Sebelum lelap tidurku...
Izinkan aku mengucap syukur atas hadirmu di hidupku...
Terima kasih, Tuhan...
Karunia-Mu dalam bentuk anak-anak yang Kaupercayakan kepadaku.
Melihat wajah mereka yang polos saat tidur...
Aku bahagia...
Walaupun terkadang perjuangan untuk jadi Ibu dan terus membimbing mereka bukanlah perkara gampang...
Tapi, aku syukuri peranan ini...
Kelelahan bercampur keceriaan...
Derai tawa bercampur isak tangisan...
Adalah hal-hal yang semuanya menjadikanku dewasa...
Menyadari tanggung jawab dan panggilan sebagai seorang Ibu yang sungguh mulia...
Sebelum lelap tidurku...
Izinkan aku berdoa, Tuhanku...
Jagai selalu anak-anakku...
Biarkan mereka tumbuh selalu dalam bimbingan-Mu...
Jadi tegar dan berjalan dalam kebenaran-Mu...
23.12.2013. Dini hari.
fon@sg
* hari Ibu sudah usai, namun perjuangan Ibu terus memenuhi setiap hari, setiap hati yang bersungguh dengan panggilan yang indah ini.
Chapters of Life, begitu saya senang menyebutnya. Karena bagi saya, hidup adalah babak demi babak, bab demi bab, yang menjadikan buku kehidupan saya sempurna.
Sunday, December 22, 2013
Tuesday, December 17, 2013
Year 2013 in Review
Hari ini baru melihat di Facebook, ada feature yang ngasih tau, apa sih biggest moments di tahun 2013.
Well, kalo dikilas balik, pastinya ada yang big, not so big, or small.
Mungkin juga flat. Lho, koq?
'Kan gak setiap tahun dipenuhi gegap gempita.
Ada tahun-tahun juga yang seolah berjalan di tempat. Atau berjalan di treadmill.
Tetapi, percayalah, bak 'puzzle' kehidupan, ini semua akan ada maksudnya.
Sukses yang sudah atau akan dicapai nantinya, adalah kumpulan dari proses yang sudah terlewati.
Mungkin menguras tenaga dan air mata.
Mungkin juga membuat begitu sakit kepala.
Mungkin makan waktu bertahun-tahun.
Dan mungkin juga kita sudah kehabisan kesabaran menunggu waktu sukses itu tiba.
Ukuran sukses pun beda-beda.
Yang dunia ukurkan sebagai kesuksesan adalah jabatan, kekayaan, rumah, mobil mewah, jalan-jalan ke luar negeri, hidup mapan, enak, dan nyaman.
Jarang, orang dianggap sukses, jika hanya jadi orang biasa dan baik-baik saja.
Itu terkadang dianggap tidak cukup.
Padahal, bagi saya pribadi, justru nilai kesuksesan yang hakiki, bukan hanya melulu yang berbau materi.
Walaupun tidak memungkiri bahwa uang adalah hal yang penting, tetapi, saya ogah diperintah olehnya. Apalagi mendewakannya, sampai mau melakukan apa saja demi dirinya.
OGAH.
Bukan munafik.
Tetapi, sekali lagi agaknya kita perlu menarik garis yang jelas akan materialisme dan diri kita ini.
IMHO (In My Humble Opinion), seiring berjalannya waktu dan pendewasaan yang terjadi pada diri saya (psssttt, jangan dibaca tua, yah, karena maunya 'forever young' -setidaknya berjiwa muda- hahaha)...
Kesuksesan sebagai anak-anak-Nya berarti kita hidup selaras dengan rencana-Nya.
Mengasihi Tuhan, sesama, dan juga diri kita.
Care pada keluarga kita, walaupun mungkin banyak bentrokan dalam keluarga.
Sejelek-jeleknya, mereka adalah bagian dari hidup kita.
Mampu setidaknya peduli pada orang yang berkesusahan.
Juga bergembira melihat mereka yang bahagia.
Jauhkan diri dari rasa iri, penuhi hati dengan rasa syukur.
Mau memberi, berbagi.
Mau bekerja keras mengejar apa yang menjadi impian terdalam di hati kita, sementara hasilnya kita percayakan kepada Yang Kuasa.
Hidup berdamai dengan orang lain, terutama berusaha terus berdamai dengan diri sendiri.
Dengan demikian, kita bisa membagikan damai itu kepada sekitar kita,syukur-syukur pada dunia.
Dimulai dari hal kecil.
Selangkah demi selangkah.
Lalu, mulai menyebar ke sekitar kita...
Lalu, apa sih yang sudah dipercayakan-Nya pada saya di tahun ini?
Keluarga yang baik dan sehat. Juga saya pun dikaruniai kesehatan. Thank God!
Terima kasih, Tuhan untuk suami dan anak-anakku yang Kaukirimkan kepadaku.
Juga untuk orangtua, mertua, adik-kakak dan iparku.
Juga sahabat-sahabatku-baik di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Terima kasih juga untuk kepercayaan-Mu menjadi Editor di tahun ini.
Hal yang tak terbayangkan bisa kulakukan.
Ada rasa ragu: apa bisa, Tuhan?
Perlahan, keraguan itu bergeser, setelah kepercayaaan diri itu datang karena kesempatan yang Kauberikan.
Jadi Juri di lomba novelet yang diadakan oleh Peri Pernulis, memberikan komentar bagi tulisan-tulisan yang indah, menghibur, dan cukup bermutu.
Lalu, melangkah ke editing renungan harian tahunan Treasuring Womanhood 2014 yang ditulis oleh para perempuan dan dipersembahkan untuk para perempuan.
Terima kasih juga untuk dua buku keroyokan yang mana aku bisa ikut serta.
Kutemukan Kasih Tanpa Syarat (KKTS) terbitan OBOR bersama teman-teman perantau Katolik dari milis Komunitas Perantau Katolik.
Di akhir tahun, ada ajakan dari Peri Penulis untuk bersama-sama bergabung di Project Natal mereka, Noel D'Amour. Di buku ini, aku menyumbangkan satu cerpen.
Royalti dari kedua buku ini untuk tujuan sosial, KKTS untuk pendidikan, sementara Noel untuk panti asuhan.
Really, I couldn't ask for more.
I'm so happy, God that I've come this far.
It's only by Your Grace I can experience this.
Kupercaya itu semua karena-Mu.
Selanjutnya, kupercayakan masa depanku kepada-Mu.
Apapun yang bisa terwujud, kuyakin itu karena campur tangan-Mu.
Izinkan aku melangkah di jalan-Mu.
Tetap setia, walaupun mungkin aku pernah kecewa.
Karena kusadar, aku tidak selalu mengerti rencana-Mu.
Namun, Kau selalu tahu yang terbagik bagiku (bagi kami, anak-anak-Mu).
17.12.2013
fon@sg
Well, kalo dikilas balik, pastinya ada yang big, not so big, or small.
Mungkin juga flat. Lho, koq?
'Kan gak setiap tahun dipenuhi gegap gempita.
Ada tahun-tahun juga yang seolah berjalan di tempat. Atau berjalan di treadmill.
Tetapi, percayalah, bak 'puzzle' kehidupan, ini semua akan ada maksudnya.
Sukses yang sudah atau akan dicapai nantinya, adalah kumpulan dari proses yang sudah terlewati.
Mungkin menguras tenaga dan air mata.
Mungkin juga membuat begitu sakit kepala.
Mungkin makan waktu bertahun-tahun.
Dan mungkin juga kita sudah kehabisan kesabaran menunggu waktu sukses itu tiba.
Ukuran sukses pun beda-beda.
Yang dunia ukurkan sebagai kesuksesan adalah jabatan, kekayaan, rumah, mobil mewah, jalan-jalan ke luar negeri, hidup mapan, enak, dan nyaman.
Jarang, orang dianggap sukses, jika hanya jadi orang biasa dan baik-baik saja.
Itu terkadang dianggap tidak cukup.
Padahal, bagi saya pribadi, justru nilai kesuksesan yang hakiki, bukan hanya melulu yang berbau materi.
Walaupun tidak memungkiri bahwa uang adalah hal yang penting, tetapi, saya ogah diperintah olehnya. Apalagi mendewakannya, sampai mau melakukan apa saja demi dirinya.
OGAH.
Bukan munafik.
Tetapi, sekali lagi agaknya kita perlu menarik garis yang jelas akan materialisme dan diri kita ini.
IMHO (In My Humble Opinion), seiring berjalannya waktu dan pendewasaan yang terjadi pada diri saya (psssttt, jangan dibaca tua, yah, karena maunya 'forever young' -setidaknya berjiwa muda- hahaha)...
Kesuksesan sebagai anak-anak-Nya berarti kita hidup selaras dengan rencana-Nya.
Mengasihi Tuhan, sesama, dan juga diri kita.
Care pada keluarga kita, walaupun mungkin banyak bentrokan dalam keluarga.
Sejelek-jeleknya, mereka adalah bagian dari hidup kita.
Mampu setidaknya peduli pada orang yang berkesusahan.
Juga bergembira melihat mereka yang bahagia.
Jauhkan diri dari rasa iri, penuhi hati dengan rasa syukur.
Mau memberi, berbagi.
Mau bekerja keras mengejar apa yang menjadi impian terdalam di hati kita, sementara hasilnya kita percayakan kepada Yang Kuasa.
Hidup berdamai dengan orang lain, terutama berusaha terus berdamai dengan diri sendiri.
Dengan demikian, kita bisa membagikan damai itu kepada sekitar kita,syukur-syukur pada dunia.
Dimulai dari hal kecil.
Selangkah demi selangkah.
Lalu, mulai menyebar ke sekitar kita...
Lalu, apa sih yang sudah dipercayakan-Nya pada saya di tahun ini?
Keluarga yang baik dan sehat. Juga saya pun dikaruniai kesehatan. Thank God!
Terima kasih, Tuhan untuk suami dan anak-anakku yang Kaukirimkan kepadaku.
Juga untuk orangtua, mertua, adik-kakak dan iparku.
Juga sahabat-sahabatku-baik di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Terima kasih juga untuk kepercayaan-Mu menjadi Editor di tahun ini.
Hal yang tak terbayangkan bisa kulakukan.
Ada rasa ragu: apa bisa, Tuhan?
Perlahan, keraguan itu bergeser, setelah kepercayaaan diri itu datang karena kesempatan yang Kauberikan.
Jadi Juri di lomba novelet yang diadakan oleh Peri Pernulis, memberikan komentar bagi tulisan-tulisan yang indah, menghibur, dan cukup bermutu.
Lalu, melangkah ke editing renungan harian tahunan Treasuring Womanhood 2014 yang ditulis oleh para perempuan dan dipersembahkan untuk para perempuan.
Terima kasih juga untuk dua buku keroyokan yang mana aku bisa ikut serta.
Kutemukan Kasih Tanpa Syarat (KKTS) terbitan OBOR bersama teman-teman perantau Katolik dari milis Komunitas Perantau Katolik.
Di akhir tahun, ada ajakan dari Peri Penulis untuk bersama-sama bergabung di Project Natal mereka, Noel D'Amour. Di buku ini, aku menyumbangkan satu cerpen.
Royalti dari kedua buku ini untuk tujuan sosial, KKTS untuk pendidikan, sementara Noel untuk panti asuhan.
Really, I couldn't ask for more.
I'm so happy, God that I've come this far.
It's only by Your Grace I can experience this.
Kupercaya itu semua karena-Mu.
Selanjutnya, kupercayakan masa depanku kepada-Mu.
Apapun yang bisa terwujud, kuyakin itu karena campur tangan-Mu.
Izinkan aku melangkah di jalan-Mu.
Tetap setia, walaupun mungkin aku pernah kecewa.
Karena kusadar, aku tidak selalu mengerti rencana-Mu.
Namun, Kau selalu tahu yang terbagik bagiku (bagi kami, anak-anak-Mu).
17.12.2013
fon@sg
Wednesday, December 11, 2013
Welcoming New Chapters
December 2013.
Sudah akhir tahun lagi.
Rasanya, begitu cepat waktu bergulir.
Di awal tahun, rasanya baru saja saya mengantar anak kedua kami, Lala masuk sekolah pertama kalinya.
Sekarang sudah selesai kelas playgroup-nya dan tahun depan, siap-siap melangkah ke sekolah baru.
Demikian juga, tanpa terasa, sudah setahun setengah kami kembali lagi di Singapura.
Dan tahun depan, agaknya menjadi babakan baru pula bagi anak pertama kami Odri, sekaligus kami sebagai orangtua, karena Odri akan melangkahkan kakinya menuju 'Primary School' alias Sekolah Dasar.
Akhir tahun. Senantiasa dipenuhi harapan dan syukur untuk tahun depan.
Juga apa yang sudah dialami di dalam kehidupan ini.
Senang, sedih, suka dan duka kita persembahkan kepada Yang Kuasa.
Minggu lalu di sebuah Misa di St. Ignatius Church, sebuah khotbah yang sangat inspiratif dari seorang Pastor muda cukup menggugah saya.
Beliau mengungkapkan bahwa akhir tahun adalah saat yang tepat untuk 'pause', berhenti sejenak dari seluruh kesibukan kita. Jam-jam 'rush hours' yang selalu saja kita jalani.
Setelah 'pause', lalu 'rewind'...
Saat untuk merenungkan tahun ini...
Kilas balik kejadian sepanjang tahun ini...
Apa yang sudah dialami...
Segala yang baik, kita persembahkan kepada Tuhan...
Yang kurang baik, kita benahi, dan kita pun belajar untuk rendah hati...
Bukan rencana kita yang selalu terjadi...
Namun, rencana-Nya yang pegang kendali.
Terlalu sering kita disibukkan ini dan itu.
Minta ini-itu kepada Tuhan.
Menjadi kecewa bahkan marah jika tidak dikabulkan...
Terlalu sering kita memandang Tuhan sebagai asisten yang harus memenuhi seluruh keinginan kita.
Ini pula yang menjadi renungan saya pribadi...
Bahwa ada beberapa rencana yang tidak terealisasi.
Saya pun kecewa.
Namun, di balik itu, mari berusaha sebaik-baiknya untuk percaya kepada Allah.
Bahwa semua itu ada maksudnya...
Bagian saya hanya sabar, tawakal, dan percaya...
Di akhir tahun ini, saya belajar menerima kegagalan ataupun kesedihan yang pernah dialami.
Belajar sabar menerima itu semua sebagai bagian rencana-Nya yang tak terselami pikiran manusiawi.
Saya pun belajar mengharga segala hal yang baik yang ada di kehidupan ini.
Keluarga, tempat berteduh, masih bisa makan tiga kali sehari, masih sehat, anak-anak bisa sekolah, semuanya menjadi bagian kebahagiaan yang patut disyukuri.
Jika terus melihat ke atas, kita akan lupa bahwa masih begitu banyak orang yang teriak kelaparan, tak bisa sekolah, atau saat ini terbaring di Rumah Sakit tanpa daya.
Kita sering menganggap remeh hal yang biasa, baru pada saat kita tak lagi bisa menikmatinya, penyesalan itu datang mendera.
Mari, kita syukuri segala yang ada.
Berjanji untuk lebih baik mengasihi semuanya.
Tetap fokus pada tujuan dan impian yang Tuhan tanamkan di hati kita.
Melakukan yang terbaik yang kita bisa.
Jangan menyerah pada keadaan.
Jangan pula putus asa seolah hidup berhenti pada titik ini saja.
Mari tetap beriman kepada Tuhan.
And welcoming new chapters of life in 2014 with great excitement.
For knowing that God will be there and guide us.
Through every moment of life.
12.12.2013
fon@sg
Sudah akhir tahun lagi.
Rasanya, begitu cepat waktu bergulir.
Di awal tahun, rasanya baru saja saya mengantar anak kedua kami, Lala masuk sekolah pertama kalinya.
Sekarang sudah selesai kelas playgroup-nya dan tahun depan, siap-siap melangkah ke sekolah baru.
Demikian juga, tanpa terasa, sudah setahun setengah kami kembali lagi di Singapura.
Dan tahun depan, agaknya menjadi babakan baru pula bagi anak pertama kami Odri, sekaligus kami sebagai orangtua, karena Odri akan melangkahkan kakinya menuju 'Primary School' alias Sekolah Dasar.
Akhir tahun. Senantiasa dipenuhi harapan dan syukur untuk tahun depan.
Juga apa yang sudah dialami di dalam kehidupan ini.
Senang, sedih, suka dan duka kita persembahkan kepada Yang Kuasa.
Minggu lalu di sebuah Misa di St. Ignatius Church, sebuah khotbah yang sangat inspiratif dari seorang Pastor muda cukup menggugah saya.
Beliau mengungkapkan bahwa akhir tahun adalah saat yang tepat untuk 'pause', berhenti sejenak dari seluruh kesibukan kita. Jam-jam 'rush hours' yang selalu saja kita jalani.
Setelah 'pause', lalu 'rewind'...
Saat untuk merenungkan tahun ini...
Kilas balik kejadian sepanjang tahun ini...
Apa yang sudah dialami...
Segala yang baik, kita persembahkan kepada Tuhan...
Yang kurang baik, kita benahi, dan kita pun belajar untuk rendah hati...
Bukan rencana kita yang selalu terjadi...
Namun, rencana-Nya yang pegang kendali.
Terlalu sering kita disibukkan ini dan itu.
Minta ini-itu kepada Tuhan.
Menjadi kecewa bahkan marah jika tidak dikabulkan...
Terlalu sering kita memandang Tuhan sebagai asisten yang harus memenuhi seluruh keinginan kita.
Ini pula yang menjadi renungan saya pribadi...
Bahwa ada beberapa rencana yang tidak terealisasi.
Saya pun kecewa.
Namun, di balik itu, mari berusaha sebaik-baiknya untuk percaya kepada Allah.
Bahwa semua itu ada maksudnya...
Bagian saya hanya sabar, tawakal, dan percaya...
Di akhir tahun ini, saya belajar menerima kegagalan ataupun kesedihan yang pernah dialami.
Belajar sabar menerima itu semua sebagai bagian rencana-Nya yang tak terselami pikiran manusiawi.
Saya pun belajar mengharga segala hal yang baik yang ada di kehidupan ini.
Keluarga, tempat berteduh, masih bisa makan tiga kali sehari, masih sehat, anak-anak bisa sekolah, semuanya menjadi bagian kebahagiaan yang patut disyukuri.
Jika terus melihat ke atas, kita akan lupa bahwa masih begitu banyak orang yang teriak kelaparan, tak bisa sekolah, atau saat ini terbaring di Rumah Sakit tanpa daya.
Kita sering menganggap remeh hal yang biasa, baru pada saat kita tak lagi bisa menikmatinya, penyesalan itu datang mendera.
Mari, kita syukuri segala yang ada.
Berjanji untuk lebih baik mengasihi semuanya.
Tetap fokus pada tujuan dan impian yang Tuhan tanamkan di hati kita.
Melakukan yang terbaik yang kita bisa.
Jangan menyerah pada keadaan.
Jangan pula putus asa seolah hidup berhenti pada titik ini saja.
Mari tetap beriman kepada Tuhan.
And welcoming new chapters of life in 2014 with great excitement.
For knowing that God will be there and guide us.
Through every moment of life.
12.12.2013
fon@sg
Thursday, November 14, 2013
A Perfect Marriage
… There’s no such a perfect marriage…
If there is, that must be a marriage
that tolerates, forgives, and loves one another as a couple…
And most of all, put God as the
centre of it.
… Tidak ada pernikahan yang sempurna…
Jika ada, tentunya merupakan sebuah
pernikahan yang dipenuhi toleransi, pengampunan, dan kasih antara pasangan
suami- istri…
Dan di atas itu semua, menempatkan
Tuhan sebagai pusat dari pernikahan itu sendiri.
(-fon-)
4 November 2013. Suntec City Mall-Singapore.
Hari itu kami sekeluarga
ke Suntec City Mall di pusat kota Singapura.
Di tengah mengurusi
berbagai keperluan di sana ,
mata saya tertuju pada kata-kata “A
Perfect Wedding” yang menjadi slogan pameran pernikahan di atrium mal tersebut.
Kata-kata itu terus
bergema.
A Perfect Wedding.
Sebuah pernikahan yang
sempurna.
Pestanya, perayaannya,
pakaiannya, makanan yang disajikannya, juga sah secara agama dan sipil
tentunya.
Rasanya, hal itu sangat
mungkin terjadi.
Karena dua orang yang
saling mengasihi, yang hendak berjanji setia, pasti akan memberikan yang
terbaik sesuai kemampuannya.
Semua sesuai kemampuan dan
kondisi keuangan masing-masing tentunya.
Acara ‘wedding’ itu
sendiri hanyalah sesuatu yang singkat.
Maksimal hanya sehari
saja. Atau jika ada acara lanjutan, mungkin seminggu.
Namun, kehidupan
sesudahnya adalah bagaimana menjalani tahun demi tahun pernikahan itu sendiri
dengan tulus hati.
Beberapa sahabat yang
sudah menjalani pernikahan, agaknya setuju bahwa tidak ada kisah ‘live happily
ever after’, tanpa menyertakan toleransi, pengampunan dan kasih.
Serta menempatkan Tuhan
sebagai pusat dari pernikahan itu sendiri.
Kekecewaan mungkin timbul.
Si Dia yang dulu rasanya
‘ngebelain gue banget’ koq sekarang jadi seperti itu saja?
Cuma segitu doang.
Belum lagi permasalahan
tambah pelik dengan adanya perluasan anggota keluarga karena pernikahan.
Mertua, ipar, yang dulunya
bukan siapa-siapa, sekarang mendadak jadi anggota keluarga yang tentunya butuh
adaptasi juga.
Belum selesai adaptasi
antarpribadi yang menikah, harus pula adaptasi dengan mertua dan ipar.
Tak jarang konflik pun
terjadi, apalagi jika tinggal berdekatan atau serumah.
Jika hanya mengandalkan
perasaan dan harapan untuk tidak pernah kecewa, agaknya pernikahan akan
berakhir begitu cepatnya.
Tak aneh pula jika kita
dengar di sekitar kita, sahabat kita yang baru saja melangsungkan pernikahan di
hotel mewah dan megah, hanya dalam hitungan bulan sudah di ambang perceraian.
Belum lagi berita-berita
infotainment dari selebriti yang kawin-cerai semudah beli baju, membuat
lagi-lagi orang mempertanyakan: apakah masih ada kesetiaan dalam pernikahan?
Apakah lembaga ini menjadi begitu sulit dipertahankan?
Apakah lembaga ini menjadi begitu sulit dipertahankan?
Dalam sudut pandang saya
pribadi, setelah menjalani pernikahan itu sendiri, saya sungguh sadar bahwa
untuk tetap setia pada pasangan kita di zaman sekarang ini bukanlah hal
gampang.
Begitu banyak godaan untuk
lari dari kesetiaan itu sendiri.
Begitu banyak alasan yang
seolah mengajak kita untuk mengingkari janji setia dengan pasangan kita.
Jika hanya mengandalkan
kekuatan saya sendiri, agaknya sulit untuk mempertahankan ini semua.
Namun, itu semua menjadi
MUNGKIN bahkan menjadi sesuatu yang harus DIPERJUANGKAN secara maksimal bersama
Tuhan.
Bersama Tuhan, Dia akan
hapuskan luka dan air mata kecewa.
Aku pernah dikecewakan
pasanganku, sambil introspeksi diri juga, pasti aku pernah mengecewakan dia.
Tidak pernah aku melulu
yang benar dan dia salah, tetapi pasti juga pernah aku yang salah dan harusnya
aku minta maaf.
Salah paham, salah
pengertian, pertengkaran, mungkin diam-diaman satu sama lain adalah hal yang
pasti pernah terjadi di pernikahan.
Namun, bagaimana kita
menyelesaikan perkara itu untuk kemudian menjalin suatu pengertian yang baru
antar pasutri akan menjadi bekal yang memperkuat pernikahan itu sendiri di
kemudian hari.
Apakah seolah begitu gampangnya
dengan menyertakan Tuhan, segala sesuatu akan beres?
Saya percaya, kita semua
sadari, tidak ada yang mudah di hidup ini.
Semua butuh proses dan
perjuangan, dan itu yang menjadikan kita bertumbuh dewasa dalam iman, di dalam
kebijaksanaan.
Bersama Tuhan, dengan
keinginan luhur untuk mempertahankan kesetiaan pernikahan itu sendiri, saling
memberikan diri yang terbaik bagi pasangan dan anak-anak yang dipercayakan-Nya,
menjadi sesuatu yang mungkin.
Tetap setia kepada
pasangan kita, tentunya merupakan hal yang harus
diperjuangkan.
Tidak ada orang yang
sempurna.
Dia tidak, saya pun tidak.
Hanya dengan berusaha
saling memahami satu sama lain, saling menerima, lalu berdoa kepada Tuhan untuk
dibukakan pintu maaf dan saling mengasihi, pernikahan itu semoga langgeng.
Dijauhkan dari segala
bentuk perselingkuhan ataupun pengkhianatan. Perselingkuhan seolah merupakan
obat yang pas bagi pasangan yang tengah bermasalah.
Padahal, perselingkuhan
selalu membawa permasalahan baru.
Melukai pasangan, diri
sendiri, anak-anak kita, dan kemungkinan anak-anak yang dihasilkan dari
perselingkuhan itu nantinya…
Ini yang mungkin kurang
disadari.
Hari ini, saya mengajak
para pasangan suami istri untuk mengupayakan suatu pernikahan yang terbaik yang
kita bisa.
Cintai pasangan kita,
hargai mereka.
Kasihi mereka dengan kasih
Tuhan.
Maafkan mereka,
sebagaimana kita pun butuh dimaafkan jika kita berbuat salah.
Tetaplah setia.
Pernikahan yang sempurna
hanya akan terjadi dengan menyertakan Tuhan yang sempurna itu ke dalamnya.
Semoga kita terus
berpegang kepada-Nya.
14.11.2013
fon@sg
Tuesday, October 22, 2013
Renggang
Pernah frustrasi dengan
sebuah hubungan-entah itu persahabatan atau hubungan di keluarga-menjadi
renggang?
Agaknya kita semua pernah
mengalaminya.
Tak selamanya hubungan
yang dibina dengan susah-payah sekalipun akan selalu erat, baik, atau tanpa masalah.
Tak jarang, malahan
masalah itu sendiri yang nantinya malah mempererat pihak-pihak yang ingin
memperjuangkan relasi itu sendiri.
Siapa yang tidak pernah
kesal dengan orangtua, suami/istri, atau anak?
Siapa juga yang tak pernah
kecewa dengan saudara, teman, atau rekan kerja?
Agaknya dalam setiap
relasi, hendaknya kita memiliki sebuah ‘ruang’ untuk kecewa dan menyadari bahwa
suatu saat hubungan yang sebagaimana manisnya pun akan menjadi renggang.
Masalahnya, akan teruskah
kita berada pada jarak yang kita ciptakan?
Atau sebaliknya, mau mengupayakan membuka pintu maaf, mohon maaf, untuk kemudian memperbaiki hubungan yang terguncang itu?
Atau sebaliknya, mau mengupayakan membuka pintu maaf, mohon maaf, untuk kemudian memperbaiki hubungan yang terguncang itu?
***
Ketika ingat masa pacaran
yang begitu indah, rasanya tak percaya juga bila memasuki bahtera pernikahan,
mengapa Si Dia yang begitu kita bangga-banggakan dan yakini akan menjadi yang
terbaik bagi kita ternyata cuma ‘segitu aja’.
Betapa mudahnya kita
kecewa dengan kejadian-kejadian kecil atau sederhana, seolah Si Dia tak lagi
peduli pada kita…
Seolah kita tak lagi
menempati ruang utama di hatinya?
Sama seperti persahabatan
yang terpecah…
Mungkin dulu dia adalah
sobat sejati kita, nomor satu…
Namun, setelah banyak
kejadian, bukannya malah memperteguh persahabatan kita, malahan menjadikannya
hancur berantakan…
Tak ubahnya seperti semua
relasi, kita pun punya relasi dengan Tuhan…
Dan sama seperti semua
relasi, mungkin kita pun pernah merasakan keindahan yang luar biasa saat
pertama kali Dia menyentuh hidup kita…
Segera sesudah begitu
banyak doa dan keinginan kita tak terkabulkan, mungkin kita menjadi kecewa dan
diam-diam menyimpan kepahitan dalam hati kepada-Nya.
Kalau Tuhan Maha Tahu,
mengapa Dia tak memedulikan keinginanku yang terdalam?
Kalau Tuhan Maha Kuasa,
mengapa Dia tidak bertindak saat ini juga?
Tak jarang, Tuhan malah
menjadi tersangka, ketika banyak hal yang berjalan di luar jalur-jauh dari
harapan kita…
Kita menuduh Tuhan tak
lagi sayang atau peduli pada kita…
Tuduhan itu semakin
menjadi-jadi, karena Tuhan seolah diam…
Tak bersuara, tak juga
bertindak…
Why, God? WHY???
Apa yang terjadi jika
hubungan tengah renggang?
Dengan keluarga, mungkin kita mendiamkan…
Dengan teman, mungkin kita jaga jarak lalu tak lagi seakrab dulu…
Dengan keluarga, mungkin kita mendiamkan…
Dengan teman, mungkin kita jaga jarak lalu tak lagi seakrab dulu…
Dengan Tuhan?
Mungkin kita jadi jarang berdoa, jarang ke gereja, dan tak pernah baca Alkitab…
Mungkin kita jadi jarang berdoa, jarang ke gereja, dan tak pernah baca Alkitab…
Setiap hubungan yang
renggang, pasti sedikit banyak memiliki konsekuensi tindakan yang kita ambil…
Masalahnya, maukah
berlama-lama berdiam dalam kerenggangan itu atau mau mengambil langkah konkrit
untuk memperbaikinya?
***
Saya percaya, tiap orang
perlu jujur dengan apa yang dia rasakan.
Lalu, dengan dewasa
mengemukakan…
Mungkin marah, mungkin
kesal..
Tetapi, jika tak pernah
diungkapkan, akan jadi duri dalam hati…
Bisa jadi saat
mengungkapkan bisa melukai pihak yang lainnya…
Mungkin itu anak,
suami/istri, atau orangtua kita…
Dalam hal ini baik jika
kita berusaha mempelajari mengungkapkan perasaan tanpa terlalu menyinggung
perasaan orang lain…
Jika kecewa dengan Tuhan,
mungkin baik pula untuk mengakui…
Tuhan, aku kecewa…
Karena rencana-Mu sungguh
berbeda dengan rencanaku…
Aku patah semangat, putus
asa, sungguh sedih, dan seterusnya…
Ungkapkanlah semuanya…
Perlahan namun pasti, kita
menjadi lega…
Tak perlu memaksakan diri
untuk bilang, “Saya kuat. Saya tidak apa-apa.”
Jujur itu ada baiknya…
Namun, tak perlu pula
berkubang dalam kekecewaan dan kedukaan terlalu lama, sehingga tak mau berbuat
apa-apa lagi…
Percaya bahwa untuk segala
sesuatu di bumi ini ada waktunya…
Dulu sempat begitu
gegap-gempita dalam berelasi dengan-Nya…
Kini, mungkin tengah
kecewa..
Besok atau lusa, mungkin
rasa damai pun akan menyapa…
Jangan berhenti di titik
duka dan kecewa saja…
Seolah keadaan itu menjadi
harga mati dan takkan pernah terganti…
Tetap percaya, setelah
ungkapkan semua rasa di dada…
Bahwa Tuhan tetap setia…
Dia tahu yang terbaik bagi
kita…
Dia takkan pernah
meninggalkan kita…
Amin :)
Monday, October 7, 2013
Being Mom: Pink and Blue
Anak pertama kami, Odri,
suka warna pink.
Segala harus serba ‘pink’
alias merah jambu.
Dan jika dihadapkan pada
beberapa pilihan warna, misalnya: merah, kuning, hijau atau ‘pink’….
Pastilah pilihannya jatuh
pada warna kesukaannya yaitu ‘pink’ itu tadi.
Lain halnya dengan Lala,
anak kedua kami.
Lala, di usianya yang
menginjak dua tahun lebih tahu persis juga apa yang dia inginkan.
Dia suka warna biru.
Jika dihadapkan pada
pilihan warna, dengan tegas, dia akan menjawab,
“ Blue.”
Sebagai seorang Ibu, saya
membebaskan mereka memilih.
Sedari kecil pun, Mama
memberikan saya kebebasan untuk memilih apa yang hendak saya kenakan, sesudah
saya bisa mengutarakan apa yang saya inginkan.
Waktu bayi, pastilah
segalanya dipilihkan, namun semakin beranjak besar, saya memiliki pilihan saya
sendiri,
Setiap anak adalah unik.
Punya keinginan sendiri,
punya kesukaan sendiri, hobby sendiri...
Talenta yang satu berbeda
dengan yang lainnya…
Dan itu yang menjadikan
dia ‘spesial’. Khusus.
Entah itu adalah ‘pink’
atau ‘blue’ pilihan Odri dan Lala, tetap saya hargai.
Begitu pun agaknya kita
manusia di mata Allah.
Sebagai Bapa yang begitu mencintai anak-anak-Nya, Dia mengaruniakan berbagai talenta bagi kita.
Sebagai Bapa yang begitu mencintai anak-anak-Nya, Dia mengaruniakan berbagai talenta bagi kita.
Dia tahu, anak-Nya yang
ini bagusnya di bidang ini, maka diberikan-Nya kekhususan tertentu pada diri
kita masing-masing.
Tuhan tidak pernah
memaksakan kita.
Kita punya kehendak bebas
untuk memilih.
Kita bisa menyukai ‘blue’,
‘pink’, atau ‘yellow’, tidak jadi masalah bagi-Nya.
Kita tetaplah anak-anak
kesayangan-Nya yang dia cintai apa adanya.
Cinta-Nya yang besar itu terkadang terhalangi oleh ketidakmampuan kita sendiri untuk mengampuni diri kita.
Cinta-Nya yang besar itu terkadang terhalangi oleh ketidakmampuan kita sendiri untuk mengampuni diri kita.
Kita pikir, kita sungguh
sudah berdosa, sudah membuat kekeliruan yang begitu besar dan seolah tak
termaafkan (padahal itu di mata kita-menurut pikiran kita).
Tuhan selalu punya ruang
maaf bagi kita, asalkan kita mengakui kesalahan kita dan mau dengan sekuat
tenaga memperbaiki diri agar kesalahan yang sama tidak mudah terulang kembali
di kemudian hari…
***
Setiap saya melihat
anak-anak titipan Tuhan pada kami, saya merasakan rasa syukur yang mendalam.
Saya menyayangi mereka.
Saya menyayangi mereka.
Dan tentunya saya tidak
selalu mengabulkan apa yang mereka inginkan, apalagi saat mereka tidak tahu apa
yang mereka inginkan itu baik atau tidak bagi mereka.
Sering kali, ini semua
membuka mata saya akan hubungan kita dengan Tuhan sendiri.
Dia sebagai Bapa, tentunya menginginkan yang terbaik bagi kita. Tidak sepantasnya kita mencurigai-Nya, berpikir bahwa Dia akan senang jika kita bersusah-payah menjalani kehidupan ini..
Dia sebagai Bapa, tentunya menginginkan yang terbaik bagi kita. Tidak sepantasnya kita mencurigai-Nya, berpikir bahwa Dia akan senang jika kita bersusah-payah menjalani kehidupan ini..
Tetapi, Dia tidak selalu
mengabulkan keinginan kita karena keinginan itu mungkin kurang baik bagi kita.
Dia pun menginginkan kita
menjadi dewasa dan berkarakter baik dengan iman yang teguh kepada-Nya,
sebagaimana kita inginkan anak-anak kita menjadi orang-orang yang demikian di
kemudian hari…
***
Mengurus anak bukanlah
pekerjaan gampang, namun butuh perjuangan untuk menghantar mereka menjadi
orang-orang yang berguna di masyarakat, terutama menjadi orang-orang yang takut
melanggar perintah-Nya karena kita sebagai orangtua tak bisa berada bersama
mereka 24 jam sehari. Namun, dengan kontrol dan memperkenalkan mereka akan
sesosok pribadi yang selalu siap sedia menolong mereka, yaitu Tuhan sendiri,
mereka pun diharapkan mampu menjadi orang-orang yang tangguh di dalam iman
karena tetap menaruh pengharapan kepada Tuhan.
Kutatap lagi pilihan-pilihan
anak-anakku…
Jaket biru Lala, bando merah jambu
Odri….
Topi biru Lala, gaun merah jambu
Odri...
Mereka adalah titipan yang luar biasa
indah dari Tuhan…
Mereka unik dan berbeda…
Tak perlu menjadikan mereka sama atau
seragam…
Sebagaimana kita, anak-anak-Nya…
Kita dicintai apa adanya…
Dengan segala kekurangan dan
kelebihan kita…
Dia cintai kita tanpa syarat…
Thank You, God…
September-Oktober 2013
fon@sg
- sudah sekian lama, Being Mom vakum karena
kesibukan mengurus anak-anak sendiri. And
it’s so good to be back. Terima kasih kepada-Nya yang memberikan
inspirasi serta kekuatan untuk menuliskan ini semua.
Saturday, September 14, 2013
Idola
Dari kecil, saya punya
idola.
Saya kira, semua orang pun
begitu juga.
Beberapa dari kita
mengidolakan tokoh-tokoh dunia semisal negarawan atau tokoh politik.
Beberapa dari kita
mengidolakan orang-orang yang berjasa di bidang spiritual, semisal Santo/Santa
dalam agama Katolik, atau Sang Buddha dalam agama Budha. Dan agaknya di setiap
agama atau kepercayaan ada seseorang atau beberapa sosok yang dijadikan contoh
dalam kehidupan ini.
Tak jarang pula kita
mengidolakan anggota keluarga sendiri, Papa-Mama, Nenek-Kakek, Kakak, Tante,
dan sebagainya.
Banyak dari kita
mengidolakan selebriti.
Penyanyi, aktor, seniman,
musisi, ataupun sekarang dengan maraknya lomba masak, tak jarang pula yang
mengidolakan ‘celebrity chefs’ yang cantik ataupun ganteng plus jago masak
pula.
Sah-sah saja setiap orang
punya idola.
Sekali lagi itu hak
pribadi setiap orang.
Sah-sah saja:)
Namun, bila itu terjadi
pada masa remaja yang indah dan meriah.
Di mana belum adanya
kedewasan dalam membedakan mana nyata, mana semu.
Mana peran di film, mana
realita, ini pentingnya tuntunan orangtua untuk meluruskan pandangan yang
keliru di banyak pikiran anak muda atau mungkin masih terjadi pada kita yang
sudah dewasa namun masih cukup naïf dalam melihat persoalan semacam ini.
Idola yang kita lihat di
panggung, di film, yang kita jagokan, adalah hasil ciptaan dari Sutradara,
produser, para pelaku seni yang terkadang pada kenyataannya tak jauh berbeda
dengan kita semua.
Yang terlihat begitu hebat
dan tangguh…
Jago nyanyi, jago akting,
juga punya banyak permasalahan kehidupan yang mungkin lebih pelik dari yang
kita alami.
Ketenaran, bila tidak
dibarengi keimanan yang kuat, agaknya mudah sekali untuk menjatuhkan manusia ke
lubang dosa.
Banyak kita baca, para
selebriti idola itu adalah mereka yang juga pecandu narkoba. Mereka yang begitu
kesepian dan mencari kebahagiaan semu lewat seks bebas yang mereka
agung-agungkan.
Dan kita mungkin tersentak
dengan berita bahwa Sang Idola harus pergi dari dunia ini dengan cara yang
paling menyedihkan: mengakhiri hidupnya sendiri.
Tindakan bunuh diri di
kalangan artis dan selebriti entah karena overdosis atau permasalahan pribadi,
agaknya bukan barang baru di dunia ini.
Dari artis Korea ,
sampai pemeran Finn Hudson di film Glee (Cory Monteith) yang pergi mendadak
karena overdosis, membuat kita kembali tercengang dan diingatkan: popularitas
bukanlah segala-galanya.
Banyak dari kita berjuang
setengah mati untuk diakui.
Agar karyanya dilihat oleh
orang se-nusantara, atau mungkin Asia , bahkan
dunia.
Setelah tenar, punya uang, apakah terasa aneh jika akhirnya harus mengakhiri hidup dengan bunuh diri?
Setelah tenar, punya uang, apakah terasa aneh jika akhirnya harus mengakhiri hidup dengan bunuh diri?
Apa impian itu belum
tercapai?
Jika sudah, mengapa harus sampai
mencabut nyawa sendiri?
Ketenaran membawa harga
yang mahal.
Ketiadaan privasi,
permasalahan pribadi harus diumbar kepada media dengan ‘press conference’.
Belum lagi, persaingan
untuk mendapatkan ‘job’ keartisan tidaklah gampang.
Bahkan, seorang artis Korea pernah bunuh diri karena mengaku dalam surat terakhirnya bahwa dia dipaksa untuk menjalani semacam ‘prostitusi’ kelas atas untuk tetap mempertahankan keartisannya, sekaligus untuk mendapatkan peran-peran yang lebih besar daripada yang sebelumnya dia lakoni.
Bahkan, seorang artis Korea pernah bunuh diri karena mengaku dalam surat terakhirnya bahwa dia dipaksa untuk menjalani semacam ‘prostitusi’ kelas atas untuk tetap mempertahankan keartisannya, sekaligus untuk mendapatkan peran-peran yang lebih besar daripada yang sebelumnya dia lakoni.
Tekanan kejiwaan saat
tenar, mungkin itu yang tak pernah dibayangkan atau tidak disangka-sungguh
lebih dari yang ada di pikiran.
Yang patut kita ingat
terus, sehebat-hebatnya Sang Idola, dia tetap manusia biasa. Yang juga
mengalami tekanan dan terkadang tak sanggup keluar dari depresi ataupun
frustrasi yang ternyata juga dialami oleh mereka.
Boleh kita mengagumi
mereka karena talenta yang hebat.
Entah menari, menyanyi,
main alat musik, atau aktingnya.
Tetapi, mereka tetaplah
manusia.
Pada akhirnya, lagi-lagi
saya menemukan bahwa: apa pun yang ada di dunia ini, jika tidak kita kembalikan
kepada Yang Kuasa dalam arti tetap menjaga kerendahan-hati, dan ingat itu semua
hanyalah sementara yang diizinkan-Nya singgah dan menyapa kita…
Akan berujung pada
frustrasi, depresi, dan tak jarang sampai bunuh diri…
Kesannya begitu tragis dan
ironis…
Tetapi, itulah kenyataannya…
Sang Idola, tak selalu
bisa atasi beban kehidupannya…
Jika tak libatkan Yang
Kuasa dan tetap berjuang dengan imannya….
Jika suatu saat Anda jadi
idola, semoga tetap ingat akan Yang Kuasa…
Jadilah Idola yang menjadi
terang dunia dan berani tampil beda…
Yang berkilau di antara
Idola lainnya…
Karena karakter, kebaikan,
dan kasih yang bersumber dari-Nya.
Semoga.
14.09.2013
fon@sg
Labels:
idola,
kasih Tuhan,
ketenaran,
popularitas,
sementara
Monday, September 2, 2013
Precious
Precious
*** A Small Note of Friendship
As we grow older and (hopefully) wiser…
I just want to cherish those moments…
Thanking God who has sent you as my friend…
Filling my heart with a splash of His love…
Being there when I needed to share…
And accepting me as I am…
Even now we’re separated in different parts of the world…
But I do hold on to the precious things in life…
All that made me who I am today…
Some of that precious ones
Includes you…
Berharga
*** Catatan Kecil Persahabatan
Ketika kita makin dewasa dan (semoga) makin bijaksana…
Aku hanya ingin menghargai waktu-waktu itu…
Bersyukur kepada Tuhan yang sudah mengirimkanmu sebagai
sahabatku…
Mengisi hatiku dengan percikan kasih-Nya…
Berada di sana
saat kubutuh berbagi…
Dan menerimaku apa adanya…
Bahkan jika saat ini kita terpisah di bagian dunia yang
berbeda…
Aku tetap berpegang pada hal-hal yang berharga di hidup ini…
Yang menjadikanku seperti hari ini…
Beberapa yang berharga itu…
Termasuk dirimu…
02.09.2013
fon@sg
Friday, August 23, 2013
Low-Bat
Stop dulu,
yaaa…
HP lagi low- bat ni…
Gak bisa buat chatting,
BBM, atau ngecek e-mail.
Biarkan dia
di-charge dulu.
Itu adalah kondisi yang
sangat sering terjadi sehari-hari.
Berapa kali kita nge-charge batere hp kita dalam seminggu?
Setidaknya tiga kali
seminggu. Atau bahkan setiap hari.
Apalagi buat HP lama yang
baterainya sudah keburu ‘dol’ (baca: gampang
drop), yah sebentar-sebentar harus di-charge kalau memang dana untuk ganti
HP belum mencukupi.
Lalu, bagaimana dengan
semangat yang patah?
Kondisi fisik, spiritual
dan emosional yang lelah berlarut-larut?
Duh,
sesungguhnya, siapa pun perlu di-charge.
Bentuknya bisa
macam-macam.
Beberapa butuh liburan, refreshing, relaxing.
Dari ke tempat-tempat
wisata yang meriah atau malah menyepi sejenak untuk ganti suasana.
Atau buat kaum hawa, ke
salon-creambath, manicure, pedicure.
Pijat atau refleksi kaki, dan sebagainya.
Kita bisa memilih
melakukan aktivitas untuk memulihkan semangat kita kembali.
Tidak harus selalu mahal,
tidak harus ke luar negeri atau tempat-tempat wisata yang eksotis.
Terkadang hanya duduk di
gereja dan berdoa saja di luar jam misa, mungkin kita bisa merasakan kedekatan
itu sekali lagi dengan-Nya.
Sebagaimana HP yang bisa low-bat, saya sadari kondisi saya pun
demikian.
Tak peduli apakah itu
fisik, mental, maupun spiritual.
Hari ini hati lagi senang,
besok mungkin be-te (baca: kesal)
berat.
Saat sedang kesal, agaknya
sulit untuk mensyukuri hal-hal yang baik di dalam hidup ini.
Apalagi jika Tuhan
memberikan sesuatu yang sama sekali beda dari apa yang saya inginkan. Pastinya
saya kesal, marah, bahkan kecewa.
Butuh waktu untuk kembali
menyadari bahwa Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik, yang lebih sesuai
dengan kebutuhan saya.
Mungkin keinginan saya itu
kurang bijaksana, hanya mementingkan diri sendiri.
Mungkin keinginan itu
nantinya akan menuju kepada sesuatu yang kurang baik, makanya saya dihindarkan
dari pencapaian keinginan pribadi tersebut….
Pasti, walaupun saya belum
tahu apa, pasti itu semua ada maksud-Nya…
***
Tuhan selalu baik. Titik.
Mau saya low-bat atau fully charged, Dia selalu baik.
Jika Dia tidak memberikan
yang saya inginkan, pasti ada maksudnya.
Mungkin itu bukan yang
saya butuhkan.
Whether I’m in a good mood or bad mood, God is
still good.
Karena Dia tidak
terpengaruh mood saya.
Dia tetap konsisten
sementara saya yang berubah-ubah.
Mohonkan ampunan jika saya
terlalu mengatur Tuhan untuk menjalankan apa yang saya inginkan…
Tuhan tetaplah Tuhan dan
bukan seorang ajudan…
Hari ini, saya belajar
untuk kembali membenahi posisi diri saat tengah low-bat…
Kembali saya plug-in mencari Sumber Baterai Sejati…
Sumber Kekuatan…
Sumber Pengharapan…
Sumber Kesukacitaan.
Dialah Tuhan…
Ditulis awal bulan ini,
selesai diedit malam ini (23-08-2013)
fon@sg
*low-bat akan berlalu,
asalkan saya selalu siap mencari charger sejati, Tuhan sendiri.
Labels:
charging,
introspeksi,
low-bat,
motivasi,
Tuhan sumber kekuatan
Thursday, August 15, 2013
Biasa-biasa Saja…
Banyak orang memiliki impian
untuk jadi orang ternama, populer, dan dikagumi
oleh berjuta orang di luar sana .
Untuk itulah, mereka
berlomba-lomba untuk ikut ajang ini-itu.
Dari tarik suara sampai
ajang pencarian bakat bertaraf nasional bahkan dunia hanya untuk jadi ternama.
Popularitas yang diterima
agaknya berhubungan erat dengan faktor uang juga.
Pada akhirnya, popularitas
diharapkan akan membawa kondisi perekomian dan kemapanan orang yang
bersangkutan plus keluarganya ke arah yang lebih baik.
Tentu saja, keinginan ini
bukan merupakan sesuatu hal yang buruk.
Keinginan untuk dikenal,
diakui karyanya oleh orang lain adalah sebagian dari kebutuhan manusia juga. Dengan pengakuan dari orang lain, harga diri
serta keberadaan diri yang bersangkutan menjadi lebih terangkat jika dia
dikenal.
Anehnya (baca: ironisnya),
para selebriti papan atas malah kewalahan dengan ketenarannya.
Dikejar-kejar paparazzi bukanlah hal yang
menyenangkan.
Tak jarang, berujung maut
seperti yang dialami Lady Diana dari Inggris yang cukup menderita karena
ketenarannya sampai berujung pada maut yang mengakhiri hidupnya.
Banyak artis ternama jika
pergi ke mal harus berpakaian tebal, melakukan penyamaran, dan memakai tutup
wajah hanya untuk mendapatkan ‘privacy’, biar tidak dikuntit wartawan pengejar
berita.
Ketika keinginan menjadi
terkenal dan punya banyak uang sudah tercapai, anehnya, malah kembali mencari
hidup yang biasa-biasa. Betapa yang biasa-biasa itu menjadi sesuatu yang
dirindukan. Betapa yang biasa-biasa itu adalah sesuatu yang luar biasa bagi
mereka yang sudah terlanjur terlalu ‘ngetop’ alias terlalu ternama.
***
Ketika hidup saya
biasa-biasa saja…
Saya berusaha mensyukuri
apa yang ada…
Tentu saja bukan pekerjaan
mudah senantiasa…
Ketika iri hati mungkin sekali
menyelinap dan menancapkan kuku-kukunya…
Ketika saya biasa
mensyukuri yang biasa-biasa saja…
Begitu indah rasanya…
Hanya menatap senyuman
ananda…
Hanya melihat rembulan dan
pelangi di langit sana …
Bahagia itu sungguh terasa
sederhana…
Ketika suatu saat nanti
Tuhan mengaruniakan sesuatu yang luar biasa…
Mensyukuri sekali lagi
semua karunia-Nya.
Betapa hidup ini hanya
sementara…
Semua itu hanya karena
anugerah dan kebaikan-Nya…
Saya mah biasa-biasa sajaaaa…
Tuhanlah yang luar
biasaaa…
Segalanya biarlah kembali
kepada kemuliaan-Nya :)
15.08.2013
fon@sg
* I’m just an ordinary woman with an extraordinary GodJ
Labels:
biasa-biasa saja,
extraordinary God,
introspeksi,
ordinary woman,
syukur
Tuesday, July 16, 2013
Rencanaku Tak Seindah Rancangan-Mu
When things aren’t going your way,
Stay grateful, be thankful,
and you’ll see His marvelous ways in your life.
All you need is just the willingness to change and
accept different ways:
His wonderful plans for you. (When the Things
Aren’t Going Your Way- Fonny’s article – April, 2010)
Berulang kali
saya mendapati bahwa hidup saya agaknya sulit untuk ditebak jalannya. Banyak
kali kita merencanakan banyak hal, hanya berujung kecewa, karena koq kenyataannya sangat sangat jauh
berbeda?
Kembali hal itu
saya alami, ketika liburan yang lalu.
Liburan identik
dengan hal-hal yang menyenangkan, rileks, dan membahagiakan. Setidaknya, itu
yang ada di bayangan kita. Di kepala kita (baca: saya ) pada saat
merencanakannya.
Hari kedua liburan,
sesudah sampai kemarin sorenya di Jakarta ,
kaki saya keseleo saat memandikan anak kedua kami. Lala, agaknya tidak terbiasa
dengan perubahan dan langsung meronta-ronta ketika dimandikan.
Saya terjatuh
dan lutut keseleo.
Naik-turun
tangga langsung sakit.
Terpikir,
langsung berantakanlah rencana yang sudah terekam di kepala. Bakal ketemuan
beberapa sahabat, kerabat, dan orang yang dekat di hati walaupun satu sisi saya
sadari, membawa dua anak kecil-kecil juga tidak selalu memungkinkan saya
berlama-lama bertemu. Ditambah lagi kemacetan Jakarta yang membuat jarak dekat harus
dilalui dalam waktu yang panjang, membuat saya berpikir ulang jika keluar
membawa dua krucil, puteri-puteri kesayanganJ.
Alhasil,
keseleo itu harus dibenahi. Kalau tidak, tidak bisa jaga anak.
Rencana buyar? So pasti.
Yang pertama
dan terutama, kesembuhan dulu.
Ibu Haji tukang
pijat yang diyakini bisa menyembuhkan, didatangkan ke rumah. Saya pun ke dokter
syaraf karena nyerinya tak juga hilang, lalu melakukan X-Ray juga. Hmmm, pengalaman
yang tidak terbayangkan, walaupun tidak terlalu jelek sebetulnya, tokh saya masih bisa jalan dan urus anak
seperti biasa.
Di saat-saat
seperti ini, biasanya pencerahan itu datang lagi dari Tuhan.
Teringat
catatan lama yang berjudul When the Things Aren’t Going Your Way,
membuat saya berpikir dan tersenyum. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali
sudah saya alami. Rencanaku tidak seperti rencana-Nya. Karena Dia tahu apa yang
lebih baik bagi saya dan bagi kita semua.
Bagian kita
adalah meskipun punya rencana, jangan lupa selalu menyertakan Dia dan
membebaskan Dia bekerja kalau-kalau Dia punya rencana yang lebih baik ketimbang
apa yang ada di benak kita yang terbatas ini.
Setelah proses
itu semua, di tengah-tengahnya ada kejutan perjalanan ke luar kota yang menyenangkan. Juga, proses
kesembuhan yang berangsur terjadi sambil melanjutkan pengobatan sesampainya
saya di negeri Singa, setidaknya kaki tidak lagi terlalu nyeri, bahkan kondisi
berangsur pulih.
Dari kejadian
kecil ini, saya kembali diingatkan bahwa rencanaku sering kali tak seindah
rancangan-Mu.
Kembali aku
hendak mempercayakan hidupku, Tuhan.
Ke dalam
tangan-Mu kuserahkan segala rencana dan keputusan yang harus kubuat…
Semoga itu
semua membawaku dekat kepada-Mu…
Tuhan, bimbing
kami selalu.
16.07.2013
fon@sg
- catatan lama When Things Aren’t Going Your Way ada di blog Chapters of Life : http://fjodikin.blogspot.sg/2010/04/when-things-arent-going-your-way.html
Wednesday, July 3, 2013
Bahagia Itu…
Banyak orang berusaha menemukan definisi kebahagiaan.
Dan agaknya semua orang ingin mencapai tujuan hidup bahagia dalam hidup
ini.
Tetapi, bahagia macam apakah yang dicari?
Apakah bahagia itu berarti kompetisi?
Jika orang lain ke luar negeri setahun dua kali, aku harus tiga kali.
Jika orang lain beli mobil baru setahun tiga, aku mau beli empat.
Jika orang lain punya gadget
baru tiap bulan, aku kalau bisa dua minggu sekali ganti…
Lalu, jika sudah mencapai semuanya itu? Apakah Anda bahagia?
Bahagia itu sederhana.
Bahagia itu sederhana.
Menghabiskan waktu dengan orang-orang tercinta dan dekat di hati.
Bahagia itu sederhana.
Memiliki relasi yang indah dan mendalam dengan Sang Pencipta.
Menyadari bahwa begitu banyak perubahan dalam hidup bisa terjadi, namun
selama kita berpegang kepada-Nya, kita akan selalu mendapatkan kekuatan untuk
melangkah.
Terkadang kita berusaha mencari ‘bahagia’ sampai ke seluruh pelosok
bumi.
Padahal, bahagia itu ada di sini.
Hari ini.
Dalam hati.
Selamat siang. Salam bahagiaJ
3 Juli 2013
fon@sg
* terkena virus bahagia dari sepotong cupcake ‘red velvet’ dari Twelve Cupcakes Singapore dengan motto:
“ Happiness is just one bite away.”
Labels:
bahagia itu,
inspirasi,
motivasi,
red velvet cupcake
Sunday, June 30, 2013
Menanti Juli
dan aku menanti hadirmu,
merindukan senyumanmu,
membayangkan kelembutanmu,
saat kau menyapaku...
kuingin merasakan itu kembali
esok hari
saat kaudatang lagi
dengan wajah berseri
Menanti-nantikan Juli
seiring datangnya pagi
(Menanti Juli- puisi)
merindukan senyumanmu,
membayangkan kelembutanmu,
saat kau menyapaku...
kuingin merasakan itu kembali
esok hari
saat kaudatang lagi
dengan wajah berseri
Menanti-nantikan Juli
seiring datangnya pagi
(Menanti Juli- puisi)
Friday, June 7, 2013
Kepada Damai-Mu Kuberlabuh
Gaduh. Riuh.
Begitulah hiruk-pikuk duniaku.
Ingin kurasakan kembali kesunyian itu.
Sunyi yang tak mencekam.
Tak kelam.
Karena kepada damai-Mu kuberlabuh.
Berlari menjauh.
Dari kebisingan yang kerap buatku rapuh.
Kembali mencari kekuatan penuh.
Pada-Mu Sang Penyembuh.
Luluh.
Merengkuh…
Kasih-Mu yang sungguh.
07.06.2013
fon@sg
Tuesday, May 14, 2013
Cuaca dan Kehidupan
Jam masih menunjukkan
pukul 10 pagi, tetapi mentari yang bersinar cerah itu sungguh kelewat terik.
Saat mengantar Lala ke
sekolah, Ibu Gurunya berkata suhu berkisar antara 34 derajad Celcius. No wonder it’s so hot!
Setelah itu saya bergegas
berbelanja barang kebutuhan keluarga.
Di Supermarket, tak lama
mendung mengiringi. Langit mendadak gelap.
Hujan pun turun.
Tidak terlalu deras
seperti biasanya.
Karena biasanya diikuti
petir dan halilintar. A thunder storm
rain, after a really hot day!
Tak lama, cuaca kembali
cerah. Panas kembali menyengat. Dan saya berjalan pulang.
***
Cuaca silih berganti.
Di negeri dua musim
seperti yang pernah saya tinggali, Singapura dan Vietnam Selatan (HCMC), juga
di negeri tercinta Indonesia, tentunya hanya musim hujan dan musim panas. Yang
sekarang, konon dikarenakan global
warming menjadi tak beraturan. Dulu waktu sekolah saya ingat, ada pembagian
April-Oktober, Oktober-April untuk musim panas dan musim hujan, agaknya
sekarang pun sudah tidak seperti dulu lagi.
Di negeri empat musim,
cuacanya pun berubah-ubah. Spring,
Summer, Autumn, Winter, empat musim berganti. Semi, Panas, Gugur, dan Salju
(Dingin).
Begitu pun dengan
kehidupan.
Setelah sekian lama
menjalani kehidupan, kita pasti sadar bahwa ada banyak kali, kehidupan itu
menjadi suatu misteri. Terkadang, begitu
jauh ia menyimpang dari rencana awal kita. Menjadikannya begitu tak tertebak.
Detik ini bahagia, detik
berikutnya kesedihan sangat mungkin menyapa.
Sebagaimana layaknya
cuaca, hidup pun terkadang begitu sulit diprediksi jalannya.
Tetapi, satu hal yang
pasti.
Kita jalani seluruh musim
kehidupan kita bersama Tuhan.
Sehingga dalam cuaca apa
pun, kita tidak takut.
Bukan karena kekuatan atau
kesombongan kita…
Melainkan karena kita
percaya, kepada Tuhan kita serahkan semuanya.
Semoga dalam menjalani
kehidupan ini, kita ingat bahwa segala sesuatu itu sifatnya begitu sementara.
Hujan berganti panas,
semudah menjentikkan jari belaka.
Tetapi, kehidupan bersama
Tuhan adalah sesuatu yang berbeda karena kita berjalan bersama-Nya lintasi
segala peristiwa.
Melewati badai, hujan,
mentari cerah, pelangi, dalam naungan kasih-Nya.
14 Mei 2013
fon@sg
Thursday, May 2, 2013
At the Supermarket
Story #01- sekitar
sebulan yang lalu
Seorang ibu lanjut usia.
Sekitar umur 70-an.
Ingin membeli susu
fermentasi merek ‘Y’ yang cukup ternama .
Dia membawa dua bungkus
minuman itu dan melangkah ke kasir.
Dia berada tepat di depan
saya.
Kasir yang kenal dengan
dirinya mengingatkan…
Kalau harga minuman itu
baru saja naik.
Kenaikannya 20 sen dollar
Singapura.
Sang Ibu mengurangi
pembeliannya.
Menggantinya jadi
sebungkus saja.
Agaknya, jumlah yang
setara dengan seribu lima
ratus rupiah itu…
Cukup berat baginya…
Story #02- sekitar
seminggu yang lalu
Seorang pekerja konstruksi
–entah asal India
atau Pakistan-yang masih dalam pakaian kerja…
Dengan wajah yang
kelihatan sungguh lelah…
Buru-buru meninggalkan
kasir di Supermarket dan masuk kembali ke dalam…
Saya yang berdiri di
belakangnya harus menunggu…
Ujar kasir tempat saya
mengantri dalam Bahasa Mandarin,
“Uangnya tak cukup. Jadi,
dia harus mengganti barang yang mau dia beli.”
Dia lalu kembali.
Dengan keletihan yang
sama. Dengan wajah berdebu seusai kerja.
Menenteng sebungkus telur
ayam.
Dan segera membayar di
kasir.
Sambil setengah termenung saat memberikan uangnya…
Sambil setengah termenung saat memberikan uangnya…
Mungkin itu yang masih
tersisa…
Di sakunya…
***
Di Negeri Singa yang
dikira begitu megahnya oleh banyak orang…
Juga memiliki realita yang
menggugah…
Yang tak seindah gambaran
yang ada di setiap kepala…
Hidup di sini tak selalu
identik dengan Orchard Road …
Atau Vivo City Mall…
Masih banyak juga yang
menjerit di tengah kenaikan harga…
Yang juga harus sungguh
menghitung pengeluarannya…
Seperti Sang Pekerja…
Yang harus ‘survive’,
sementara harus pula memikirkan keluarganya…
Yang tinggal di negeri
asalnya…
Juga di negeri tercinta, Indonesia …
Masih begitu banyak yang
menderita…
Yang menangis sedih tak tahu harus lakukan apa…
Yang tak bisa sekolah, tak
punya rumah, tak bisa makan setiap harinya…
Dan di belahan dunia, di
mana saja…
Kemiskinan masih
meraja-lela…
***
Jika hari ini kita masih
diberi kecukupan oleh-Nya…
Bukankah akan lebih indah,
jika kita bisa berbagi kepada sesama?
Terlalu sering kita hanya
pikirkan diri sendiri saja…
Yang penting saya aman,
saya kenyang, saya kaya…
Bagaimana dengan nasib
mereka?
“Ah, mereka ‘kan
bukan urusan saya!”
Mungkin itu jawaban kita…
Namun, saya berdoa…
Semoga kasih Tuhan
melingkupi hati kita…
Sehingga Dia bisa
menggerakkan kita…
Untuk mengasihi dan
berbagi jika kita berpunya…
Saya pun berdoa bagi
mereka yang menderita…
Semoga tak kurang asa…
Harapan masih tersimpan di
dada…
Meski nyala itu begitu
kecilnya…
Bahwa Tuhan tak pernah
tertidur dan senantiasa…
Dia punya mata yang
melihat kepada ciptaan-Nya…
3 Mei 2013
fon@sg
Labels:
at the supermarket,
berbagi,
introspeksi,
kasih Tuhan,
refleksi
Subscribe to:
Posts (Atom)