Omong-Omong Tentang Perasaan
Jauh…
Perasaan, akhir-akhir ini hubungan dengan Tuhan koq tambah jauh saja. Tuhan terasa tidak bisa dipahami. Tuhan terasa tidak peduli dengan membombardir dunia ini dengan krisis finansial, dengan permasalahan yang tak kunjung henti, dengan berita kematian seorang teman yang masih cukup muda dan berada di usia produktif. Dan perasaan itu terbawa dan terbawa sampai terpikir bahwa memang Tuhan tidak peduli dan tidak akan pernah mengerti. Kalau Dia peduli, mengapa Dia izinkan begitu banyak kepedihan dalam hidup ini? Kalau Dia peduli, mengapa Dia tidak menolong seketika ketika terjadi bencana? Dia kan Tuhan? Dan Tuhan itu Mahahadir dan Maha Kuasa. Jadi, kalau Dia mau, apa sih yang mustahil bagi Tuhan? Tetapi, kenapa Dia tidak lakukan? Kenapa Dia sepertinya diam seribu bahasa dalam menyikapi semua keluh kesah manusia yang tak kunjung henti? Adakah Dia peduli dan memahami semua ini??? Kecewa, sedih, sakit hati, semua bercampur jadi satu. Andai Tuhan tahu…
Dekat…
Perasaan yang pernah dirasakan beberapa waktu sebelumnya…
Tuhan sungguh baik, Tuhan sungguh peduli, Tuhan sungguh mengerti yang terbaik dalam hidup setiap insan manusia. Tuhan dengan ramah menyambut kehadiranku hari ini dengan sapaan alam: angin lembut bertiup, udara cerah ceria, langit biru sempurna. Ah, Dia memang baik. Dia memang dekat di hati. Dan Dia sungguh ada, peduli, mengerti, mengasihi, mencintai, menerima seluruh manusia apa adanya. Dia yang menciptakan semua makhluk di bumi ini dan Dia menginginkan kehadiran setiap dari kita untuk memberikan warna kepada dunia ini. Dia memberikan segala sesuatu tepat pada waktuNya. Tidak kurang tidak lebih. Pas! Seluruh kejadian yang terjadi dalam hidup adalah mata rantai yang sambung menyambung bak film seri Korea. Ada awal, ada akhir. Semua sudah di-plot dengan sempurna oleh sang sutradara kehidupan, siapa lagi kalau bukan Tuhan.
Percaya bahwa hari-hari ke depan, Tuhan akan berikan segala yang terbaik dalam perencanaanNya.
Heiiii…
Perasaan-perasaan lain berkecamuk. Hadir dan hilang. Ada dan tiada. Timbul dan tenggelam. Jauh-dekat. Peduli-tak peduli. Mengasihi-membenci. Mengampuni-mendendam. Aahhh.. semua campur aduk jadi satu.
Tetapi … Tetapi bukankah Tuhan bukan cuma sekedar perasaan???
Tuhan adalah Tuhan dan heiii… ini bukan relasi mikrolet yang jauh dekat tetap dibayar dengan harga sama. Ini relasi dengan Tuhan.
Tuhan selalu konstan. Tuhan selalu baik, mengasihi, mengampuni, peduli. Namun di kala perasaan kita tengah berkecamuk dan kacau, sepertinya Dia jauh dan tidak mendengarkan doa-doa kita.
Dalam kegelisahan malam-malam penuh tangisan dan isak air mata, seseorang mungkin bertanya akan kebenaran bahwa Tuhan senantiasa peduli. Senantiasa mengerti. Kalau Dia mengerti, do something donk, God…!
Tetapi… lagi-lagi tetapi… Dia bukanlah karyawan kita yang bisa langsung bertindak kalau kita suruh ini dan itu. Ingat, Dia adalah Tuhan, bukan budak kita. Dia berkuasa menentukan segala sesuatunya…Mungkin…mungkin kita yang keterlaluan apabila mendiktenya…
Tuhan, hari ini aku sadari sekali lagi bahwa Tuhan bukanlah sekedar perasaan. Memang kita punya perasaan yang harus diakui, tetapi bukan selalu harus dituruti. Dan dengan permainan segala perasaan ini, semoga akhirnya kita sadari bahwa Tuhan tetaplah Tuhan yang baik, peduli, dan mengasihi tanpa syarat. Hanya saja kita memperkenankan perasaan kita mendominasi untuk sementara waktu sampai akhirnya kita mengerti bahwa Tuhan memberikan yang terbaik pada kita.
Ending…
Perasaan ini dan itu yang dirasakan, kusampaikan kepada Tuhan. Tuhan mengerti dan peduli. Dan aku juga tidak mau dipermainkan perasaan. Relasi dengan Tuhan lebih dari sekedar perasaan. Kalau hanya berhenti pada perasaan, kedalaman relasi dengan Tuhan tidak tercapai. Karena perasaan kita terkadang membuat kita salah sangka terhadap Tuhan. Misunderstand Him. Dan itu rasanya tidak ‘ fair’ untuk Tuhan. Dia lebih dari sekedar perasaan. Dia Tuhan. Dia tidak moody. Coba kalau Tuhan moody, hari ini Tuhan baik, besok…? Entahlah… Untung kita bukan Tuhan. Kalau iya, apa jadinya seluruh alam raya, surga dan bumi???
Singapore, 24 Oktober 2008
-fon-
pssst…perasaanku lega setelah menuliskan tulisan ini :)
Chapters of Life, begitu saya senang menyebutnya. Karena bagi saya, hidup adalah babak demi babak, bab demi bab, yang menjadikan buku kehidupan saya sempurna.
Thursday, October 23, 2008
Friday, October 3, 2008
Pertemuan Dengan Anuar
Pertemuan Dengan Anuar
Beberapa bulan yang lalu…
Audrey yang tidak bisa tidur, mengajak aku dan suamiku jalan-jalan. Maunya keluar rumah. Alhasil, karena waktu sudah menunjukkan di atas pukul 9 malam, mau ke mana juga, akhirnya kami ke kolam renang dan club house. Di Club House apartemen ini, ada seorang penjaga (guard), dan di hari Jumat-Sabtu-Minggu, ada seorang Melayu Singaporean bernama Anuar yang bertugas. Kami bertegur sapa dan berkenalan.
Anuar, seorang Bapak dari 2 anak plus, yang satu lagi ceritnya bakal lahir sekitar beberapa bulan ke depan. Dia bersemangat dan kulihat dia tiap jaga membaca buku rohani Islam. Bagus sih untuk mengisi waktu luang.
Kami bercerita tentang banyak hal seputar anak, karena dia cukup mengerti soal susu formula, dokter anak, sampai dokter kandungan istrinya.
Hari ini, kami bertemu lagi…
Kembali karena Audrey masih mau berkeliaran, kami ke Club House. Bersama suami dan anakku, kami melihat Anuar kembali. Ini hari Jumat, jadi dia yang jaga.
Dia amat ramah, kami mengucapkan selamat Idul Fitri kepadanya. Sekaligus dia bercerita tentang bayi laki-lakinya yang baru lahir dan berusia 2 bulan.
Dan dari cerita ngalor-ngidul, aku baru tahu bahwa Anuar bekerja sebagai graphic designer di sebuah percetakan dari Senin-Jumat. Dan Jumat-Minggu dia menjadi security di sini. Dia sangat rajin karena katanya dia berteman dengan banyak orang Chinese Singaporean di sini yang bekerja keras dan mengutamakan pendidikan.
Tidur pun tak cukup, karena shift malamnya mengharuskan dia tidur siang hari. Dan hari Senin menjadi hari yang paling panjang, karena dia selesai kerja jam 6.30 pagi sebagai guard, sementara dia harus bekerja jam 7.30 di percetakan. Tapi dia menjalankan dengan tabah, semangat, dan sangat memotivasi aku…
Dan teringat, ada tertulis di alkitab…
Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
--- Roma 12:11
I don’t know… I just got a feeling that akhir-akhir ini, entah karena ritme dan rutinitas sebagai seorang ibu RT, entah karena sempat mengalami beberapa puluh kegagalan dalam aplikasi pekerjaan, dan berbagai kesulitan adaptasi di negeri orang membuatku merasa agak kendor.
Tetap berusaha menelorkan tulisan, tetapi memang terkadang tidak maksimal. Aku masih bisa lebih rasanya…
Melihat Anuar, malam hari ini aku termotivasi. Untuk suatu saat kembali mendapatkan satu kegiatan yang pasti sudah Tuhan sediakan untukku.
Saat ini, biarlah aku tetap rajin menjadi mommy yang baik, menjadi istri yang baik…
Menjadi penulis yang setia di tengah sekecil apa pun kontribusi yang bisa aku sumbangkan bagi Dia.
Kembali ayat itu bergema dalam hatiku…
Layanilah Tuhan…Yah, melayani Tuhan dengan segala yang ada padaku sekaligus dengan segala keterbatasanku. Mungkin belum bisa terlalu banyak, tapi at least aku berusaha kembali mengkonsistenkan diri untuk tidak kendor. Tetap rajin. Melayani Tuhan di mana pun Dia tempatkan.
Pertemuan dengan Anuar, seorang hard working sekaligus low profile membuatku sadar bahwa hidup memang perjuangan. Dan perjuangan itu bukan sekedar kata-kata manis ataupun kalimat motivasi, namun perlu ‘action’ untuk keluar dari comfort zone, untuk keluar dari segala yang membuat kerajinan kendor.
Biarlah roh kita menyala-nyala untuk membakar dunia ini dengan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang fresh from God’s oven yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Keep on fire!
Singapore, 4 October 2008
-fon-
*yang nulis sambil denger CD rohani
Beberapa bulan yang lalu…
Audrey yang tidak bisa tidur, mengajak aku dan suamiku jalan-jalan. Maunya keluar rumah. Alhasil, karena waktu sudah menunjukkan di atas pukul 9 malam, mau ke mana juga, akhirnya kami ke kolam renang dan club house. Di Club House apartemen ini, ada seorang penjaga (guard), dan di hari Jumat-Sabtu-Minggu, ada seorang Melayu Singaporean bernama Anuar yang bertugas. Kami bertegur sapa dan berkenalan.
Anuar, seorang Bapak dari 2 anak plus, yang satu lagi ceritnya bakal lahir sekitar beberapa bulan ke depan. Dia bersemangat dan kulihat dia tiap jaga membaca buku rohani Islam. Bagus sih untuk mengisi waktu luang.
Kami bercerita tentang banyak hal seputar anak, karena dia cukup mengerti soal susu formula, dokter anak, sampai dokter kandungan istrinya.
Hari ini, kami bertemu lagi…
Kembali karena Audrey masih mau berkeliaran, kami ke Club House. Bersama suami dan anakku, kami melihat Anuar kembali. Ini hari Jumat, jadi dia yang jaga.
Dia amat ramah, kami mengucapkan selamat Idul Fitri kepadanya. Sekaligus dia bercerita tentang bayi laki-lakinya yang baru lahir dan berusia 2 bulan.
Dan dari cerita ngalor-ngidul, aku baru tahu bahwa Anuar bekerja sebagai graphic designer di sebuah percetakan dari Senin-Jumat. Dan Jumat-Minggu dia menjadi security di sini. Dia sangat rajin karena katanya dia berteman dengan banyak orang Chinese Singaporean di sini yang bekerja keras dan mengutamakan pendidikan.
Tidur pun tak cukup, karena shift malamnya mengharuskan dia tidur siang hari. Dan hari Senin menjadi hari yang paling panjang, karena dia selesai kerja jam 6.30 pagi sebagai guard, sementara dia harus bekerja jam 7.30 di percetakan. Tapi dia menjalankan dengan tabah, semangat, dan sangat memotivasi aku…
Dan teringat, ada tertulis di alkitab…
Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.
--- Roma 12:11
I don’t know… I just got a feeling that akhir-akhir ini, entah karena ritme dan rutinitas sebagai seorang ibu RT, entah karena sempat mengalami beberapa puluh kegagalan dalam aplikasi pekerjaan, dan berbagai kesulitan adaptasi di negeri orang membuatku merasa agak kendor.
Tetap berusaha menelorkan tulisan, tetapi memang terkadang tidak maksimal. Aku masih bisa lebih rasanya…
Melihat Anuar, malam hari ini aku termotivasi. Untuk suatu saat kembali mendapatkan satu kegiatan yang pasti sudah Tuhan sediakan untukku.
Saat ini, biarlah aku tetap rajin menjadi mommy yang baik, menjadi istri yang baik…
Menjadi penulis yang setia di tengah sekecil apa pun kontribusi yang bisa aku sumbangkan bagi Dia.
Kembali ayat itu bergema dalam hatiku…
Layanilah Tuhan…Yah, melayani Tuhan dengan segala yang ada padaku sekaligus dengan segala keterbatasanku. Mungkin belum bisa terlalu banyak, tapi at least aku berusaha kembali mengkonsistenkan diri untuk tidak kendor. Tetap rajin. Melayani Tuhan di mana pun Dia tempatkan.
Pertemuan dengan Anuar, seorang hard working sekaligus low profile membuatku sadar bahwa hidup memang perjuangan. Dan perjuangan itu bukan sekedar kata-kata manis ataupun kalimat motivasi, namun perlu ‘action’ untuk keluar dari comfort zone, untuk keluar dari segala yang membuat kerajinan kendor.
Biarlah roh kita menyala-nyala untuk membakar dunia ini dengan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang fresh from God’s oven yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Keep on fire!
Singapore, 4 October 2008
-fon-
*yang nulis sambil denger CD rohani
Friday, August 22, 2008
I'm Not Michael Phelps
I’m Not Michael Phelps…
Michael Fred Phelps (born June 30, 1985) is an American swimmer and 14-time Olympic gold medalist (the most by any Olympian), who currently holds seven world records in swimming.
Phelps holds the record for the most gold medals won at a single Olympics; a total of eight, surpassing Mark Spitz, also a swimmer.Overall, Phelps has won 16 Olympic medals: six gold and two bronze at Athens in 2004, and eight gold at the 2008 Summer Olympics in Beijing. (Source: Wikipedia).
Membaca ringkasan prestasi Michael Phelps, sepertinya luar biasa sekali. Aku kagum. Untuk orang yang terbilang muda seperti dia, memegang rekor dunia dan memiliki 8 emas di Olimpiade Beijing sungguh suatu hal yang luar biasa.
Hari ini, aku berenang, berada di kolam renang pukul 7 pagi, ketika Audrey masih tidur. Terbayang, kalau aku jadi Michael Phelps, gimana yah? J Rasanya pasti bangga, senang, sekaligus juga pasti penuh latihan dan latihan untuk mempertahankan prestasi.
Aku mulai berenang lagi dengan gaya kodok, santai. Maklum, aku juga baru betul-betul menjalankan olahraga berenang setelah kena back pain. Karena katanya olahraga yang paling baik adalah renang bagi orang yang kena back pain, so aku lakukan sebisanya. Dulu, jangan harap renang masuk kategori hobbyku.. kesannya sombong yah, tapi karena mungkin aku tidak bisa hehehe… Aku lebih suka berjingkrak-jingkrak di ruang aerobik atau terakhir di ruang hip hop fitness center di Jakarta, ataupun kelas yoga sebagai variasinya.
Tetapi, semenjak back pain dan juga beberapa kali Audrey berusaha menceburkan diri ke kolam besar, aku merasa perlu meningkatkan kemampuan renangku, sebagian juga untuk dia. Sehingga, kalau sewaktu-waktu (amit-amit sih…), tapi yah untuk jaga-jaga, in case dia dengan gagah berani menceburkan diri, at least aku masih bisa bantu.
Selama ini gaya renangku dengan kepala di atas. Aku tidak suka kepala basah, dan aku tidak bisa mengambil nafas dengan kepala naik turun. Aku bisa mengapung, tp mungkin bukan renang sesungguhnya. Akhirnya, setelah akhir-akhir ini banyak latihan dan tanya dengan my hubby, so…agak bisa dan semakin bisa. Of course, I’m not Michael Phelps. Jauh boo…hahaha… Sudah bagus bisa renang, gak tenggelam aja udah syukur. Dan at least bisa untuk mengajar anak berenang, itu saja. Sesederhana itu.
Hari ini, kubaca dan kulihat lagi biografi prestasi Michael Phelps. Dan sungguh, aku sendiri jauhhhh dari dia. Tapi satu hal, kulihat dia selalu memberikan yang terbaik dalam hidupnya. Memberikan yang maksimal yang bisa dia lakukan. Dan hasilnya, plok…plok … plok… dia jadi legenda, dia jadi atlit kelas dunia, dan bukan itu saja, dia jadi nomor satu di bidangnya.
Of course, Michael Phelps adalah juga manusia dengan segala kekurangannya. Dia pasti tidak sempurna, tetapi dia bisa menggali potensi diri dan memberikan yang terbaik dari apa yang dia punya.
I’m not Michael Phelps. I’m Fonny. Dan itu tidak menghalangiku untuk memberikan yang terbaik hari ini.
Di antara semua kegagalan yang sepertinya agak ramah denganku akhir-akhir ini, jujur… ada beberapa kali gagal ujian saham di Singapura ini, dan juga gagal di interview kerja dan sampai sekarang belum dapet juga. Aku sempat berpikir, apa maksudnya ini semua, Tuhan? Setelah sekian lama kesuksesan dan hanya kemapanan yang datang dalam hidupku, aku menikmatinya dan tanpa sadar, berada dalam comfort zoneku.
Setelah semuanya sepertinya dijungkirbalikkan dengan segala perubahan ini. Begitu banyak perubahan terjadi sekaligus dalam hidupnya selama 2 tahun terakhir ini, ada rasa memberontak juga, kenapa ini harus terjadi pada diriku, Tuhan?
Pergumulan tiap hari terasa berat. Lebih berat dari saat di Indonesia, dan lebih berat dari saat single. Menikah memang membutuhkan perjuangan apalagi punya anak di negeri orang. Dan pada akhirnya, aku tidak menyesali semua ini, aku melihatnya sebagai gemblengan yang Tuhan berikan kepada diriku untuk dibentuknya sebagai bagian dari bejana tanah liat hidupku di tanganNya.
Ada masa-masa di mana aku juga stress berat. Tidak mengerti, kenapa sampai terjadi perubahan seperti ini. Jujur, semua kutuliskan di sini, bukan untuk dikasihani, bukan untuk mengeluhkan lagi, karena rasanya semua keluhan sudah cukup aku keluarkan kepada Tuhan yang mengerti sekali perasaaanku. Tetapi, di hari ini juga aku menyadari kembali bahwa adalah mudah menuliskan segala sesuatu di saat aku senang. Adalah mudah menuliskan tentang penderitaan di saat aku senang, tetapi aku tidak mengerti esensi dan realitanya. Hanya dengan mengalaminya, aku bisa menuliskan dengan lebih baik.
Jujur, apa yang kualami tidak separah banyak orang yang kurang makan. Koq sepertinya aku tidak mensyukuri rezeki dan berkat yang ada dariNYA. Aku berterimakasih untuk semua hal yang baik, yang Dia berikan. Kesehatan, suami, anak yang sehat dan lucu, keluarga, aku berterima kasih. Sekaligus mengerti bahwa hidup adalah perjuangan untuk tetap tegar, tetap berdiri, walaupun dengan derai air mata, walaupun dengan susah payah. Karena ada beberapa tulisan dari Bo Sanchez juga yang menyarankan agar lebih jujur juga menceritakan segala kelemahan kita, bahwa kita tidak sempurna, hanya untuk memperlihatkan bahwa Tuhan yang punya kuasa. Untuk itulah tulisan ini kubuat.
Hari ini, aku sadar, aku bukan Michael Phelps. Aku bukan seseorang yang tengah berjaya dengan prestasi luar biasa. Namun, aku berterima kasih untuk hal-hal kecil yang indah yang ada di hidup hari ini. Berjanji dalam hati, untuk menjadi orang yang lebih baik hari ini. Tegar di tengah segala perubahan yang puji Tuhan sudah mulai lebih biasa kuhadapi.
Aku mau menjadi seperti Michael Phelps yang punya semangat juang untuk jadi nomor satu. Dan seperti Liu Xiang, atlit lari gawang 110m yang mundur karena luka di kakinya berkata, “ I'm one that can't accept failure easily,I will rise again,” Yah, aku juga ingin berkata, aku akan bangkit kembali dan tidak membiarkan hidup mengalahkanku. Aku mau jadi pemenang, mulai hari ini bagi diriku dan bagi orang-orang di sekitarku dan dengan iman percaya bahwa Tuhan sudah sediakan yang terbaik bagi diriku. How about you? J
Singapore, 22 August 2008
-fon-
11.31 pm, rainy day in Singapore
Michael Fred Phelps (born June 30, 1985) is an American swimmer and 14-time Olympic gold medalist (the most by any Olympian), who currently holds seven world records in swimming.
Phelps holds the record for the most gold medals won at a single Olympics; a total of eight, surpassing Mark Spitz, also a swimmer.Overall, Phelps has won 16 Olympic medals: six gold and two bronze at Athens in 2004, and eight gold at the 2008 Summer Olympics in Beijing. (Source: Wikipedia).
Membaca ringkasan prestasi Michael Phelps, sepertinya luar biasa sekali. Aku kagum. Untuk orang yang terbilang muda seperti dia, memegang rekor dunia dan memiliki 8 emas di Olimpiade Beijing sungguh suatu hal yang luar biasa.
Hari ini, aku berenang, berada di kolam renang pukul 7 pagi, ketika Audrey masih tidur. Terbayang, kalau aku jadi Michael Phelps, gimana yah? J Rasanya pasti bangga, senang, sekaligus juga pasti penuh latihan dan latihan untuk mempertahankan prestasi.
Aku mulai berenang lagi dengan gaya kodok, santai. Maklum, aku juga baru betul-betul menjalankan olahraga berenang setelah kena back pain. Karena katanya olahraga yang paling baik adalah renang bagi orang yang kena back pain, so aku lakukan sebisanya. Dulu, jangan harap renang masuk kategori hobbyku.. kesannya sombong yah, tapi karena mungkin aku tidak bisa hehehe… Aku lebih suka berjingkrak-jingkrak di ruang aerobik atau terakhir di ruang hip hop fitness center di Jakarta, ataupun kelas yoga sebagai variasinya.
Tetapi, semenjak back pain dan juga beberapa kali Audrey berusaha menceburkan diri ke kolam besar, aku merasa perlu meningkatkan kemampuan renangku, sebagian juga untuk dia. Sehingga, kalau sewaktu-waktu (amit-amit sih…), tapi yah untuk jaga-jaga, in case dia dengan gagah berani menceburkan diri, at least aku masih bisa bantu.
Selama ini gaya renangku dengan kepala di atas. Aku tidak suka kepala basah, dan aku tidak bisa mengambil nafas dengan kepala naik turun. Aku bisa mengapung, tp mungkin bukan renang sesungguhnya. Akhirnya, setelah akhir-akhir ini banyak latihan dan tanya dengan my hubby, so…agak bisa dan semakin bisa. Of course, I’m not Michael Phelps. Jauh boo…hahaha… Sudah bagus bisa renang, gak tenggelam aja udah syukur. Dan at least bisa untuk mengajar anak berenang, itu saja. Sesederhana itu.
Hari ini, kubaca dan kulihat lagi biografi prestasi Michael Phelps. Dan sungguh, aku sendiri jauhhhh dari dia. Tapi satu hal, kulihat dia selalu memberikan yang terbaik dalam hidupnya. Memberikan yang maksimal yang bisa dia lakukan. Dan hasilnya, plok…plok … plok… dia jadi legenda, dia jadi atlit kelas dunia, dan bukan itu saja, dia jadi nomor satu di bidangnya.
Of course, Michael Phelps adalah juga manusia dengan segala kekurangannya. Dia pasti tidak sempurna, tetapi dia bisa menggali potensi diri dan memberikan yang terbaik dari apa yang dia punya.
I’m not Michael Phelps. I’m Fonny. Dan itu tidak menghalangiku untuk memberikan yang terbaik hari ini.
Di antara semua kegagalan yang sepertinya agak ramah denganku akhir-akhir ini, jujur… ada beberapa kali gagal ujian saham di Singapura ini, dan juga gagal di interview kerja dan sampai sekarang belum dapet juga. Aku sempat berpikir, apa maksudnya ini semua, Tuhan? Setelah sekian lama kesuksesan dan hanya kemapanan yang datang dalam hidupku, aku menikmatinya dan tanpa sadar, berada dalam comfort zoneku.
Setelah semuanya sepertinya dijungkirbalikkan dengan segala perubahan ini. Begitu banyak perubahan terjadi sekaligus dalam hidupnya selama 2 tahun terakhir ini, ada rasa memberontak juga, kenapa ini harus terjadi pada diriku, Tuhan?
Pergumulan tiap hari terasa berat. Lebih berat dari saat di Indonesia, dan lebih berat dari saat single. Menikah memang membutuhkan perjuangan apalagi punya anak di negeri orang. Dan pada akhirnya, aku tidak menyesali semua ini, aku melihatnya sebagai gemblengan yang Tuhan berikan kepada diriku untuk dibentuknya sebagai bagian dari bejana tanah liat hidupku di tanganNya.
Ada masa-masa di mana aku juga stress berat. Tidak mengerti, kenapa sampai terjadi perubahan seperti ini. Jujur, semua kutuliskan di sini, bukan untuk dikasihani, bukan untuk mengeluhkan lagi, karena rasanya semua keluhan sudah cukup aku keluarkan kepada Tuhan yang mengerti sekali perasaaanku. Tetapi, di hari ini juga aku menyadari kembali bahwa adalah mudah menuliskan segala sesuatu di saat aku senang. Adalah mudah menuliskan tentang penderitaan di saat aku senang, tetapi aku tidak mengerti esensi dan realitanya. Hanya dengan mengalaminya, aku bisa menuliskan dengan lebih baik.
Jujur, apa yang kualami tidak separah banyak orang yang kurang makan. Koq sepertinya aku tidak mensyukuri rezeki dan berkat yang ada dariNYA. Aku berterimakasih untuk semua hal yang baik, yang Dia berikan. Kesehatan, suami, anak yang sehat dan lucu, keluarga, aku berterima kasih. Sekaligus mengerti bahwa hidup adalah perjuangan untuk tetap tegar, tetap berdiri, walaupun dengan derai air mata, walaupun dengan susah payah. Karena ada beberapa tulisan dari Bo Sanchez juga yang menyarankan agar lebih jujur juga menceritakan segala kelemahan kita, bahwa kita tidak sempurna, hanya untuk memperlihatkan bahwa Tuhan yang punya kuasa. Untuk itulah tulisan ini kubuat.
Hari ini, aku sadar, aku bukan Michael Phelps. Aku bukan seseorang yang tengah berjaya dengan prestasi luar biasa. Namun, aku berterima kasih untuk hal-hal kecil yang indah yang ada di hidup hari ini. Berjanji dalam hati, untuk menjadi orang yang lebih baik hari ini. Tegar di tengah segala perubahan yang puji Tuhan sudah mulai lebih biasa kuhadapi.
Aku mau menjadi seperti Michael Phelps yang punya semangat juang untuk jadi nomor satu. Dan seperti Liu Xiang, atlit lari gawang 110m yang mundur karena luka di kakinya berkata, “ I'm one that can't accept failure easily,I will rise again,” Yah, aku juga ingin berkata, aku akan bangkit kembali dan tidak membiarkan hidup mengalahkanku. Aku mau jadi pemenang, mulai hari ini bagi diriku dan bagi orang-orang di sekitarku dan dengan iman percaya bahwa Tuhan sudah sediakan yang terbaik bagi diriku. How about you? J
Singapore, 22 August 2008
-fon-
11.31 pm, rainy day in Singapore
Tuesday, August 12, 2008
Bebasss
Bebasss
Hari kemerdekaan Singapura baru saja lewat, 9 Agustus yang lalu. Dan sebentar lagi, gantian, hari kemerdekaan Indonesia juga bakal datang, 17 Agustus nanti.
Merdeka, selalu punya arti bebas dalam hatiku. Merdeka berarti punya banyak kesempatan untuk melakukan apa yang diinginkan, untuk kebaikan tentunya. Negara yang berada dalam jajahan, sulit berkembang dan tidak bisa menentukan nasibnya sendiri. Dan bila si negara sudah merdeka, setidaknya dia punya suara untuk menentukan langkah apa yang harus dijalankan untuk meraih kemajuan bagi dirinya.
Bebas bagiku…
Setelah menjalani hidup sebagai anak kos lebih dari 10 tahun, aku betul-betul merasakan apa yang namanya bebas. Bebas yang terbatas tentunya, karena dalam norma dan dalam iman, aku juga punya batasan kebebasan semacam apa yang boleh aku lakoni. Yang pasti, masa-masa di awal pindah ke Jakarta, tinggal di tempat saudara, berubah menjadi suatu ajang kebebasan luar biasa setelah menjadi anak kos. Merdeka! Ya, aku tau rasanya menghirup udara kemerdekaan. Bukan berarti tinggal di rumah saudara berasa bak di penjara, tetapi tentunya tinggal di rumah orang, sebebas-bebasnya tentunya harus ikut aturan juga.
Dan itu tidak terjadi ketika aku kos. Istilahnya mau jungkir balik di ranjang dalam kamar keq, mau tidur di lantai keq, mau apa juga, tidak ada yang pusing… Paling tante kos saja yang pusing kalau ranjangnya rusak akibat terlalu sering dijungkir-balikkan hehe…
Masa-masa single yang cukup panjang menjadi masa berharga yang kulalui dengan kebebasan. Bebas memilih apa yang ingin aku lakukan. Bebas berteman dengan banyak orang. Bebas meraih impian, mengejar karier, melakukan pelayanan yang Tuhan percayakan. Bebas! Bebas mau liburan ke mana dan sama siapa. Bebas.
Enak sekali kebebasan itu. Aku meraup sebanyak-banyaknya kebebasan itu. Terus dan terus. Dan ketika aku memasuki kepala 3, setelah cukup puas menjalani itu semua, ada keinginan baru yang muncul. Aku ingin punya pacar dan menikah.
Lho…? Apa yang terjadi? Ngapain juga sudah sibuk-sibuk memperjuangkan kebebasan, kalau nanti neh…akhirnya terikat lagi. Bukankah punya pacar, punya suami, dan menikah itu bikin terikat? Bukankah pernikahan itu mengikat? Dan bukan itu saja, mengikat aku dengan keluarga si dia? Are you sure you want to settle down, Fon?
Entahlah… Waktu itu rasanya kebebasan itu memang enak. Tetapi bila terlalu lama berada dalam masa-masa itu, namanya manusia, juga bisa bosan. Antara bimbang dan tetap memaksimalkan kebebasan dalam masa lajang, aku tetap berjalan.
Btw, mau married sama siapa, wong pacar juga belum punya…? :)
Singkat cerita, akhirnya kutemukan dia. Seseorang yang disediakanNya bagiku. Dan setelah bertemu, tidak lama, rasanya ingin menghabiskan the rest of my life with him. Ciaileee… Tapi beneran deh, ketika orang yang tepat datang, you can’t say No. Only Yes, and Yes, and Yes… Trust me…
Segala sesuatu berlangsung cepat. Termasuk pernikahan, kehamilan, kepindahan ke negeri orang. Perubahan peran dari wanita karier jadi ibu RT, wah… banyak perubahan sekaligus. Adanya pihak keluarga suami, mertua dan ipar… Banyak adaptasi dan tidak mudah.
Satu sisi, aku merasa kehilangan kebebasan yang dulu. Jelas saja, karena ketika menikah, aku masuk ke keluarga suami dan itu berarti banyak adaptasi, tidak bisa jungkir balik seperti di tempat kos dulu…Kangen dengan kebebasan seperti itu? Kuakui kadang-kadang IYA. Namun, satu sisi aku juga tahu bahwa dalam hidup ada banyak tahapan. Tahapan single sudah kulalui dengan penuh suka cita, banyak kebebasan yang kuraih, banyak kesempatan yang tercipta yang sudah dipercayakan Tuhan kepadaku. Aku mensyukurinya, mengenangnya sebagai masa-masa pembentukan diri yang berharga, sampai akhirnya aku masuk ke masa berumah tangga. Masa di mana kebebasan seenak anak kos sudah hilang. Namun, aku tahu bahwa dalam keluarga, dalam kondisi yang dikelilingi suami dan anak tercinta, aku mendapatkan kebebasan yang baru. Kebebasan mencintai dan dicintai sepenuh-penuhnya.
Tentunya dengan problematika tersendiri. Jujur, adaptasi terhadap banyak perubahan, tidak mudah. Namun, aku mensyukuri kebebasan dalam ikatan pernikahan ini. Bebas mencintai dan dicintai sepenuh-penuhnya itu tadi membuatku menjadi lebih mengerti arti kehidupan. Mengerti bahwa tidak ada yang lebih indah selain menjalani panggilan yang dipercayakanNya kepada kita dengan sebaik-baiknya. Karena itu adalah persembahan yang bisa kita berikan kepada Dia.
Bebassss?? Ya, bebas. Bebas menjadi yang terbaik bagi diriku untuk Dia dengan setia menjalani panggilan hidup ini. Tidak mudah, kadang juga ngos-ngosan menjalaninya. Tapi dengan iman percaya bahwa Tuhan beri kekuatan. Amen.
Singapore, August 13, 2008
-fon-
Hari kemerdekaan Singapura baru saja lewat, 9 Agustus yang lalu. Dan sebentar lagi, gantian, hari kemerdekaan Indonesia juga bakal datang, 17 Agustus nanti.
Merdeka, selalu punya arti bebas dalam hatiku. Merdeka berarti punya banyak kesempatan untuk melakukan apa yang diinginkan, untuk kebaikan tentunya. Negara yang berada dalam jajahan, sulit berkembang dan tidak bisa menentukan nasibnya sendiri. Dan bila si negara sudah merdeka, setidaknya dia punya suara untuk menentukan langkah apa yang harus dijalankan untuk meraih kemajuan bagi dirinya.
Bebas bagiku…
Setelah menjalani hidup sebagai anak kos lebih dari 10 tahun, aku betul-betul merasakan apa yang namanya bebas. Bebas yang terbatas tentunya, karena dalam norma dan dalam iman, aku juga punya batasan kebebasan semacam apa yang boleh aku lakoni. Yang pasti, masa-masa di awal pindah ke Jakarta, tinggal di tempat saudara, berubah menjadi suatu ajang kebebasan luar biasa setelah menjadi anak kos. Merdeka! Ya, aku tau rasanya menghirup udara kemerdekaan. Bukan berarti tinggal di rumah saudara berasa bak di penjara, tetapi tentunya tinggal di rumah orang, sebebas-bebasnya tentunya harus ikut aturan juga.
Dan itu tidak terjadi ketika aku kos. Istilahnya mau jungkir balik di ranjang dalam kamar keq, mau tidur di lantai keq, mau apa juga, tidak ada yang pusing… Paling tante kos saja yang pusing kalau ranjangnya rusak akibat terlalu sering dijungkir-balikkan hehe…
Masa-masa single yang cukup panjang menjadi masa berharga yang kulalui dengan kebebasan. Bebas memilih apa yang ingin aku lakukan. Bebas berteman dengan banyak orang. Bebas meraih impian, mengejar karier, melakukan pelayanan yang Tuhan percayakan. Bebas! Bebas mau liburan ke mana dan sama siapa. Bebas.
Enak sekali kebebasan itu. Aku meraup sebanyak-banyaknya kebebasan itu. Terus dan terus. Dan ketika aku memasuki kepala 3, setelah cukup puas menjalani itu semua, ada keinginan baru yang muncul. Aku ingin punya pacar dan menikah.
Lho…? Apa yang terjadi? Ngapain juga sudah sibuk-sibuk memperjuangkan kebebasan, kalau nanti neh…akhirnya terikat lagi. Bukankah punya pacar, punya suami, dan menikah itu bikin terikat? Bukankah pernikahan itu mengikat? Dan bukan itu saja, mengikat aku dengan keluarga si dia? Are you sure you want to settle down, Fon?
Entahlah… Waktu itu rasanya kebebasan itu memang enak. Tetapi bila terlalu lama berada dalam masa-masa itu, namanya manusia, juga bisa bosan. Antara bimbang dan tetap memaksimalkan kebebasan dalam masa lajang, aku tetap berjalan.
Btw, mau married sama siapa, wong pacar juga belum punya…? :)
Singkat cerita, akhirnya kutemukan dia. Seseorang yang disediakanNya bagiku. Dan setelah bertemu, tidak lama, rasanya ingin menghabiskan the rest of my life with him. Ciaileee… Tapi beneran deh, ketika orang yang tepat datang, you can’t say No. Only Yes, and Yes, and Yes… Trust me…
Segala sesuatu berlangsung cepat. Termasuk pernikahan, kehamilan, kepindahan ke negeri orang. Perubahan peran dari wanita karier jadi ibu RT, wah… banyak perubahan sekaligus. Adanya pihak keluarga suami, mertua dan ipar… Banyak adaptasi dan tidak mudah.
Satu sisi, aku merasa kehilangan kebebasan yang dulu. Jelas saja, karena ketika menikah, aku masuk ke keluarga suami dan itu berarti banyak adaptasi, tidak bisa jungkir balik seperti di tempat kos dulu…Kangen dengan kebebasan seperti itu? Kuakui kadang-kadang IYA. Namun, satu sisi aku juga tahu bahwa dalam hidup ada banyak tahapan. Tahapan single sudah kulalui dengan penuh suka cita, banyak kebebasan yang kuraih, banyak kesempatan yang tercipta yang sudah dipercayakan Tuhan kepadaku. Aku mensyukurinya, mengenangnya sebagai masa-masa pembentukan diri yang berharga, sampai akhirnya aku masuk ke masa berumah tangga. Masa di mana kebebasan seenak anak kos sudah hilang. Namun, aku tahu bahwa dalam keluarga, dalam kondisi yang dikelilingi suami dan anak tercinta, aku mendapatkan kebebasan yang baru. Kebebasan mencintai dan dicintai sepenuh-penuhnya.
Tentunya dengan problematika tersendiri. Jujur, adaptasi terhadap banyak perubahan, tidak mudah. Namun, aku mensyukuri kebebasan dalam ikatan pernikahan ini. Bebas mencintai dan dicintai sepenuh-penuhnya itu tadi membuatku menjadi lebih mengerti arti kehidupan. Mengerti bahwa tidak ada yang lebih indah selain menjalani panggilan yang dipercayakanNya kepada kita dengan sebaik-baiknya. Karena itu adalah persembahan yang bisa kita berikan kepada Dia.
Bebassss?? Ya, bebas. Bebas menjadi yang terbaik bagi diriku untuk Dia dengan setia menjalani panggilan hidup ini. Tidak mudah, kadang juga ngos-ngosan menjalaninya. Tapi dengan iman percaya bahwa Tuhan beri kekuatan. Amen.
Singapore, August 13, 2008
-fon-
Wednesday, July 16, 2008
Nomor Satu
Nomor Satu
Dalam hidup, kebanyakan orang rasanya ingin menjadi nomor satu. Sehingga tidak heran, banyak cara dilakukan untuk mencapainya. Bagi orang yang ingin menduduki posisi puncak di suatu perusahaan, tidak jarang banyak cara dilakukannya dan tidak jarang pula orang menghalalkan segala cara, asalkan posisi itu direbutnya.
Banyak kali, persahabatan dirusak oleh keinginan dan ambisi pribadi yang berlebihan untuk menjadi si nomor satu.
Ada kalanya, orang sampai tidak peduli lagi akan teman, akan sahabat, yang penting tujuanku tercapai walaupun harus ‘back stabbing’ ataupun menusuk dari belakang si sahabat itu.
Sebegitu parahkah? Iya, penulis sempat melihat beberapa kejadian serupa yang rasanya amat tidak mencerminkan kehidupan yang penuh kasih. Dan dalam kejamnya dunia, itu terjadi.
Harta, jabatan, kekuasaan, uang, kepandaian, si cantik/si tampan…
Dunia ini memang kompetitif. Banyak orang mengejar harta, jabatan, kekuasaan, yang UUD, ujung-ujungnya duit. Uang memang memberikan banyak kemudahan. Namun, di sisi lain, apabila sudah terlalu ‘serakah’ akan uang sampai menghalalkan segala cara, keinginan untuk jadi nomor satu itu, rasanya sudah terlalu berlebihan.
Orang berlomba untuk menjadi nomor satu. Majalah ekonomi secara teratur menerbitkan profil orang-orang terkaya. Kancah politik menjadi ajang yang bagi banyak orang menggiurkan (tetapi buat beberapa orang, politik yang penuh basa-basi dan trik itu menjadi hal yang tidak disukai).
Namun, satu orang kaya, akan ada yang lebih kaya di suatu saat. Orang yang paling berkuasa sekali pun, suatu saat akan mundur juga entah karena tua, sakit, meninggal, ataupun dikudeta.
Orang yang paling pandai sekalipun akan mendapatkan saingan di suatu hari nanti, di mana orang tersebut lebih pandai dari dia.
Atau orang tercantik/ tertampan di kampung, di suatu daerah, di suatu negara, ataupun Miss/Mr. Universe? Bintang film atau artis penyanyi yang amat dikagumi parasnya? Suatu saat juga akan beranjak tua, tidak sesegar dan se-fit dulu, dan akan banyak pengganti-penggantinya yang jauh lebih muda dan lebih menawan.
TIDAK PERNAH KOMPETISI ITU BERAKHIR. Jadi, tindakan untuk selalu menjadi nomor satu di bumi ini, akan rasanya selalu sia-sia. Akan selalu mengecewakan.Karena, tidak bisa selamanya nomor satu dipegang. Ranking satu di sekolah, ada kalanya direbut juga oleh teman lain yang lebih rajin belajar atau dibekali macam-macam bimbingan belajar.
Jadi, langkah untuk menjadi nomor satu untuk selama-lamanya suatu saat pasti terhenti.
Jadi…???
Apakah itu membuat kita tidak mau lagi berusaha untuk menjadi yang terbaik? Tentu saja TIDAK.
Namun, upaya yang dilakukan untuk menjadi nomor satu, hendaknya dibarengi dengan pemahaman bahwa tidak ada cara yang lebih baik selain menjadi nomor satu bagi diri kita sendiri.
Maksudnya? Akan lebih baik apabila kita mengejar yang terbaik dalam diri kita. Sehingga, tiap hari, kita menjadi seorang yang lebih baik. The best of me.
Tentu saja, apabila dalam satu masa di kehidupan kita, kita menjadi yang terbaik di sekolah, di kelas, di RT kita, di dunia, tidak ada yang salah dengan itu. Nikmati dan hargai itu. Treasure those beautiful moments in our life.
Dan dengan kesadaran bahwa tidak ada yang abadi, kita juga patut mengembangkan kerendah-hatian untuk menerima kalau suatu saat posisi nomor satu itu bisa lepas dari diri kita.
Sepak bola, formula one, tennis, badminton, semua olahraga rasanya memiliki peringkat nomor satu. Namun, mereka, para atlit itu suatu saat juga akan berganti dengan yang ‘lebih’ dari mereka. Lebih muda, lebih hebat, dan sebagainya.
Tidak kecewa apabila momen itu pergi, menikmati ke-nomorsatu-an itu apabila dia hinggap di hidup kita, I think that’s the best thing to do! Dan apalah artinya jadi nomor satu dengan menghalalkan segala cara, tetapi kehilangan teman, keluarga, dan orang-orang yang dekat di hati? Nomor satu tetapi dihinggapi kesepian, sendirian, itukah yang dicari?
Setidaknya, kita tetap jadi nomor satu dalam kaca mata pencipta kita, yang rindu agar kita menjadi yang terbaik bagi diri kita, dalam rencanaNya.
Nomor satu bagiNya, memberikan yang terbaik dari diri kita, itu yang kita persembahkan bagi dunia. Agar kita tidak terkecoh persaingan yang mematikan persahabatan, namun kita bersaing secara sehat.
Kompetitif, tetapi tetap penuh kasih dan sportif menerima apabila waktu-keadaan-ataupun kondisi sedang tidak ramah pada kita dan membawa kita ke nomor dua, tiga, empat, sepuluh ataupun seribu dalam ranking dunia. Tetapi tetap mengingat bahwa di mata Tuhan, kita tetap nomor satu. Di hatiNya, kita tetap spesial!
Singapore, July 17, 2008
-fon-
* In memoriam, mengingat kepergian seorang teman yang meninggal 2 hari lalu dalam kecelakaan lalu lintas di Jakarta, trader dan dealer di satu securities house di Jakarta, Darma. Hidup memang singkat, tak pernah bisa ditebak. Selamat jalan, teman! Semoga persatuan kembali dengan sang Pencipta membawa kedamaian abadi bagimu.
Dalam hidup, kebanyakan orang rasanya ingin menjadi nomor satu. Sehingga tidak heran, banyak cara dilakukan untuk mencapainya. Bagi orang yang ingin menduduki posisi puncak di suatu perusahaan, tidak jarang banyak cara dilakukannya dan tidak jarang pula orang menghalalkan segala cara, asalkan posisi itu direbutnya.
Banyak kali, persahabatan dirusak oleh keinginan dan ambisi pribadi yang berlebihan untuk menjadi si nomor satu.
Ada kalanya, orang sampai tidak peduli lagi akan teman, akan sahabat, yang penting tujuanku tercapai walaupun harus ‘back stabbing’ ataupun menusuk dari belakang si sahabat itu.
Sebegitu parahkah? Iya, penulis sempat melihat beberapa kejadian serupa yang rasanya amat tidak mencerminkan kehidupan yang penuh kasih. Dan dalam kejamnya dunia, itu terjadi.
Harta, jabatan, kekuasaan, uang, kepandaian, si cantik/si tampan…
Dunia ini memang kompetitif. Banyak orang mengejar harta, jabatan, kekuasaan, yang UUD, ujung-ujungnya duit. Uang memang memberikan banyak kemudahan. Namun, di sisi lain, apabila sudah terlalu ‘serakah’ akan uang sampai menghalalkan segala cara, keinginan untuk jadi nomor satu itu, rasanya sudah terlalu berlebihan.
Orang berlomba untuk menjadi nomor satu. Majalah ekonomi secara teratur menerbitkan profil orang-orang terkaya. Kancah politik menjadi ajang yang bagi banyak orang menggiurkan (tetapi buat beberapa orang, politik yang penuh basa-basi dan trik itu menjadi hal yang tidak disukai).
Namun, satu orang kaya, akan ada yang lebih kaya di suatu saat. Orang yang paling berkuasa sekali pun, suatu saat akan mundur juga entah karena tua, sakit, meninggal, ataupun dikudeta.
Orang yang paling pandai sekalipun akan mendapatkan saingan di suatu hari nanti, di mana orang tersebut lebih pandai dari dia.
Atau orang tercantik/ tertampan di kampung, di suatu daerah, di suatu negara, ataupun Miss/Mr. Universe? Bintang film atau artis penyanyi yang amat dikagumi parasnya? Suatu saat juga akan beranjak tua, tidak sesegar dan se-fit dulu, dan akan banyak pengganti-penggantinya yang jauh lebih muda dan lebih menawan.
TIDAK PERNAH KOMPETISI ITU BERAKHIR. Jadi, tindakan untuk selalu menjadi nomor satu di bumi ini, akan rasanya selalu sia-sia. Akan selalu mengecewakan.Karena, tidak bisa selamanya nomor satu dipegang. Ranking satu di sekolah, ada kalanya direbut juga oleh teman lain yang lebih rajin belajar atau dibekali macam-macam bimbingan belajar.
Jadi, langkah untuk menjadi nomor satu untuk selama-lamanya suatu saat pasti terhenti.
Jadi…???
Apakah itu membuat kita tidak mau lagi berusaha untuk menjadi yang terbaik? Tentu saja TIDAK.
Namun, upaya yang dilakukan untuk menjadi nomor satu, hendaknya dibarengi dengan pemahaman bahwa tidak ada cara yang lebih baik selain menjadi nomor satu bagi diri kita sendiri.
Maksudnya? Akan lebih baik apabila kita mengejar yang terbaik dalam diri kita. Sehingga, tiap hari, kita menjadi seorang yang lebih baik. The best of me.
Tentu saja, apabila dalam satu masa di kehidupan kita, kita menjadi yang terbaik di sekolah, di kelas, di RT kita, di dunia, tidak ada yang salah dengan itu. Nikmati dan hargai itu. Treasure those beautiful moments in our life.
Dan dengan kesadaran bahwa tidak ada yang abadi, kita juga patut mengembangkan kerendah-hatian untuk menerima kalau suatu saat posisi nomor satu itu bisa lepas dari diri kita.
Sepak bola, formula one, tennis, badminton, semua olahraga rasanya memiliki peringkat nomor satu. Namun, mereka, para atlit itu suatu saat juga akan berganti dengan yang ‘lebih’ dari mereka. Lebih muda, lebih hebat, dan sebagainya.
Tidak kecewa apabila momen itu pergi, menikmati ke-nomorsatu-an itu apabila dia hinggap di hidup kita, I think that’s the best thing to do! Dan apalah artinya jadi nomor satu dengan menghalalkan segala cara, tetapi kehilangan teman, keluarga, dan orang-orang yang dekat di hati? Nomor satu tetapi dihinggapi kesepian, sendirian, itukah yang dicari?
Setidaknya, kita tetap jadi nomor satu dalam kaca mata pencipta kita, yang rindu agar kita menjadi yang terbaik bagi diri kita, dalam rencanaNya.
Nomor satu bagiNya, memberikan yang terbaik dari diri kita, itu yang kita persembahkan bagi dunia. Agar kita tidak terkecoh persaingan yang mematikan persahabatan, namun kita bersaing secara sehat.
Kompetitif, tetapi tetap penuh kasih dan sportif menerima apabila waktu-keadaan-ataupun kondisi sedang tidak ramah pada kita dan membawa kita ke nomor dua, tiga, empat, sepuluh ataupun seribu dalam ranking dunia. Tetapi tetap mengingat bahwa di mata Tuhan, kita tetap nomor satu. Di hatiNya, kita tetap spesial!
Singapore, July 17, 2008
-fon-
* In memoriam, mengingat kepergian seorang teman yang meninggal 2 hari lalu dalam kecelakaan lalu lintas di Jakarta, trader dan dealer di satu securities house di Jakarta, Darma. Hidup memang singkat, tak pernah bisa ditebak. Selamat jalan, teman! Semoga persatuan kembali dengan sang Pencipta membawa kedamaian abadi bagimu.
Monday, June 16, 2008
Retak
Retak
Beberapa minggu yang lalu…
Kupandangi gelas yang baru saja akan kucuci. Retak. Ada bagian pinggirnya yang retak sampai kira-kira setengah bagian gelas tersebut.
Retaknya gelas, kejadian biasa. Hal yang sangat sering terjadi. Tidak ada yang spesial. Setiap hari mungkin ratusan, ribuan, bahkan, jutaan piring, gelas, mangkok retak di seluruh dunia.
Namun, dari kejadian sederhana itu, berhasil membawaku masuk ke penyelaman yang lebih dalam akan kata ‘retak’ itu sendiri…
Retak dalam diri manusia…
Tetapi tiba-tiba saja, terbayang dalam pikiranku bahwa banyak manusia juga mengalami keretakan. Keretakan dalam hidup, keretakan dalam jiwanya. Adanya ketidakutuhan dalam jiwa yang disebabkan oleh banyak hal. Pertama mungkin dikarenakan tertolak. Tertolak dari lahir, saat masih dalam kandungan, mungkin sang Ibu tidak menginginkannya. Dan pengalaman-pengalaman tertolak, ditolak. Terluka dan dilukai. Dibenci dan disakiti.
Ah, banyak hal yang membuat jiwa seseorang mengalami keretakan. Dan itu tak terhindarkan.
Retak-retak yang menghentak…
Tanpa disadari keretakan satu membawa keretakan yang lain. Dan apabila terkumpul sedemikian banyaknya, retak-retak itu bisa menghentak. Ya! Menghentakkan kehidupan sang manusia yang menjalaninya.
Retak karena keluarga yang tidak utuh, dibesarkan oleh single parent misalnya, apabila tidak diatasi, akan membawa si anak terus mencari dan mencari cinta yang tidak pernah didapatkan dari sang ayah atau ibu. Sehingga, begitu rindunya dia sampai frustrasi dan melakukan banyak hal yang keliru.
Walaupun datang dari keluarga yang utuh, banyak dari kita mengalami hal yang tidak menyenangkan juga seperti dibandingkan dengan kakak atau adik (si kakak lebih pintar, si adik lebih cantik), tidak disayang seperti saudara kita yang lain, tidak diasuh sebagaimana yang kita harapkan karena perhatian orang tua tersita kesibukan mencari uang, dan sebagainya.
Retak membawa hentakan dalam hidup pribadi kita. Tidak jarang karena keretakan itu membuat kita kehilangan percaya diri, atau memiliki kepercayaan diri yang amat rendah (low-self esteem).
Penyambung Keretakan…
Sesungguhnya, dalam perjalanan hidup manusia, selalu merindukan suatu kasih yang sejati, kasih yang sempurna.
Di mana pun dicari, di seluruh pelosok ataupun penjuru dunia, agaknya sulit mendapatkannya. Apabila dicari dari seseorang, anggaplah kekasih hati yang begitu mencintai kita, dia pun tidak bisa memenuhi kebutuhan kasih yang sempurna ini.
Apabila dicari dari suatu kesenangan, suatu hobby misalnya, juga akan mengalami suatu kebosanan atau setidaknya suatu titik jenuh.
Penyambung keretakan yang sejati hanya dapat ditemukan dalam kasih dari Sang Pencipta. Ada kekosongan yang tak pernah bakal bisa terisi secara penuh dalam diri kita, dalam batin kita, dalam jiwa kita, kecuali oleh Dia sang empunya hidup kita.
Di dunia, semakin banyak keretakan membawa manusia semakin tak tentu arah. Tujuan untuk mencari kesenangan, untuk menghindar atau lari dari keretakan jiwa yang dialaminya, bisa berakibat fatal. Orang mencoba mencari kesenangan lewat pil ekstasi-narkoba dan sejenisnya, atau lewat hal-hal terlarang lainnya, dengan harapan keretakan itu akan tersambung. Bagian yang kosong, akan terisi. Dan upaya ini agaknya berakhir sia-sia. Selalu ada bagian yang kosong. Selalu ada luka yang masih menganga dan memperlihatkan retaknya pada dunia.
Hari ini, aku bisa berkata dengan bangga, kalau aku adalah manusia yang retak. Manusia yang begitu rapuhnya, tak bisa menghindari keretakan itu. Lalu, apabila tidak terhindarkan, apa yang harus dilakukan?
Hadapi dia- keretakan itu- hadapi dengan berani dan tegar.
Dan cari DIA- Tuhan Sang Pencipta- dengan sepenuh hati. Dialah yang bisa membasuh semua luka, merekatkan kembali setiap hati yang luka-hati yang retak- dengan perekat kasihNya.
Sepanjang hidup ini, aku mengalami keretakan yang tak terhitung jumlahnya. Dan kabar baiknya, Tuhan selalu menyambungkan kembali seberapa banyak keretakan yang kualami asal kupersembahkan semua keretakan itu ke dalam tangan kasihNya.
Dia adalah lem-ku, dia adalah selotip-ku. Dia adalah perekat sejati yang membuat aku pulih dari keretakan dalam jiwaku.
Dan dari keretakan yang kualami, aku mampu melihat bahwa Dia yang punya kuasa. Dia yang luar biasa. Sementara aku? Manusia biasa yang dalam keretakan jiwaku mampu ditolongNya dan membagikan pengalaman retakku pada dunia.
Hari ini, anggaplah hari retak sedunia. Di mana semua orang memiliki luka, memiliki keretakan dalam jiwa mereka.
Kalau begitu, hari ini juga adalah hari perekat keretakan sedunia. Hari di mana kasih Tuhan akan mengalir dan membasuh setiap hati yang terluka.
Mari rayakan hari ini dengan suka cita!
Walaupun kita tengah berada dalam keretakan, dalam kesedihan, ataupun mungkin dalam tangisan ketidakberdayaan, kita tetap percaya bahwa Tuhan akan sediakan perekat untuk setiap keretakan hidup kita.
Singapore, 17 June 2008
Tengah malam lewat sebelas menit,
-fon-
Beberapa minggu yang lalu…
Kupandangi gelas yang baru saja akan kucuci. Retak. Ada bagian pinggirnya yang retak sampai kira-kira setengah bagian gelas tersebut.
Retaknya gelas, kejadian biasa. Hal yang sangat sering terjadi. Tidak ada yang spesial. Setiap hari mungkin ratusan, ribuan, bahkan, jutaan piring, gelas, mangkok retak di seluruh dunia.
Namun, dari kejadian sederhana itu, berhasil membawaku masuk ke penyelaman yang lebih dalam akan kata ‘retak’ itu sendiri…
Retak dalam diri manusia…
Tetapi tiba-tiba saja, terbayang dalam pikiranku bahwa banyak manusia juga mengalami keretakan. Keretakan dalam hidup, keretakan dalam jiwanya. Adanya ketidakutuhan dalam jiwa yang disebabkan oleh banyak hal. Pertama mungkin dikarenakan tertolak. Tertolak dari lahir, saat masih dalam kandungan, mungkin sang Ibu tidak menginginkannya. Dan pengalaman-pengalaman tertolak, ditolak. Terluka dan dilukai. Dibenci dan disakiti.
Ah, banyak hal yang membuat jiwa seseorang mengalami keretakan. Dan itu tak terhindarkan.
Retak-retak yang menghentak…
Tanpa disadari keretakan satu membawa keretakan yang lain. Dan apabila terkumpul sedemikian banyaknya, retak-retak itu bisa menghentak. Ya! Menghentakkan kehidupan sang manusia yang menjalaninya.
Retak karena keluarga yang tidak utuh, dibesarkan oleh single parent misalnya, apabila tidak diatasi, akan membawa si anak terus mencari dan mencari cinta yang tidak pernah didapatkan dari sang ayah atau ibu. Sehingga, begitu rindunya dia sampai frustrasi dan melakukan banyak hal yang keliru.
Walaupun datang dari keluarga yang utuh, banyak dari kita mengalami hal yang tidak menyenangkan juga seperti dibandingkan dengan kakak atau adik (si kakak lebih pintar, si adik lebih cantik), tidak disayang seperti saudara kita yang lain, tidak diasuh sebagaimana yang kita harapkan karena perhatian orang tua tersita kesibukan mencari uang, dan sebagainya.
Retak membawa hentakan dalam hidup pribadi kita. Tidak jarang karena keretakan itu membuat kita kehilangan percaya diri, atau memiliki kepercayaan diri yang amat rendah (low-self esteem).
Penyambung Keretakan…
Sesungguhnya, dalam perjalanan hidup manusia, selalu merindukan suatu kasih yang sejati, kasih yang sempurna.
Di mana pun dicari, di seluruh pelosok ataupun penjuru dunia, agaknya sulit mendapatkannya. Apabila dicari dari seseorang, anggaplah kekasih hati yang begitu mencintai kita, dia pun tidak bisa memenuhi kebutuhan kasih yang sempurna ini.
Apabila dicari dari suatu kesenangan, suatu hobby misalnya, juga akan mengalami suatu kebosanan atau setidaknya suatu titik jenuh.
Penyambung keretakan yang sejati hanya dapat ditemukan dalam kasih dari Sang Pencipta. Ada kekosongan yang tak pernah bakal bisa terisi secara penuh dalam diri kita, dalam batin kita, dalam jiwa kita, kecuali oleh Dia sang empunya hidup kita.
Di dunia, semakin banyak keretakan membawa manusia semakin tak tentu arah. Tujuan untuk mencari kesenangan, untuk menghindar atau lari dari keretakan jiwa yang dialaminya, bisa berakibat fatal. Orang mencoba mencari kesenangan lewat pil ekstasi-narkoba dan sejenisnya, atau lewat hal-hal terlarang lainnya, dengan harapan keretakan itu akan tersambung. Bagian yang kosong, akan terisi. Dan upaya ini agaknya berakhir sia-sia. Selalu ada bagian yang kosong. Selalu ada luka yang masih menganga dan memperlihatkan retaknya pada dunia.
Hari ini, aku bisa berkata dengan bangga, kalau aku adalah manusia yang retak. Manusia yang begitu rapuhnya, tak bisa menghindari keretakan itu. Lalu, apabila tidak terhindarkan, apa yang harus dilakukan?
Hadapi dia- keretakan itu- hadapi dengan berani dan tegar.
Dan cari DIA- Tuhan Sang Pencipta- dengan sepenuh hati. Dialah yang bisa membasuh semua luka, merekatkan kembali setiap hati yang luka-hati yang retak- dengan perekat kasihNya.
Sepanjang hidup ini, aku mengalami keretakan yang tak terhitung jumlahnya. Dan kabar baiknya, Tuhan selalu menyambungkan kembali seberapa banyak keretakan yang kualami asal kupersembahkan semua keretakan itu ke dalam tangan kasihNya.
Dia adalah lem-ku, dia adalah selotip-ku. Dia adalah perekat sejati yang membuat aku pulih dari keretakan dalam jiwaku.
Dan dari keretakan yang kualami, aku mampu melihat bahwa Dia yang punya kuasa. Dia yang luar biasa. Sementara aku? Manusia biasa yang dalam keretakan jiwaku mampu ditolongNya dan membagikan pengalaman retakku pada dunia.
Hari ini, anggaplah hari retak sedunia. Di mana semua orang memiliki luka, memiliki keretakan dalam jiwa mereka.
Kalau begitu, hari ini juga adalah hari perekat keretakan sedunia. Hari di mana kasih Tuhan akan mengalir dan membasuh setiap hati yang terluka.
Mari rayakan hari ini dengan suka cita!
Walaupun kita tengah berada dalam keretakan, dalam kesedihan, ataupun mungkin dalam tangisan ketidakberdayaan, kita tetap percaya bahwa Tuhan akan sediakan perekat untuk setiap keretakan hidup kita.
Singapore, 17 June 2008
Tengah malam lewat sebelas menit,
-fon-
Thursday, June 12, 2008
Bagian Dari Mengejar Impian - Arti Seorang Ibu
Dear friends,
Cita-cita jadi penulis, harus diwarnai dengan kegiatan menulis. Tapi karena keterbatasan waktu krn Audrey lagi aktif2nya belajar jalan dan sudah bisa jalan 2 hari yang lalu, thank God for that.. Jadinya terbatas jg hasil penulisan gue.
So far, udah dikirim ke majalah wanita di Jakarta via email. Tetapi belum ada feed back dari mereka.
So, mungkin hilang ditiup angin hehe...
Gak pa2.. Kt Bo Sanchez, utk jadi orang besar, harus berani ditolak banyak kali...
Dan karena untuk gue impian jadi penulis itu terus ada dan belum pernah pupus, semoga ada jalan untuk gue.
Ini artikel gue kirimkan utk temen2 semua. Smoga bermanfaat, refleksi dari hari Ibu di Singapore ini.
GBU all...
-fon-
Arti Seorang Ibu
Salam dari Singapura!
Mother’s Day…
Mother’s Day baru saja lewat, tanggal 11 Mei yang lalu. Dan di banyak negara, seperti di Amerika Serikat, kabarnya banyak antrian di restoran untuk memperingati hari ibu sampai membuat jalanan macet.
Di Indonesia, hari ibu dirayakan tanggal 22 Desember. Dan sejak tinggal di Singapura sekitar satu setengah tahun yang lalu, saya melewati sekaligus menyaksikan bagaimana Mother’s Day dipromosikan lewat begitu banyak menu khusus di restoran dan buffet hotel, termasuk juga begitu banyak hadiah yang bisa dijadikan ide untuk diberikan kepada sang mommy, sang ibu tercinta, mulai dari tas, sepatu, makanan kesehatan, sampai berlian.
Terakhir, yang cukup mengejutkan, koran setempat, The Straits Times edisi 11 Mei 2008bertepatan dengan Mother’s Day, bahkan memuat angka estimasi gaji yang seharusnya diterima oleh seorang ibu yang tidak bekerja (full time mom atau menurut istilah HR Expert alias Ahli SDM, stay-at-home mom (ibu rumah tangga)), atas semua pekerjaan yang dia lakukan. Mengejutkan sekaligus mencengangkan, karena satu ahli SDM tersebut mengambil angka S$ 23,000. Dengan kurs ke rupiah saat ini yang sekitar Rp.6800 untuk 1 Dollar Singapura, maka dengan menghitung semua tugas yang dikerjakan oleh ibu rumah tangga (Ibu RT) ini adalah sekitar Rp. 156.400.000,- per bulan.
Dan uang sebesar itu dialokasikan untuk tugas yang dijalankan sang Ibu RT, mulai dari bersih-bersih rumah, memasak, sebagai guru bagi sang anak, asisten pribadi, merangkap sopir.
Sungguh pekerjaan yang tidak mudah, memakan waktu dan energi sang ibu, sekaligus kesabarannya.
Pengalaman Sebagai Ibu RT di Singapura
Saat ini, dengan pengalaman pribadi saya sebagai seorang Ibu RT di Singapura, saya pun merasakan betapa tidak mudahnya menjadi Ibu RT itu. Setelah sekitar 10 tahun berkarir dan berkarya di Jakarta, saya mengambil peran sebagai Ibu RT di negeri singa ini.
Di awal, sempat saya melamar pekerjaan, namun pada akhirnya, terutama untuk saat ini, di mana anak saya masih kecil baru sekitar 14 bulan, ada rasa kasihan untuk meninggalkan dia dan kembali lagi ke dunia kerja.
Selain itu, alasan lain adalah biaya yang cukup tinggi perlu dikeluarkan untuk membayar jasa pembantu atau baby sitter. Di sini, pembantu plus pajak yang harus dibayar ke pemerintah per bulannya sekitar S$ 700 (Rp. 4.760.000,-, bayangkan dengan uang sedemikian besar, berapa pembantu yang bisa diambil untuk membantu di rumah di Indonesia, 10 orang?? Ironis memang…:)).
Belum lagi jasa baby sitter. Di sini, ada jasa baby sitter harian, di mana sang baby sitter dibayar per jam sekitar S$ 12 (Rp.81.600,-) atau beberapa teman bule mempekerjakan baby sitter seperti pekerja kantoran. Dari Senin-Jumat, dari jam 08.00-18.00, dengan gaji S$ 1600 (Rp. 10 jutaan) per bulan. Mungkin sama dengan gaji manager di Indonesia, ck ck ck… bukan main!
Hal itu juga yang menjadi pertimbangan banyak ibu di Singapura ini menjadi ibu RT, karena memang jasa ataupun service dipandang amat tinggi dan dibayar dengan mahal di sini.
Mungkin di Singapura ini, bagi sebagian bule asal Eropa ataupun Australia, malah tidak semahal untuk menggaji pembantu atau baby sitter di negara mereka. Memang, kita harus melihat dari kaca mata siapa. Bagi orang Indonesia, di mana service atau urusan jasa amatlah menyenangkan dan murah misalnya cream bath, salon, pijat, pembantu, baby sitter, dan lain sebagainya, tentunya S$ 700 untuk membayar pembantu agaknya terasa terlalu mahal. Namun, bagi bule asal Eropa ataupun Australia dan di negara-negara yang jauh lebih mahal dari Singapura untuk urusan jasa yang harus dibayarkan, tentunya S$ 700 adalah biasa ataupun malah terbilang murah bagi mereka.
Sungguh, tergantung dari kaca mata siapa…!
Apakah nilai seorang ibu ditentukan hanya sekedar sejumlah nominal tertentu?
Tentu saja, TIDAK!
Terbayang di pelupuk mata saya, mama saya adalah seorang Ibu dengan 5 anak. Dan jasa seorang ibu, tidak bisa dinilai dengan harga berapa pun. Apalagi apabila ibu tersebut menjalankan tugasnya sebagai Ibu dengan sepenuh hati dan dengan cinta tanpa syarat. Tentunya, besarnya tak ternilai! Jangankan Rp. 150 juta sebulan, bahkan lebih!
Namun, bagi saya pribadi, jumlah sebesar itu agaknya penting bagi mereka yang menganggap remeh pekerjaan seorang Ibu RT. Jangan pernah sepelekan tugas mereka. Bahkan, boleh dibilang Ibu RT adalah sebuah karir juga, di mana harus menjaga keutuhan dan kelangsungan keluarga dengan baik adalah tujuannya. Dan tugas itu tidak mudah…
Konklusi..
Mother’s Day kali ini, hendaknya membawa kita semua menyadari pentingnya arti seorang ibu. Bayangkan ibu, simbok, mama, mami, bunda kita di mana pun mereka berada untuk saat ini. Entah di kampung, entah serumah dengan kita, entah di kota lain ataupun di negara lain, atau mungkin sudah kembali ke haribaan yang kuasa. Kita semua punya ibu, seseorang yang melahirkan kita ke dunia ini. Seseorang yang membuka cakrawala dunia bagi kita.
Seberapa besar arti seorang ibu bagi kita? Cuma kita yang tahu. Terkadang seorang ibu tampil dengan kemasan yang tidak sesuai dengan apa yang kita mau. Mungkin ibu kita terlalu cerewet, terlalu mengatur, terlalu mau enaknya sendiri, sehingga banyak kekesalan yang timbul dalam hati kita. Atau mereka adalah ibu yang sempurna atau hampir sempurna, di mana kedua tangannya yang mulai keriput itu adalah tangan yang membelai rambut kita, menghapus air mata kita? Dan bahu mereka adalah bahu yang kokoh, yang memberikan kita kekuatan, a shoulder to cry on, di saat dunia ini sungguh mengecewakan kita.
Ibu, sempurna atau tidak di mata kita, seperti yang kita mau atau tidak, tetaplah merupakan mereka yang melahirkan dan membesarkan kita.
Ibu, memiliki arti penting, sangat penting, super penting malah! Yang tidak bisa diukur dengan nilai nominal berapa pun, karena kasih sayangnya kepada anak-anaknya sejak kecil sampai besar, bahkan sampai akhir menutup mata. Setiap anak adalah kebahagiaan sekaligus sumber kekuatiran para Ibu yang tidak ada habisnya.
Untuk para Ibu sekalian, arti penting Ibu tak ternilai dengan Singapore Dollar berapa pun. Juga tak ternilai dengan mata uang lain, entah itu Rupiah, US Dollar, Australian Dollar, ataupun Peso.
Untuk para anak, bagaimana sikap kita terhadap ibu kita? Tempatkanlah ibu sebagai satu bagian terpenting dalam hati kita.
Singapore, 12 Mei 2008,
-fon-
Cita-cita jadi penulis, harus diwarnai dengan kegiatan menulis. Tapi karena keterbatasan waktu krn Audrey lagi aktif2nya belajar jalan dan sudah bisa jalan 2 hari yang lalu, thank God for that.. Jadinya terbatas jg hasil penulisan gue.
So far, udah dikirim ke majalah wanita di Jakarta via email. Tetapi belum ada feed back dari mereka.
So, mungkin hilang ditiup angin hehe...
Gak pa2.. Kt Bo Sanchez, utk jadi orang besar, harus berani ditolak banyak kali...
Dan karena untuk gue impian jadi penulis itu terus ada dan belum pernah pupus, semoga ada jalan untuk gue.
Ini artikel gue kirimkan utk temen2 semua. Smoga bermanfaat, refleksi dari hari Ibu di Singapore ini.
GBU all...
-fon-
Arti Seorang Ibu
Salam dari Singapura!
Mother’s Day…
Mother’s Day baru saja lewat, tanggal 11 Mei yang lalu. Dan di banyak negara, seperti di Amerika Serikat, kabarnya banyak antrian di restoran untuk memperingati hari ibu sampai membuat jalanan macet.
Di Indonesia, hari ibu dirayakan tanggal 22 Desember. Dan sejak tinggal di Singapura sekitar satu setengah tahun yang lalu, saya melewati sekaligus menyaksikan bagaimana Mother’s Day dipromosikan lewat begitu banyak menu khusus di restoran dan buffet hotel, termasuk juga begitu banyak hadiah yang bisa dijadikan ide untuk diberikan kepada sang mommy, sang ibu tercinta, mulai dari tas, sepatu, makanan kesehatan, sampai berlian.
Terakhir, yang cukup mengejutkan, koran setempat, The Straits Times edisi 11 Mei 2008bertepatan dengan Mother’s Day, bahkan memuat angka estimasi gaji yang seharusnya diterima oleh seorang ibu yang tidak bekerja (full time mom atau menurut istilah HR Expert alias Ahli SDM, stay-at-home mom (ibu rumah tangga)), atas semua pekerjaan yang dia lakukan. Mengejutkan sekaligus mencengangkan, karena satu ahli SDM tersebut mengambil angka S$ 23,000. Dengan kurs ke rupiah saat ini yang sekitar Rp.6800 untuk 1 Dollar Singapura, maka dengan menghitung semua tugas yang dikerjakan oleh ibu rumah tangga (Ibu RT) ini adalah sekitar Rp. 156.400.000,- per bulan.
Dan uang sebesar itu dialokasikan untuk tugas yang dijalankan sang Ibu RT, mulai dari bersih-bersih rumah, memasak, sebagai guru bagi sang anak, asisten pribadi, merangkap sopir.
Sungguh pekerjaan yang tidak mudah, memakan waktu dan energi sang ibu, sekaligus kesabarannya.
Pengalaman Sebagai Ibu RT di Singapura
Saat ini, dengan pengalaman pribadi saya sebagai seorang Ibu RT di Singapura, saya pun merasakan betapa tidak mudahnya menjadi Ibu RT itu. Setelah sekitar 10 tahun berkarir dan berkarya di Jakarta, saya mengambil peran sebagai Ibu RT di negeri singa ini.
Di awal, sempat saya melamar pekerjaan, namun pada akhirnya, terutama untuk saat ini, di mana anak saya masih kecil baru sekitar 14 bulan, ada rasa kasihan untuk meninggalkan dia dan kembali lagi ke dunia kerja.
Selain itu, alasan lain adalah biaya yang cukup tinggi perlu dikeluarkan untuk membayar jasa pembantu atau baby sitter. Di sini, pembantu plus pajak yang harus dibayar ke pemerintah per bulannya sekitar S$ 700 (Rp. 4.760.000,-, bayangkan dengan uang sedemikian besar, berapa pembantu yang bisa diambil untuk membantu di rumah di Indonesia, 10 orang?? Ironis memang…:)).
Belum lagi jasa baby sitter. Di sini, ada jasa baby sitter harian, di mana sang baby sitter dibayar per jam sekitar S$ 12 (Rp.81.600,-) atau beberapa teman bule mempekerjakan baby sitter seperti pekerja kantoran. Dari Senin-Jumat, dari jam 08.00-18.00, dengan gaji S$ 1600 (Rp. 10 jutaan) per bulan. Mungkin sama dengan gaji manager di Indonesia, ck ck ck… bukan main!
Hal itu juga yang menjadi pertimbangan banyak ibu di Singapura ini menjadi ibu RT, karena memang jasa ataupun service dipandang amat tinggi dan dibayar dengan mahal di sini.
Mungkin di Singapura ini, bagi sebagian bule asal Eropa ataupun Australia, malah tidak semahal untuk menggaji pembantu atau baby sitter di negara mereka. Memang, kita harus melihat dari kaca mata siapa. Bagi orang Indonesia, di mana service atau urusan jasa amatlah menyenangkan dan murah misalnya cream bath, salon, pijat, pembantu, baby sitter, dan lain sebagainya, tentunya S$ 700 untuk membayar pembantu agaknya terasa terlalu mahal. Namun, bagi bule asal Eropa ataupun Australia dan di negara-negara yang jauh lebih mahal dari Singapura untuk urusan jasa yang harus dibayarkan, tentunya S$ 700 adalah biasa ataupun malah terbilang murah bagi mereka.
Sungguh, tergantung dari kaca mata siapa…!
Apakah nilai seorang ibu ditentukan hanya sekedar sejumlah nominal tertentu?
Tentu saja, TIDAK!
Terbayang di pelupuk mata saya, mama saya adalah seorang Ibu dengan 5 anak. Dan jasa seorang ibu, tidak bisa dinilai dengan harga berapa pun. Apalagi apabila ibu tersebut menjalankan tugasnya sebagai Ibu dengan sepenuh hati dan dengan cinta tanpa syarat. Tentunya, besarnya tak ternilai! Jangankan Rp. 150 juta sebulan, bahkan lebih!
Namun, bagi saya pribadi, jumlah sebesar itu agaknya penting bagi mereka yang menganggap remeh pekerjaan seorang Ibu RT. Jangan pernah sepelekan tugas mereka. Bahkan, boleh dibilang Ibu RT adalah sebuah karir juga, di mana harus menjaga keutuhan dan kelangsungan keluarga dengan baik adalah tujuannya. Dan tugas itu tidak mudah…
Konklusi..
Mother’s Day kali ini, hendaknya membawa kita semua menyadari pentingnya arti seorang ibu. Bayangkan ibu, simbok, mama, mami, bunda kita di mana pun mereka berada untuk saat ini. Entah di kampung, entah serumah dengan kita, entah di kota lain ataupun di negara lain, atau mungkin sudah kembali ke haribaan yang kuasa. Kita semua punya ibu, seseorang yang melahirkan kita ke dunia ini. Seseorang yang membuka cakrawala dunia bagi kita.
Seberapa besar arti seorang ibu bagi kita? Cuma kita yang tahu. Terkadang seorang ibu tampil dengan kemasan yang tidak sesuai dengan apa yang kita mau. Mungkin ibu kita terlalu cerewet, terlalu mengatur, terlalu mau enaknya sendiri, sehingga banyak kekesalan yang timbul dalam hati kita. Atau mereka adalah ibu yang sempurna atau hampir sempurna, di mana kedua tangannya yang mulai keriput itu adalah tangan yang membelai rambut kita, menghapus air mata kita? Dan bahu mereka adalah bahu yang kokoh, yang memberikan kita kekuatan, a shoulder to cry on, di saat dunia ini sungguh mengecewakan kita.
Ibu, sempurna atau tidak di mata kita, seperti yang kita mau atau tidak, tetaplah merupakan mereka yang melahirkan dan membesarkan kita.
Ibu, memiliki arti penting, sangat penting, super penting malah! Yang tidak bisa diukur dengan nilai nominal berapa pun, karena kasih sayangnya kepada anak-anaknya sejak kecil sampai besar, bahkan sampai akhir menutup mata. Setiap anak adalah kebahagiaan sekaligus sumber kekuatiran para Ibu yang tidak ada habisnya.
Untuk para Ibu sekalian, arti penting Ibu tak ternilai dengan Singapore Dollar berapa pun. Juga tak ternilai dengan mata uang lain, entah itu Rupiah, US Dollar, Australian Dollar, ataupun Peso.
Untuk para anak, bagaimana sikap kita terhadap ibu kita? Tempatkanlah ibu sebagai satu bagian terpenting dalam hati kita.
Singapore, 12 Mei 2008,
-fon-
Subscribe to:
Posts (Atom)