Wednesday, January 19, 2011

Trapped


Trapped

Cermin itu tak bisa bohong.
Wajah itu- wajah ‘macho’ seorang pria. Dengan kaca mata minusnya. Dengan ketampanan yang jadi idola gadis-gadis sekitarnya-yang walaupun hanya melihat foto-foto profile picture Facebook-nya sudah bikin mereka mengejar-ngejarnya. Mereka add him as a friend, memenuhi wall-nya dengan puji-pujian bahkan rayuan mesra, lalu menuliskan komentar-komentar di bawah fotonya. Bahkan beberapa yang lebih berani, menulis di inbox-nya…

Surat cinta, ajakan makan siang atau makan malam, sampai maaf-undangan menghabiskan malam di hotel terkemuka… Tak satu pun digubrisnya.

Tak banyak yang tahu, kecuali mereka yang betul-betul dekat dengannya, bahwa dalam dirinya terluka. Luka yang tak pernah sembuh. Pernah sedikit sembuh, tersenggol lagi… Berdarah bahkan bernanah…

Luka itu sedari masa kecilnya.

Dipakainya bando untuk mengangkat sedikit poni yang ada di rambutnya. Dibukanya susu pembersih wajah yang sudah jadi makanan sehari-harinya. Beberapa yang baru mengenalnya akan jelas-jelas menganggapnya pria metroseksual yang tidak risih akan facial, cream bath, dan rekan-rekannya. Sama fasihnya dia dengan fitness atau golf yang selama ini jadi kegemarannya. Dibersihkannya wajahnya beberapa kali dengan kapas putih bersih yang lalu ternoda kotoran di wajahnya yang putih mulus dan masih sempurna.

Ah, kapas yang ternoda… Hidupku sama sepertimu yang awalnya putih bersih namun ternoda kotor dan teramat parah…

Tiba-tiba kisah hidupnya bermain seperti film yang flashback di kepalanya… Lalu menuturkan cerita:

Dia anak ketiga dari tiga bersaudara. Ya, dia bungsu. Semua saudaranya laki-laki pula. Jadi tiga jagoan itulah yang memenuhi hari-hari kehidupan keluarganya. Namun, pengalamannya sama sekali berbeda. Ayah dan ibunya begitu menginginkan dirinya jadi wanita. Sejak bayi, mereka sudah siapkan nama wanita. Bahkan ibunya sudah membeli beberapa pakaian bayi perempuan baginya. Namun, ketika dia lahir pria, semua kecewa. Zaman dulu belum lazim USG begitu rupa. Jadi, orang tuanya memilih untuk tidak tahu jenis kelaminnya sampai hari dia dilahirkan. Sambil terus berharap, setelah dua jagoan, mungkin ini puteri mahkota mereka…

Dia lahir.

Bayi lelaki yang tampan. Terganteng di antara tiga anak mereka.

Namun, karena terlanjur kecewa… Orangtuanya meneruskannya… Memberikannya mainan wanita, memperlakukannya bak seorang bayi perempuan mungil. Memenuhi hari-harinya dengan hal-hal keperempuanan. Memasak, make-up. Walaupun zaman sekarang, pria memasak juga bukan hal yang aneh. Begitu pun penata rambut atau ahli tata rias bukan profesi aneh bagi seorang pria… Namun yang tak disadari orangtuanya-dan baru belakangan dia pun menyadarinya- bahwa dia sudah terjebak dalam tubuh seorang lelaki dewasa yang macho dan ganteng luar biasa… Sementara dalam jiwanya, dia adalah seorang perempuan seutuhnya…

Aneh tapi nyata. Ketika malam-malam dia sendirian setelah mencuci bersih wajahnya serta bercukur sebersih-bersihnya…

Dia memoles lagi bibirnya dengan pulasan warna merah muda. Merias wajahnya dengan eye shadow senada dengan gaun tidurnya yang berbahan sutera. Bermotif indah dan berbentuk gaun yang tak terlalu panjang. Terkadang dia ingin memakai pakaian dalam wanita-yang secara curi-curi dia beli di mal terkemuka- dengan alasan diberikan buat kekasih tercinta.

Dibolak-baliknya tubuhnya yang gelisah di atas peraduannya. Betapa dia kecewa bahwa ini kenyataan yang terus dihadapinya. Dia tak tahu harus salahkan siapa. Mungkin Tuhan? Mungkin orangtuanya? Yang pasti dia sering menyalahkan dirinya sendiri, mengapa harus terlahir di dunia. Ah, entahhh…

Dia bangkit dari tempat tidurnya. Menuju meja kerja di kamarnya.

Dibukanya kembali laptop-nya. Dilihatnya ajakan kencan dan makan malam kembali memenuhi Facebook-nya.

Ah, andai para perempuan itu tahu betapa sulitnya keadaan yang harus dihadapinya sehari-hari. Betapa dia juga ingin dicinta dan mencinta, namun dia terus membatasi dirinya… Takut terluka, juga takut melukai orang lain… Itu terjadi sampai usianya yang ke-42 ini…

Dilepaskannya pakaian sutera itu. Digantinya dengan kaos putih dan celana pendek motif hati dengan dasar warna putih dan hati warna merah muda. Lalu dihapusnya kembali make up ringan di wajahnya dengan susu pembersih itu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Hari sepi ini akan kembali berakhir. Entah kapan hidup yang mendua seperti ini akan ada akhirnya? Dipandangi BB(Blackberry)-nya dengan tak berselera. Ada beberapa yang mengajaknya bertemu juga. Namun, hanya satu yang menarik hatinya… Rekan satu fitnes yang tak kalah machonya. Alexander, dia suka padanya, mungkin menjurus ke arah cinta?

Dijebak gelisah. Dirayu keinginan menggelora untuk mencinta dan dicintai apa adanya. Putus asa karena tahu itu semua takkan pernah jadi nyata.

Ditenggaknya pil tidur yang selalu jadi temannya tahunan lamanya. Namun kali ini terlalu banyak dosisnya. Untuk dua minggu, dia minum sekali saja…Sekali teguk, habislah sudah…

Dua puluh menit kemudian..

Pintu kamarnya dibuka, kakak sulungnya mau mengambil buku yang tertinggal di kamarnya. Melihat busa di bibirnya, dia terkejut luar biasa.

Menelpon ambulans di tengah malam, yang tak lama segera tiba. Jeritan dan raungan ambulans seolah menyuarakan keperihan hatinya…

Dalam hati, dia ingin mati, jangan pernah selamatkan dirinya… Tetapi, dia bukan dewa, Tuhanlah yang menentukan jalan hidup dan mati setiap orang, bukan?

“ Maafkan, Mama, Nak… Maafkan Mama! Ini semua salah Mama…” Isak tangis Mama mengiringi perjalanan dirinya ke ruang ICU RS ternama itu…

Antara hidup dan mati. Antara sadar dan tidak… Dia berusaha ucapkan doa-hal yang hampir tak pernah dilakukannya.

“ Tuhan, apakah aku salah terlahir di dunia? Tuhan, mengapa jeratan dan perangkap ini tak jua usai? Sampai kapan aku harus alami ini semua? Tak dapatkah aku hidup normal? Tak dapatkah aku dikasihi sebagaimana apa adanya?” Tanya dan doa penuhi hatinya….

Dia selamat.

Mamanya membawanya ke seorang Pastor yang ahli kejiwaan. Juga mereka membawanya ke psikolog guna mempercepat proses kesembuhannya.

Kini? Dia masih sama macho-nya. Masih kadang-kadang melirik pada pria yang tampan seperti dirinya. Tetapi dia sudah punya seorang gadis yang cukup dia suka. Dan gadis itu begitu cinta padanya. Gadis itu berambut pendek, sedikit tomboi, tetapi amat manis.

(Dan mungkin mereka akan menikah!).

Sepuluh tahun kemudian…

Dia sudah punya dua orang anak. Dan kehidupan normal sudah dijalaninya. Begitu sulit untuk bangun dari kubangan luka. Dari rasa ‘trapped’ yang sudah begitu menjebaknya… Tetapi, selalu ada kesempatan kedua bagi mereka yang mau sembuh dan berbalik ke jalan yang benar. Apalagi begitu banyak dukungan dari keluarga tercinta… Puji dan syukur hanya kepada Sang Pencipta yang memungkinkan segalanya terjadi sampai sekarang ini…

Hidupnya? Mungkin penuh luka dan nanah. Tetapi, dengan kasih-Nya semua itu dibasuh secara perlahan namun prima…

At this moment, he’s not trapped in the body of a man anymore, because now he’s a man inside out…

He has realized that he’s only trapped in God’s love that showered to him in everyday of his life.

And He wants to spend the rest of his life with full gratitude and thanks to God.

Ho Chi Minh City, 19 Januari 2011

-fon-

* berusaha menggambarkan perasaan orang yang tidak diinginkan oleh keluarganya untuk kemudian mendapatkan kesempatan kedua dan hidup lebih baik lagi dalam kasih-Nya.

* copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

rainbow-carnage.deviantart.com

1 comment: