*** ditujukan kepada komunikasi erat yang tengah melarikan diri…
Buat dunia, mungkin aku tak penting. Aku tak sepenting Presiden suatu negara atau artis papan atas yang selalu dikejar-kejar paparazzi. Aku hanyalah aku yang ingin menjadi diriku… Dicintai, dihargai, sebagai mana apa adanya…
Sejujurnya, aku ingin merasakan sekali lagi bahwa kamu menganggapku penting-seperti dulu lagi. Menempati mahkota di hatimu, karena kamu adalah bagian hidupku yang terdekat- bahkan kamu adalah belahan jiwaku… Kalau bagimu saja aku tak lagi penting (tak lagi menempati ranking-ranking teratas di hatimu), luka mulai menyeruak dan sedih pun mulai melambaikan tangannya padaku. Apa artinya janji kita di awal hidup bersama? Seolah mahligai perkawinan yang begitu indah itu sudah kehilangan maknanya…
Terkadang aku ingin dianggap penting. Setidaknya sedikit lebih penting dari pekerjaanmu, dari Facebook dan Blackberry-mu, laptop-mu, atau dari iPhone-mu… Penting sehingga kau mau mendengarkanku. Setidaknya aku bukan kauanggap bisu…Dulu-sebelum menikah- kita bisa berbicara dan bercengkrama berjam-jam lamanya. Lupakan waktu yang bergulir satu demi satu. Seolah dia bisa tinggal diam, karena kita miliki saat itu… Tetapi sekarang? Melihat mukaku saja kau tak sempat. Apalagi mendengarkan celotehanku. Sungguh ingin kutanya padamu, masih pentingkah diriku di matamu?
Kalau kulakukan introspeksi diri… Pernah kupikirkan kembali, apa aku yang terlalu egois sehingga terus mau dianggap penting? Atau memang kau terlalu cuek dan tak mau tahu, sehingga membuatku menyimpan rasa ini? Perasaan itu begitu kuat bahwa aku tak penting sama sekali di hadapanmu. Apakah berlebihan ketika kuinginkan komunikasi yang lebih baik antara kita? Apakah terlalu muluk, ketika kuinginkan kau ada di sisiku ketika aku merasa letih, lelah, dan sedang bersedih atau tengah berduka? Sekaligus ingin kubagi semua rasa yang indah yang tengah kualami: suka, ceria, bahagia… Senasib sepenanggungan bersama? Mengapa seolah setiap kali aku merasa sendirian menanggung itu semua? Ke manakah kebersamaan kita yang pernah amat nyata?
Salahkah? Ketika perasaan tak lagi penting menyelusup perlahan di hatiku, bahkan kini meraja di dadaku?
Aku ingin kau ada di sini dan memberikan peneguhan… Bahwa itu semua bisa diperbaiki, asal kita punya niat untuk menjembatani komunikasi kita dengan lebih baik lagi…
Sayang, masih pentingkah diriku bagimu? Ke mana sisa-sisa keindahan relasi kita di waktu lalu? Ingin kukembali merengkuh… Tetapi dengan mengayuh sendirian, keraguan besar tengah menyergapku… Bertanya pada diriku: mampukah aku?
Aku tetap mencintaimu. Kau masih begitu penting bagiku. Semoga rasa itu juga ada padamu.
Inginku bicara dari hati ke hati sekali lagi denganmu. Cintaku, masih pentingkah diriku bagimu?
-fonnyjodikin-
* mengingatkan diri sendiri juga kepada mereka yang sudah berumah tangga bahwa komunikasi adalah amat penting. Penting untuk membuat para suami/istri merasa penting, bahwa mereka tetap menempati ranking atas dalam hidup kita yang sering kali tergantikan dengan kesibukan atau ‘kesibukan’ dengan alat-alat gadget yang membuat kita lupa dengan suami/istri/ anak-anak serta anggota keluarga kita lainnya. Mereka tetap penting, bahkan menempati bagian terpenting dalam hidup ini… Smoga kita terus berusaha untuk memperbaiki komunikasi kita…
*copas, forward, share? Mohon sertakan sumbernya…Trims.
sumber gambar:
dreamstime.com
mungkin keraguanlah yang perlu ditepis,
ReplyDeletekarena mungkin pada kenyataannya cinta memerlukan keheningan sejenak..
@ Yudi: komentar yang bagus...cinta memang butuh keheningan juga, walaupun di saat tertentu harus diakui keraguan tetap menghadang...
ReplyDelete