Thursday, February 10, 2011

Amnesia (Part 2)


Amnesia (Part 2)

*** jalinan cerita jelang Valentine’s Day

Previously on Amnesia Part 1:

Mengisahkan perasaan seseorang yang putus asa dalam mencari cinta. Sudah berusaha banyak kali, menemui kegagalan, sampai berpikir untuk amnesia walau satu hari saja. Tepat di tanggal 14, inginnya untuk amnesia makin menjadi-jadi… Perasaan sepi, sendiri, di tengah romantisme yang membanjiri dunia di Hari Kasih Sayang itu membawanya kepada rasa frustrasi. Sempat terpikir mencari semacam ramuan Mandragora seperti yang diteguk Cleopatra ketika cintanya -Antony-pergi. Tetapi akhirnya memutuskan untuk menolak zat adiktif dalam bentuk apa pun karena sadar efeknya sementara saja. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Simak di Amnesia bagian ke-2 berikut ini…

Bagian ke-2: Cinta dalam Banyak Bentuknya…

Andai hidupku bisa kuatur, tentunya aku ingin punya ‘remote control’ kehidupanku sendiri. Di mana ketika aku merasa malas melewati momen-momen tertentu, aku bisa ‘fast forward’… Skip those chapters of life, dan kembali merasakan kesenangan kembali. Atau, ketika masa lalu yang indah dan begitu mengesankan hatiku-begitu kurindukan ingin kualami lagi…Aku tinggal memencet tombol rewind, dan itu semua akan kembali di depan mataku. Kualami secara langsung… Sayangnya, hidup bukan atas kendaliku semata. Aku tentunya bertanggung jawab atas hidupku, sementara ada banyak hal yang tidak bisa kukontrol begitu mudahnya. Karena dengan melewati peristiwa-peristiwa yang menyakitkan dan hanya memilih kegembiraan senantiasa, takkan membuatku menjadi orang yang dewasa. Apalagi bertumbuh secara pribadi.

Kujalani hariku dengan tak bersemangat. Tetapi kupaksakan diriku untuk berjalan… Ini tanggal 11 Februari, artinya tiga hari lagi hari penuh taburan cinta di udara itu akan tiba. Aku melangkahkan kaki perlahan, mencoba sesuatu yang tak pernah kulakukan. Naik bus kota jenis KOPAJA tanpa AC. Ini mungkin ide yang sedikit gila, tetapi kulakukan saja. Karena jujurnya aku sudah jenuh dengan ini semua. Serasa hampir hilang warasku. Hanya karena kesepian luar biasa… Mungkin di sini kutemukan jawabnya?

Di KOPAJA yang tidak seberapa ramai siang ini, kulihat seorang ibu tengah menggendong bayinya dengan gendongan bermotif batik. Warna gendongannya merah hati dengan corak hijau dan kuning. Sedikit ‘ngejreng’ dan mencolok mata di siang hari yang terik ini. Sesekali disekanya dengan penuh kasih bayi itu, berusaha mengurangi keterikan mentari dengan mengipas-ngipasnya perlahan dengan kipas plastik yang dia bawa dan keluarkan dari dalam tasnya. Ah, masih banyak jenis cinta yang lain… Bukan sekadar cinta romantisme belaka… Seperti cinta ibu ini pada anak bayinya… Seperti ibu padaku? Ah, aku ragu… Karena dia terlalu penuh kemarahan senantiasa… Jadinya, cintanya tak terasa lagi bagiku. Tetapi mungkin dalam hatinya dia pun merasa begitu? Harusnya iya, tetapi entahlah… Rasa itu begitu jauh di hatiku…

Di seberang tempat dudukku… Kudapati seorang kakek bersama cucunya. Si Kakek sudah cukup tua, sehingga membutuhkan bantuan cucu lelakinya untuk naik bus tadi. Cucunya kutebak sekitar umur 15-an… Sementara Si Kakek, mungkin 70-an… Cinta semacam ini, juga masih ada dan tetap menyala… Romantisme tetap membumbung di udara jelang hari yang konon penuh cinta… Tetapi, cinta semacam ini adalah cinta yang tak lekang dimakan usia…

Di pinggir jalan di lampu merah, kulihat seorang pengamen yang mencoba bertahan hidup dengan nyanyiannya yang tak seberapa merdu. Mungkin dia bagian dari kelompok besar pengamen lainnya? Atau mungkin juga dia mencari nafkah bagi keluarganya? Aku tak mengerti beban yang dia tanggung. Yang pasti bagiku, dia setidaknya berusaha hidup halal di tengah kerasnya zaman. Walaupun dia terkadang memaksakan kehendaknya dan memaksa orang untuk memberinya sedikit receh walaupun suaranya cenderung sumbang… Tetapi, dia juga punya bebannya.

Hei pengamen, apa kau bekerja untuk orang-orang tercinta? Mungkin iya, mungkin juga tidak… Tetapi dari apa yang kulihat ketika dia kemudian naik bus dan turun di terminal berikutnya, dia membagikan hasil mengamennya dengan teman-temannya. Beli nasi bungkus bersama…

Ternyata cinta dalam bentuk persahabatan juga masih bertahan bahkan amat nyata… Romantisme, mungkin bertahan beberapa saat lamanya: satu bulan, dua bulan? Satu tahun, dua tahun? Mungkin sepuluh tahun? Tetapi cinta penuh persaudaraan akan berakar dan tumbuh dengan ketulusan, tentunya bila dilakoni orang-orang yang memiliki hati yang bersahabat pula…

Bus KOPAJA semakin dekat ke halte di rumahku. Aku berhenti. Menoleh ke belakang untuk melihat kepergian bus itu untuk kemudian lenyap dari pandanganku. Ah, KOPAJA itu dan pertemuanku dengan orang-orang tak kukenal di dalamnya mengajarkanku sesuatu hari ini. Cinta punya berbagai bentuknya, bukan melulu sekadar romantisme yang diumbar…Apalagi hanya satu hari saja…

Bersambung…

Ho Chi Minh City, 11 Feb 2011

-fon-

* copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

singleminglehumble.blogspot.com

No comments:

Post a Comment