Thursday, January 31, 2019

Call Them BTS (Panggil Mereka BTS)




(Diiringi I Need You-BTS via YouTube sebagai teman menulis pagi ini)
Jadi begini…
Saya memang satu masa sukaaa banget sama drakor a.k.a drama Korea…
Band-band jadulnya juga lumayan…
Yang suaranya oke punya, pasti suka lah…
Tapi sampai tahun lalu, sedikit banyak sudah mulai mereda…
Jika kemudian bermunculan cowok-cowok cantik yang memang jago nari, nyanyi, tapi make-up nya tebelan dia daripada gw?
Ya gak maulah haha…

Cuma akhirnya jadi begini, Sodara-sodara…
Akhir tahun 2018 saya antri tiket BTS onlen via livenation.sg maunya beli tiket konser untuk nonton bareng Odri anak pertama kami yang sudah ngakunya pre-teen (which is true though)…
Tapi entah kenapa dan bagaimana, saya gak dapet…
Rasanya ‘nyesek’ juga…
Padahal cuman BTS gitu lho…
Sedangkan buat beli di website lain atau carousell, saya koq rada males ya…
Jadi kalo gak dapat, ya udah, saya gak maksa…

Sebetulnya tulisan tentang BTS ini sudah mau saya bikin sebagai ulasan akhir tahun.
Tapi karena di akhir tahun banyak berita duka, akhirnya saya mengurungkan niatku…
Tapi emang dasar BTS sudah melekat
 (Hangul방탄소년단RRBangtan Sonyeondan) atau yang juga dikenal sebagai  Bangtan Boys, jadi mau gak mau saya tulis juga deh…

Thanks to Odri dan Lala saya kenal band ini.
Mungkin mereka ‘hillarious’, jadi klipnya totally different dari yang umumnya.
Lucu. Kocak…
Anak-anak kami nonton dari Go Go… Video yang lucu itu..
Mungkin juga karena leadernya yang konon menurut Odri dan Lala ‘not really a good dancer’ dibandingkan team matesnya, bisa bahasa Inggris dengan aksen Amerika yang okeh punya.
Padahal cuma belajar dari serial Friends…
Saya selalu suka kalo orang bisa belajar sesuatu dengan begitu baik, padahal cuma otodidak…
Mungkin karena IQ-nya yang di atas 140an? Maybe…
And even he’s not really a good dancer, dia itu rapper yang keren.
Juga pembicara yang cukup inspirational. Hampir pingsan waktu lihat dia speech di United Nations, itu Rap Monster a.k.a Kim Namjoon keren pisannn kalo speak speak…

Saya suka BTS.
Emak2 gak malu ngaku hahaha…
Karena menurut saya BTS gak bikin be te seperti emak2 yang be te dengan idolanya #ehhh… hahaha…
Mereka real. Dalam arti mereka mengakui stressnya dunia entertainment, mereka berusaha menjangkau anak muda…
Ya kalau ada yang positif begini why not?
Rata-rata dancingnya keren…
Jungkook dan V yang super ganteng…  (V mukanya dari 2013 debut sama. Jungkook cuma hidungnya doang yang beda dikit)
Jimin dari audisi narinya keren banget…
J-Hope jagoan dance..
Suga dan Jin (yang mengaku tiap kali diinterview sebagai Worldwide handsome)…
Yah, mereka memang kuat banget di tahun lalu…
Banyak penghargaan yang diraih dan konser keliling dunia…
Belum lagi wawancara di US segala…
2018 was their year, I guess…

Yang saya juga suka dari BTS…
Mereka starting sebagai group dari tahun 2013 dengan satu kamar ber-7…
Sekarang mereka tinggal di Kawasan mewah ‘Hannam the Hill”…
Moga2 personilnya tetep kece, tetep low profile…
Dan gak usah bunuh2 diri karena mereka adalah ‘Idol’ yang mengajarkan anak-anak muda untuk ‘love yourself’

Music is my thing!
Selalu suka musik dan mengulas apa yang saya suka…
Mungkin ini dari versi emak-emak yang melihat segala sesuatu sebagai proses…
BTS, sesuai dengan buku solo perdana saya dulu: from Nothing Into Something…

Sukses terus BTS, terus meraja dengan lagu-lagunya yang memang versinya lebih banyak rame dan penuh dance daripada yang selow…
Jadi jujur aja, kadang susah buat back sound nulis hihi…
Tapi kalau liat performancenya, selalu berdecak kagum…
Ih keyennn…
Emang pantes mereka go international…
After so much hard work… They deserve it!

Saya akan memilih untuk menulis hal-hal lain…
Hal yang menyenangkan dan menentramkan…
Karena bagi saya, gak akan nulis politik…
Yang membuat perpecahan dan kericuhan…
Jadi ya, I wanna call them BTS…
Karena mereka memang memberikan warna pada permusikan dunia…
Dan hidup banyak orang…

Singapore, 1 Februari 2019

Friday, November 9, 2018

Keracunan Agama




Kutinggalkan rumah di daerah ‘north-east’ (Timur Laut) Singapura itu dengan lega.
Hari itu, aku memang menemui sepasang suami istri yang aku tak pernah kenal.
Mereka minta waktu untuk jumpa karena mengunjungi anaknya di Singapura.
Sepasang suami-istri yang sangat sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Mereka singgah di Singapura, lalu mau ke Indonesia…
Sementara mereka memang tinggal di lain benua…

Panggil saja mereka Pak X dan Bu X…
Pak X bilang ingin kenal lebih jauh denganku karena sering membaca tulisan-tulisanku…
Tanpa punya prasangka apa-apa, karena beliau juga membawa serta istrinya…
Kuiyakan ajakannya untuk jumpa…
Padahal tempat tinggalku jauh dari dia, tapi tak apalah…
Untuk pembaca tulisanku, oke sajalah…
Singapura tokh tidak ada macet-macetnya…
Pertemuan singkat itu menjadi episode yang mendebarkan…
Ketika beliau bilang…
Saya juga dulu Katolik, tetapi saya kemudian berubah...
Tidak mau bilang agamanya yang sekarang…
Menimbulkan tanya dan terus terang kecurigaan…
Lalu Sang Istri yang auranya lebih ke menyeramkan daripada menenangkan…
Mulai mengindoktrinasi dengan ayat-ayat Alkitab…
Menganggap diri hebat…
Menganggap yang lainnya salah dan tak mengerti sebanyak dirinya…

“Saya hanya khawatir, Fonny berada di Gereja yang salah.” Kata Si Bapak…
#PINGSANNN…
Andaikan salah pun, so what?
Sejujurnya, saya sangat khawatir kalau-kalau saya ditawari masuk aliran sesat…
Saya dulunya Buddhist, sekarang Katolik, dan keluarga saya agamanya pun campur…
Ada Buddha, Katolik, Kristen, Islam…
Emangnya kenapa kalo beda?

Saya pilih yang terbaik bagi saya, dan situ pilih yang terbaik bagi situ, ya udah donk ah, Pak…
Masing-masing aja…
Lagian, keselamatan yang Bapak tawarkan juga saya koq ya nggak yakin-yakin amat…
Dengan menjelek-jelekkan orang lain, agama yang sama-sama notabene pengikut Kristus juga, apakah itu sesuatu yang dibanggakan?
Hati saya koq lebih banyak gusarnya daripada damainya ya?
Lagian, kita ini siapa tokh Pak, Bu?
Teman dekat, keluarga jauh, sahabat? Semuanya bukan. Semuanya NGGAK.

Lalu, Si Bapak terkadang suka forward message dan video macam-macam tentang Indonesia…
Terakhir, saya block sesudah saya bilang, saya tidak tertarik untuk pindah agama…
Karena saya hanya berpikir ini adalah pertemuan silaturahmi dan persahabatan…
Tanpa embel-embel tertentu…
Males banget kalau ketemu pake embel-embel…
Sudah teman dekat aja males, apalagi yang cuma maafff…
SKSD Palapa – Sok Kenal Sok Dekat Padahal Gak Tau Apa-apa…
Susah kalau sudah keracunan agama dan menganggap diri setara dengan Tuhan atau caranya yang paling baik sedunia…
Ah, sudahlah.
Tak perlu kita berdiskusi sedemikian rupa…

Sesudah itu saya makan siang bersama suami dan teman kantornya di Jakarta dulu.
Hati terasa lebih tenang dan semua pada bilang, “Untung gak diapa-apainnnn… “
Saya memang terlalu nekad datang ke rumahnya.
Pelajaran: lain kali gak lagi-lagi dah, jumpa ‘stranger’ di rumahnya.
Dan kalau aneh-aneh? Apalagi pake embel-embel???
Ga usah deh yaaa…

Sekian dan terima kasih…

Singapura, 10 November 2018
Fonny Jodikin
·       Kejadian di bulan September lalu. Buat self- reminder, jangan sampai keracunan agama. Jadinya yaaa gitu dehhh…



Sunday, October 28, 2018

Terbang Tinggi (Bagai Layang-Layang)

2 September 2018.
Tiba di Bali sekitar pukul 3.30 sore.
Mobil jemputan yang kami booking secara online sudah menunggu di Bandara Ngurah Rai.
Setelah bagasi dimasukkan ke dalam mobil, mulailah kami menelusuri jalan-jalan di Bali yang menuju ke hotel kami di Kawasan Sanur yang akan kami tinggali sekitar dua malam.

Sepanjang jalan dari Bandara ke Sanur…
Kami menikmati pemandangan yang jarang kami temui di Singapura.
Bertambah semaraknya suasana, karena cuaca cerah dan sepanjang jalan terlihat layang-layang.
Berbagai corak, bentuk, dan warna…
Anak-anak kami mengagumi itu semua…
Saya pun berdecak kagum dan bersyukur.
Kedatangan kami bersamaan dengan festival layang-layang yang tengah berlangsung di sini, di Bali.
Langit warna-warni…
Ah, syukur kepada Sang Ilahi!

Kami harus kembali ke Singapura tanggal 7 September 2018.
Karena hari Seninnya, anak-anak sudah mulai sekolah lagi sesudah liburan Term 3 selama seminggu.
Di Bandara Ngurah Rai, saya menemukan lagi sebuah layang-layang besar yang terpampang di sini.
Mengingatkan saya kembali atas sambutan hangat Pulau Bali bagi kami sekeluarga lima hari sebelumnya.
Padahal sebelumnya, hati juga ketar-ketir karena banyaknya bencana alam dan gempa yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya…
Tetapi tiket sudah di tangan, hanya bisa berdoa dan melihat situasi yang terjadi…
Ketika berhasil menjejakkan kaki di Bali dan merasakan hangatnya sinar mentari di Pulau Dewata ini, hati pun kembali mensyukuri segala berkat yang kami terima…

Seperti layang-layang yang terbang tinggi…
Bukan berarti tak pernah kena tiupan angin yang kencang atau seolah lepas kendali…
Begitu pun hidup, ketika kita ingin maju…
Agaknya ada hambatan ataupun persoalan…
Tetapi semoga kita tidak berhenti sampai di situ saja…
Tetap terbang tinggi, tetap melayang indah…
Tak peduli berapa lama, tetapi percayakan saja semuanya kepada Yang Kuasa…
Selama kita hidup, tetap ingat bahwa kita bisa terbang tinggi karena ada DIA yang mengendalikan semuanya.
He’s in control!
Ketika kita terbang tinggi tanpa melibatkan Tuhan…
Ah, bukankah itu akan membawa kita kepada kehampaan demi kehampaan…
Dan berujung kekosongan belaka?

Apa yang kita cari, wahai manusia?
Tanya hatiku pagi ini saat melihat kembali foto perjalanan kami…
Jangan terlepas dari DIA yang pegang kendali atas semuanya!
Kita bisa terbang tinggi- bagai layang-layang- atas seizin-Nya dan hanya karena kebaikan-Nya!

Singapore, 29.10.2018
Fonny Jodikin


Monday, October 8, 2018

SEBERKAS SINAR




Sanur. Di suatu pagi di Bulan September 2018.
Pagi itu kami berniat sarapan di hotel lain, bukan di tempat tinggal kami.
Suami dan anak-anak kami sudah pergi ke hotel ini sehari sebelumnya, tetapi saya belum.
Pagi itu kami bersama-sama menyusuri daerah Sanur.
Biasanya kami tidak pernah menginap di Sanur…
Juga ketika bekerja dulu, saat ada outing kantor ke Bali, saya tidak pernah ke sini.
Ternyata, Sanur asyik juga daerahnya…

Dan ketika melintasi Hotel Maya di Sanur ini yang langsung terhubung dengan Pantai Sanur…
Saya langsung mengeluarkan ‘handphone’ dan menjepret begitu saja.
Sampai di Hotel, saya baru mendapati bahwa foto itu memberikan efek sinar mentari yang bagus banget!
Saya sungguh senang mendapati ada foto spesial hari itu!

Hari ini, ketika teringat kembali foto itu…
Seolah ada pencerahan baru di dalam hati yang menanti untuk dituliskan…
Dalam hidup yang suram…
Terkadang sulit memang untuk melihat seberkas sinar…
Seolah semua muram. Suram. Buram.
Gelap mendominasi.
Tetapi, jika dan hanya jika kita sadari…
Masih aka nada seberkas sinar yang akan menyinari…
Hati ini tak lagi terasa hampa…
Karena terisi harapan baru.
Harapan akan hari esok yang lebih baik, yang lebih cerah.
Yang tentunya harus dimulai dari sendiri.
Tak perlu terlalu mengandalkan orang-orang sekitar kita untuk bisa bahagia…
Karena bahagia itu ternyata:
Ada di lubuk hati terdalam setiap insan…
Dan biarkan kebaikan itu memenuhi setiap hati kita.
Setiap hati yang percaya…
Bahwa seberkas sinar akan mampu menyinari hari-hari kita…
Singkirkan kegelapan yang sempat singgah…
Dan: gelembung-gelembung kecil bahagia itu pun membumbung di udara…
Memenuhi hariku dan harimu dengan sukacita.

Jangan lupa bersyukur, meskipun tak selalu mudah.
Bahagia akan mengisi hati setiap insan yang mampu berterima kasih atas apa yang ada.

Singapura, 9 Oktober 2018
Fonny Jodikin




Thursday, July 19, 2018

PENILAIAN (Baca: PENGHAKIMAN)



Tim Juri dari Ajang Nyanyi di Indonesia tengah dikritik dan berbondong-bondong dikomentari negatif oleh Netizen...
Bukannya kenapa-kenapa...
Itu 'kan ajang nyanyi...
Bukan hanya penampilan belaka...
Ditanyalah sama Dewan Jurinya: kenapa gak pake bedak? 
Gak pake Lipstick seperti teman-teman di luar sana?
Anak ini lugu dan bilang bajunya ketinggalan di kampungnya...
Juri gak terima, minta make over...
Akhirnya Si Anak maju lagi dengan penampilan rapi jali...
Baru diperbolehkan menyanyi...
Terlepas dari ini settingan atau gak...
Tapi koq rasanya kurang etis saja dan mengecilkan orang lain begitu rupa...

Netizen kemudian banyak membandingkan dengan ajang lainnya.
Di ajang lain, ada yang pakai seragam sekolah, bisa lolos-lolos aja, tuh...
Kalau suaranya ok, why not?
Kenapa tidak?
Walaupun ya memang namanya dunia entertainment memang melihat kelengkapan 'package' seseorang...
Tetapi yang namanya baru mulai, apalagi ini ajang nyanyi: lihatlah kemampuan nyanyinya...

Melihat ke dalam dunia kerja...
Ada pula Bos yang menilai pekerjaan anak buahnya bukan sebatas pekerjaan...
Semua dinilai dari penampilan, dari tua atau tidak, cantik atau tidak, ganteng atau tidak...
Dan jujurnya menurut saya: ini penilaian gak nyambung...
Jika memang harus 'fair', harus dinilai berdasarkan kemampuan kerjanya dan bukan yang lainnya...

Begitulah dunia...
Selalu punya cara dan untuk membenarkan dirinya buat menilai orang lain sesuka hati...
Penilaian yang terkadang keji dan kejam, tak jadi masalah...
Karena menurut mereka: merekalah yang benar...
Tetapi jika mereka yang dihakimi begitu rupa, apa mereka sanggup menerima???

Malam ini saya berpikir: memang banyak orang akan selalu semaunya sendiri.
Beberapa bahkan menganggap karena mereka punya uang, karena mereka punya kuasa, boleh jadi mereka sungguh berpendidikan, jadi mereka boleh melakukan apa saja.
Tapi bagi saya, jika Anda tidak bisa 'respect' pada orang lain, setinggi apa pun jabatan Anda...
Atau seberapa banyaknya harta yang Anda miliki saat ini...
Sehebat apa pun Anda...
Bagi saya GAK PENTING. SANGAT!
Jika Anda gak bisa menghargai orang lain, gimana Anda minta dihargai?

Mungkin sekarang Anda tengah di atas...
Kalau lagi bahagia, biasa aja...
Bersyukurlah...
Karena ketika roda kehidupan membawamu turun...
Belum tentu juga kesombongan itu bisa kamu pertahankan...
Tetap waspada, gak perlu belagu...
Biasa saja. Penuh syukur.
Jangan mudah melontarkan perkatan atau penilaian yang tidak pada tempatnya...
Karena jika kita yang dihakimi begitu rupa, apa kita tahan?

Just wanna share my thought tonight, also for my self-reminder...
Be humble. Be wise...
'Cause you'll never know what's going to happen next....
Good night everybody!

Singapore, 19 Juli 2018
Fonny Jodikin


Thursday, July 12, 2018

PERASAAN 'DIMANFAATKAN'



Begini kisahnya...
Anggaplah Anda itu baik budi dan tidak sombong...
Anda baik terhadap semua orang, tanpa memandang SARA...
Anda berusaha tulus dalam segala yang Anda lakukan...
Anda tak peduli, jika harus mengorbankan waktu, diri, dan mungkin sejumlah uang untuk membantu orang lain...
Tetapi, setelah semua pengorbanan itu...
Kemudian Anda dikelabui, dibodoh-bodohi, difitnah, dan mungkin ditipu uangnya, dan sebagainya..
Lalu, Anda merasa DIMANFAATKAN.
Dan perasaan itu sungguh tak mudah untuk dihadapi...

Secara jujur, mari kita akui...
Dalam relasi mana pun pasti ada 'take' and 'give'...
Bagi orang tertentu, itu mungkin sebanding dengan jumlah uang yang dikeluarkan...
Misalnya Anda pergi pijat refleksi atau ke salon...
Anda beri uang, Si Mbak atau Si Mas memberikan pelayanan baik yang membuat Anda relax...
Dalam persahabatan pun, rasanya sulit memang menemukan orang-orang yang tanpa pamrih, apalagi di zaman ini.
Jika Anda temukan, pastikan Anda menjaga mereka baik-baik...
Karena mereka sungguh berharga dan termasuk langka....

Lalu, ketika perasaan DIMANFAATKAN itu timbul...
Apa yang harus dilakukan?
Terutama jika itu kita alami dari orang yang sungguh dekat di hati...
Sahabat dekat. Atau mungkin anggota keluarga.
Sakit banget 'kan rasanya?
Mungkin kita teliti juga diri kita...
Apa kita memang sudah memberi terlalu banyak, lalu kemudian berharap lebih banyak lagi?
Harapan yang terlalu membumbung tinggi, ketika jatuh rasanya sungguh sakit, Masbro dan Mbak-Mbak sekalian!
Jadi mungkin harapannya dikurangi sedikit...
Jangan ketinggian, jadi ketika jatuh: gak sakit-sakit amat...

Saya pernah merasa dimanfaatkan.
Dan itu sakit sekali rasanya.
Tapi, saya juga gak tau: pernahkah saya demikian?
Memanfaatkan orang lain...
Atau membuat orang lain-disengaja atau tidak- merasa dimanfaatkan???
Malam ini, menjadi permenungan bagi saya pribadi lagi...
Supaya ketika saya merasa dimanfaatkan, saya telaah sikap-sikap saya juga...
Bagaimana saya ke orang lain?
Semoga saya gak banyak melakukannya...
Dan kalau saya lupa, mohon dimaafkan semuanya...
Semoga ke depannya kita jadi manusia-manusia yang lebih baik lagi...
Meskipun sekitar banyak yang makin kacau, kita tetap harus berdiri tegar dalam kebaikan...
Kalau bukan dari kita, siapa lagi, tul gak sobat-sobat semua?

Met malam.
Sekadar goresan kecil di penghujung hari.

Singapura, 12 Juli 2018
Fonny Jodikin
sumber foto: internet


Thursday, June 28, 2018

Setelah Duapuluh Lima Tahun…



1 Juni 2018. Singapura.
Saya menelpon mama di Palembang.
“Ma, besok aku pulang, ya!”
“ Iya, besok ada doa dan acara kecil buat Papa. Besok ‘kan meninggalnya Papa, peringatan ke-25 tahun.”
Ujar Mama di seberang sana.
“Oh, iya… Ok, Ma! Sampai besok…!”

Telepon kumatikan. Dan aku terdiam.

Saat membeli tiket pulang ke Palembang, aku tak ingat bahwa itu adalah hari meninggalnya Papa. Karena kami membeli tiket sekitar bulan Februari lalu. Yang kucocokkan hanyalah tanggal anak-anak kami liburan sekolah. Dan kemungkinan Odri ada perjalanan ke luar kota dari sekolah, jadi saya menunda sedikit kepulangan kami.
Tak terasa, sudah 25 tahun Papa meninggalkan kami.
Waktu berlalu begitu cepat rasanya…
Setiap hari merupakan perjuangan tersendiri dan punya permasalahan serta kebahagiaan tersendiri.
Detik berlalu, musim berganti…
Ya, sudah 25 tahun….

2 Juni 1993. Jakarta.
Derai air mata masih membasahi kedua belah pipiku…
Aku berada di Airport Soekarno Hatta untuk ‘go show’, mau beli tiket pulang ke Palembang.
Mama baru saja menelponku dan bilang bahwa Papa sudah berpulang untuk selamanya.
Rasanya tak percaya, karena baru saja kemarin aku menelpon dan bicara langsung dengan Papa.
Katanya makanan sudah terasa enak di mulutnya. Aku lega.
Karena memang Papa ada sakit jantung dan beberapa komplikasi lainnya.
Tetapi? Hari ini???
Mengapa kuterima berita seperti ini?
Aku masih belum mandiri…
Rasanya ada yang kurang karena belum bisa membahagiakan Papa.
Dan seketika dia harus pergi?
Kurasakan adanya satu kehampaan yang mendalam.
Bukan karena hubungan kami yang sempurna…
Relasi kami sempat naik-turun dan sempat juga tegang…
Aku yang keras, seperti Papa…
Aku juga terkadang suka membangkang, terutama saat SMP…
Sori, Pa…
Tetapi satu hal yang kusyukuri, kami berdamai saat aku di SMA.
Kami bisa berdiskusi tentang Bahasa Mandarin dari versi Papa dan mencocokkannya dengan Bahasa Jepang yang tengah kupelajari saat itu…
Akhir yang melegakan, karena aku tak pernah tahu, tak lama berselang Papa harus berpulang.
Untuk selamanya.

2 Juni 2018. Palembang.
Pa, ini aku, suamiku, dan anak-anakku…
Tak terasa sudah 25 tahun berlalu, Pa…
Papa pergi meninggalkan kami untuk selamanya…
Ada hari-hari di mana terasa biasa…
Waktu memang akan memulihkan…
Tapi takkan pernah sanggup melupakan…
Karena biar bagaimana pun, sampai kapan pun…
Papa tetap jadi bagian hidup kami…

Namun ada kalanya, rongga kosong di hati itu sungguh terasa…
Seperti saat aku pulang ke Palembang saat meninggalnya Papa dan mendapati rumah masa kecilku lengang…
Ada kursi yang seharusnya Papa duduk di sana…
Ada sofa tempat kami menonton siaran bulutangkis bersama di televisi.
Itu semua takkan terganti, Pa…

Peristiwa demi peristiwa memenuhi kepalaku…
Pa, semoga Papa tenang di sana…
Kupanjatkan doa bagimu, Pa…
Semoga Tuhan mendengarkan doa kami, anak-anakmu dan Mama yang masih berjuang hidup di dunia ini…
Setelah dua puluh lima tahun, engkau tetap ada di hati kami.
Takkan terganti.
Bukan karena Papa adalah Papa yang sempurna bagi kami…
Tetapi kami sadari, kami pun jauh dari sempurna sebagai anak-anakmu, Pa…
Saya yakin, Papa sudah memberikan yang terbaik yang Papa bisa semasa hidup.
Seperti kami pun begitu dengan segala keterbatasan kami.

Pa, I miss you…
Ada kerinduan mendalam saat menuliskan ini semua.
Saat air mata kembali menetes perlahan.
Air mata haru, karena kau pernah menjadi bagian hidup yang paling penting dalam hidup kami.

Singapura, 28 Juni 2018
Fonny Jodikin