Thursday, February 21, 2013

Tembang Cinta Kita Episode #3: Could It Be Love?





Tembang Cinta Kita Episode #3: Could It Be Love?

Previously on Tembang Cinta Kita…
Ling ditemani mamanya dari Jambi dan membuat dirinya berbaikan kembali dengan Mama, suatu ‘blessing in disguised’ dalam saat-saat ‘down’ karena putus dari Glen. Tante Merry dan keluarga yang jadi teman dekat Mama juga menghibur hatinya. Dan Han, satu nama yang juga membuat Ling penasaran ingin jumpa… Through the rain, Ling menjalani hidupnya, melintasi proses badai yang tengah dia alami bersama keluarganya…
Bagaimana kelanjutan kisah Ling? Simak di episode kali ini…

Episode #3: Could It Be Love?

Biarkan cinta temukan jalannya, mendendangkan cerita kamu dan aku. Kisah kita.
(-fon-)

Hari itu aku bertemu Han untuk pertama kalinya.
Entah mengapa aku suka pada senyumnya yang ramah dan tatapan matanya yang tulus.
Aku bukan orang yang pandai menilai orang lain, tetapi kukira kenyamanan yang kurasakan saat berhadapan dengan seseorang itulah yang kujadikan patokan. Dan saat ini, kesan pertama itu begitu kuat. Han adalah seorang pria yang baik dan enak dijadikan teman ngobrol.

Tiba-tiba terlintas lagu yang selalu aku suka, dari Raisa. Could it be love.
Could it be you, Han? Ah, kutepis anganku itu. Terlalu cepat rasanya untuk berharap banyak saat jumpa pertama. Terlebih lagi, hatiku belum lagi siap untuk memulai suatu petualangan baru bersama seorang pria lain. Sakit di hatiku masih terasa akibat hubunganku yang kandas dengan Glen…  Namun tetap saja, hatiku mendendangkan lagu itu saat ini tanpa bisa kukendalikan…J

Kau datang dan jantungku berdegup kencang
Kau buatku terbang melayang
Tiada ku sangka getaran ini ada
Saat jumpa yang pertama

Mataku tak dapat terlepas darimu
Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama

Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love
Could it be love, could it be love
Could this be something that I never had
Could it be love
“ Ling, koq kamu bengong aja?” Tanya Han.
“ Disuruh Mami masuk dan makan bareng tuh.” Sambungnya lagi.

Aku gelagapan. Sedikit salah tingkah.
“ Oh, eh, iya Han.” Gumaman tak jelas barusan membuatku langsung bergegas angkat kaki ke dapur, daripada lebih banyak pertanyaan dari Han.

Makanan hari itu sungguh enak. Lezat.
Tapi aku tak begitu berselera.
Entah karena Glen ataukah karena Han yang kesan pertamanya begitu kuat di hatiku saat ini tengah berada di depanku. Ataukah gabungan keduanya? Sulit bagiku untuk menentukan apa penyebab aku kehilangan selera makanku.
Padahal hari ini Tante Merry sudah menyiapkan hidangan ala Thai yang jelas-jelas lezat, tidak kalah dengan restoran Thai ternama. Kata Mama, Tante Merry pernah belajar masak di Thailand sewaktu suaminya tugas singkat sekitar enam bulanan di sana. Saat itu Han belum lahir.

Kuselesaikan juga akhirnya Tom Yam Goong yang lezat itu…
Makanan penutup berupa ketan mangga, sungguh menggoda. Itu pun masuk dengan sukses ke perutku. Itu saja. Yang lain tak terlalu kusentuh.
Mama memperhatikanku, tetapi berusaha netral karena dia mengerti kondisiku dengan Glen. Dan yang dia belum tahu, Han sudah perlahan-lahan masuk dan menerobos ke dinding hatiku…

***

Seusai makan kami berkesempatan berdua lagi.
Di kursi panjang di taman yang dipenuhi bunga dan pepohonan di rumah Tante Merry yang luas.
“ Jadi, kamu sudah lama kerja di Sydney, lalu kuliah lagi Han?” Tanyaku memecah keheningan.

“ Iya, aku kuliah S1 sampai selesai dibiayai Mami dan Papi. Sesudah itu aku kerja sekitar 12 tahunan. Sekaligus mengumpulkan uang juga. Sekarang, aku ambil S2 di bidang Business dengan uangku sendiri. Biar nggak ngerepotin Mami dan Papi lagi.”
 Jawab Han ramah dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.

Gawat!
Aku mulai suka senyumnya dan bahkan tanpa sadar merekam tarikan sudut bibirnya itu di kepalaku…
“ Ling, kenapa kau ini?” Tanya hatiku…
 Ah, aku sungguh tak mengerti, tetapi di satu sisi aku menikmati semuanya ini…

“ Lalu setelah lulus S2, apa rencanamu, Han? Kerja lagi di sana?” Aku berusaha memuaskan rasa ingin tahuku tentangnya. Lagi dan lagi.

“ Ya, aku sih rencananya terus di Sydney. Hanya satu yang akan memaksaku untuk pulang suatu hari… Karena Mami dan Papi berdua saja di sini dan aku anak tunggal… Suatu saat jika mereka bilang aku harus pulang, ya, pasti aku pulang demi mereka… Hanya saja, sekarang aku lebih berat lagi untuk tinggal di Sydney..” Jawaban akhirnya yang menggantung, membuatku penasaran…

“ Kenapa?” Tanyaku cepat…

“ Aku sebetulnya sudah menemukan seorang gadis yang kusuka. Dia pun suka padaku. Namanya May, dia orang Vietnam yang sudah dari lahir tinggal di Sydney. Tetapi masih ragu kuceritakan kepada Mami dan Papi…” Jawabnya lagi.

Plakkk!!!
Seolah tertampar mukaku saat mendengar hal ini…
Han memang ramah. Han mungkin memang baik pada semua orang…
Mungkin aku dengan permasalahanku menjadi kurang tanggap akan hal ini…
Kupikir harap itu ada…
Kupikir harap itu mungkin menjelma nyata…
Sesudah Glen, mungkin chapters of love bersama Han akan tercipta…
Kupikir demikian adanya…
Tetapi, kenyataan ternyata tak seindah anganku semata..

Dan sekarang kepalaku berkunang-kunang…
Kebahagiaan semu yang terampas seketika…
Padahal dia bukanlah milikku, mengapa rasa sakit itu tetap ada…
Terlalu berharap memang akan berujung kecewa….
Seharusnya aku mengerti…
Tuhan, kuatkan aku untuk melanjutkan percakapan ini…

“ Kenapa ragu?” Tanyaku perlahan…

“Karena Mami dan Papi pernah punya trauma dengan orang Vietnam yang mereka jumpai di Thailand saat Papi tugas di sana… Papi ditipu sejumlah uang, padahal mereka teman akrab… Jadi, aku ragu…” Kata Han lirih…

Ah, begitukah, Han?
Itukah penyebabnya?
Kau sudah punya seseorang yang kaucinta dan mencintaimu…
Betapa beruntungnya kamu!

Aku pura-pura sibuk dengan Blackberry-ku. Menutupi kekecewaanku.
Dan BBM itu pun masuk.
Dari Glen.

“Ling, aku mau ketemu. Bisa?  Penting nih.”
Begitu bunyi pesan Glen.

“ Urusan apa lagi, Glen?” Reply-ku balik.

“ Undangan pernikahanku dengan Grace.”
Jawaban singkat dari Glen itu membuat duniaku runtuh. Lagi. Air mataku tak mampu kubendung.
Aku masih begitu labil. Perasaanku pada Glen masih tersisa. Dan kecewa yang barusan kurasakan saat tahu Han punya orang yang dicintai di Sydney sana masih menganga…
Ahhh, mengapaaa? Mengapa semuanya bertumpuk begini, Tuhan?

 Mendadak kepalaku pusing. Dan aku pingsan.

To be continued…

22.02.2013
fon@sg





No comments:

Post a Comment