibukan kerjaku.
***
Hari itu bosku ditangkap pihak kepolisian karena dugaan kasus
penggelapan uang perusahaan.
Dan aku yang banyak menandatangani berkas-berkas surat penting karena kenaikan jabatanku,
membuat aku pun terkena getahnya.
Kini kutahu alasannya mengapa bos menaikkan gaji dan jabatanku.
Pembelaan diriku terasa pahit.
Pembelaan diriku terasa pahit.
Segalanya demi pekerjaan
dan karier?
Ah, aku merasa tertipu…
Penyesalan selalu datang
terlambat.
Anak-anak menangis dan
suamiku memelukku.
Merekalah yang tetap
bersama-sama dengan aku.
Mereka tidak
meninggalkanku…
Persidangan demi
persidangan kulalui…
Sampai akhirnya terkuak
juga bahwa bosku memang ahli memanipulasi.
Aku dinyatakan tidak
bersalah.
Kami sekeluarga berteriak
lega dan gembira.
“ Terima kasih, Tuhan untuk
ini semua.”
Kupeluk mereka. Keluargaku
tercinta.
Dalam hati kubersyukur
kepada-Nya.
Masih diberi kesempatan
untuk menghirup udara bebas
dan menghabiskan waktu
bersama mereka.
Kuhapus air mata. Kali ini
tangisan bahagia.
Kupeluk mereka.
“ Maafkan, Mama!”
Mereka menyambutku dengan
pelukan erat nan mesra.
“ Penyesalan itu membuahkan
kesadaran,
diiringi pelajaran yang teramat
mahal dan berharga.
Uang memang penting, tapi bukan
segalanya.
Tak hendak aku meninggalkan mereka
(baca:keluargaku)
demi apa pun juga.
Terima kasih, Tuhan untuk berkat-Mu
yang tak terhingga. Keluarga kecintaan yang begitu setia…
Kini aku bersiap untuk memulai awal
yang baru
Bersama mereka dalam tangan
kasih-Mu.”
3 Desember 2012
fon@sg
blog ini menginspirasi ku...
ReplyDeleteselalu ku ikuti kisah-kisah nya..
semoga kak fonny semakin sukses yaah.
salah seorang penggemar blog ini dari : http://road2route.blogspot.com
@SheQinah Fran: terima kasih banyak, ya buat 'wish' juga buat dukungannya... Mungkin kamu gak pernah tau, betapa dukungan dan komentar2 seperti yang kamu tulis juga memotivasi aku untuk terus menulis dan berbagi. Selalu berusaha memberikan yang terbaik, masalah sukses, aku percaya sudah diatur-Nya...
ReplyDeleteSemoga kegiatanmu juga selalu dalam lindungan kasih-Nya...
Salam:)
what a blessed reflection ce thanks for sharing
ReplyDelete@lovely-suzie: thanks for dropping by:) it's always feel good to share:)... take care...
ReplyDeletesalam kenal..
ReplyDelete