Tuesday, December 4, 2012

Sebuah Awal yang Baru




"... Dan ketika gumpalan kelelahan demi kelelahan semakin menggunung...
Dalam hati, dalam diri dan pikiran...
Yang ada hanyalah kemarahan.
Kemudian berujung pada: penyesalan."

Kelelahan demi kelelahan awalnya kuanggap biasa.
Tak punya waktu untuk bertegur sapa dengan diriku sendiri, juga kuanggap akan mampu kulalui dengan mudah.
Tetapi ternyata, efeknya jauh lebih besar dari yang kukira.
Sesuatu yang kuanggap biasa dan mudah itu berbalik menjadi sesuatu yang tidak biasa dan ternyata sukar dikendalikan.
Emosi negatif pun bermunculan...
Untuk kemudian membangun dinding kemarahan karena merasa tak dimengerti oleh siapa pun juga.

Mungkin sedikit terlambat kusadari hal ini.
Ketika bos di perusahaanku menaikkan gaji sekaligus memberikan promosi jabatan bagiku, kupikir yang ada hanyalah kebahagiaan.
Uang yang lebih banyak, posisi yang lebih baik, siapa juga yang bisa menolak? Namun ternyata diriku tidak siap dengan segenap perubahan ini.
Banyak uang, banyak meeting, dilanjutkan dengan berkurangnya waktu dengan keluarga tercinta.
Suami protes, anak menangis, aku tak jua mengerti.
Kupikir, kulakukan semuanya ini hanya demi mereka.
Koq mereka bukannya gembira, malahan marah-marah?

Pagi itu kembali aku berhadapan dengan keluargaku yang tengah mengeluh, betapa aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku.
Tekanan bos agar aku terus berkarya dengan prima membuatku mudah marah. berteriak, dan tak peduli perasaan orang.
Termasuk perasaan keluargaku.
Kubanting piring sarapanku hari itu, "Ini semua demi kalian, tahu!"
Aku kehilangan selera makanku.
Lalu bergegas menenggelamkan diriku dalam kesibukan kerjaku.

***

Hari itu bosku ditangkap pihak kepolisian karena dugaan kasus penggelapan uang perusahaan.
Dan aku yang banyak menandatangani berkas-berkas surat penting karena kenaikan jabatanku, membuat aku pun terkena getahnya.
Kini kutahu alasannya mengapa bos menaikkan gaji dan jabatanku.
Pembelaan diriku terasa pahit.
Segalanya demi pekerjaan dan karier?
Ah, aku merasa tertipu…

Penyesalan selalu datang terlambat.
Anak-anak menangis dan suamiku memelukku.
Merekalah yang tetap bersama-sama dengan aku.
Mereka tidak meninggalkanku…

Persidangan demi persidangan kulalui…
Sampai akhirnya terkuak juga bahwa bosku memang ahli memanipulasi.
Aku dinyatakan tidak bersalah.
Kami sekeluarga berteriak lega dan gembira.
“ Terima kasih, Tuhan untuk ini semua.”

Kupeluk mereka. Keluargaku tercinta.
Dalam hati kubersyukur kepada-Nya.
Masih diberi kesempatan untuk menghirup udara bebas
dan menghabiskan waktu bersama mereka.
Kuhapus air mata. Kali ini tangisan bahagia.
Kupeluk mereka.
“ Maafkan, Mama!”
Mereka menyambutku dengan pelukan erat nan mesra.

“ Penyesalan itu membuahkan kesadaran,
diiringi pelajaran yang teramat mahal dan berharga.
Uang memang penting, tapi bukan segalanya.
 Tak hendak aku meninggalkan mereka (baca:keluargaku)
demi apa pun juga.
Terima kasih, Tuhan untuk berkat-Mu yang tak terhingga. Keluarga kecintaan yang begitu setia…
Kini aku bersiap untuk memulai awal yang baru
Bersama mereka dalam tangan kasih-Mu.”

3 Desember 2012
fon@sg


5 comments:

  1. blog ini menginspirasi ku...
    selalu ku ikuti kisah-kisah nya..

    semoga kak fonny semakin sukses yaah.


    salah seorang penggemar blog ini dari : http://road2route.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. @SheQinah Fran: terima kasih banyak, ya buat 'wish' juga buat dukungannya... Mungkin kamu gak pernah tau, betapa dukungan dan komentar2 seperti yang kamu tulis juga memotivasi aku untuk terus menulis dan berbagi. Selalu berusaha memberikan yang terbaik, masalah sukses, aku percaya sudah diatur-Nya...
    Semoga kegiatanmu juga selalu dalam lindungan kasih-Nya...
    Salam:)

    ReplyDelete
  3. what a blessed reflection ce thanks for sharing

    ReplyDelete
  4. @lovely-suzie: thanks for dropping by:) it's always feel good to share:)... take care...

    ReplyDelete