Monday, February 25, 2013

Tembang Cinta Kita Episode #4: Talking To The Moon





Tembang Cinta Kita Episode #4: Talking To The Moon

Previously on Tembang Cinta Kita…
Pertemuan yang ditunggu-tunggu oleh Ling. Akhirnya dia bertemu Han yang pulang dari Sydney, Australia. Ling merasa cocok dan terselip rasa suka dengan Han pada jumpa pertama. Bahkan Ling sempat berpikir apakah Han adalah seseorang yang disediakan baginya. Could it be with Han? Ternyata, Ling harus berhadapan dengan kecewa. Lagi. Han sudah punya kekasih di Sydney, May-orang Vietnam yang dari lahir di Sydney. Tetapi dia ragu memperkenalkannya dengan ortu-nya karena ortu-nya pernah punya kekecewaan dengan orang Vietnam saat Papanya bertugas di Thailand.
Hari itu juga, Ling menerima kabar dari BBM bahwa Glen akan menikah dengan Grace, pilihan orangtuanya. Hancur hatinya seketika. Bagaimana kelanjutan kisah Ling? Simak di episode kali ini…

Episode #4: Talking To The Moon

Kini kuhanya ingin lupakan semua…
Mengenangmu menyesakkan jiwa…
kan kuhapus air mata hingga
kudapat sembuhkan luka…
(Lirik lagu: Luka Lama oleh Cokelat)

Di kamar itu aku terbaring.
Aku belum ingat secara pasti kejadian sebelumnya. Kepalaku masih pusing berat.
Agaknya ini bukan kamarku. Ini pasti masih di rumah Tante Merry.
Ketika kubuka mataku lebih lebar, ada Mama dan Han di sana.
Mama memandangiku dengan kuatir.

“ Syukurlah kamu sudah sadar, Ling. Ada apa, apa yang membuat kamu sampai pingsan begitu, ya? Setahu Mama, biasanya karena kamu ada pikiran yang berat.” Mama langsung memberondongku dengan pertanyaan dan kesimpulannya.
She knows me so well. Of course, she’s my mom!

“ Seingat Mama kamu pernah pingsan saat ujian SMU Fisika. Karena kamu gak pernah suka Fisika yang diajarkan oleh Pak Jumadi itu. Saking pusingnya, kamu sampe pingsan di kamar mandi kita.” Mama melanjutkan sambil memijat-mijat bahuku dengan minyak kayu putih.

Duh, Mama! Jangan bongkar rahasiaku, dong!
Apalagi di depan Han. Ah, Mama payahhh….
Satu sisi hatiku berkata demikian, namun di sisi lain ada yang menyadarkanku perlahan.
Han ‘kan bukan milikmu? Dia sudah punya seseorang di Sydney, ingat itu!
Hatiku merasa tertusuk lagi. Kecewa bertubi-tubi.
Oh My God…

“ Glen tadi kirim pesan via BBM, Ma. Katanya dia mau menikah dengan Grace.” Aku berbisik pelan, tenggorokanku sedikit tersekat, tangis itu tak terbendung walau aku berusaha tegar.

“ Oh, Ling… Pantas kamu pusing dan pingsan…” Mama langsung memelukku.
“ Gak pa pa, nanti akan ada pria lainnya buat kamu. Kita percaya saja Tuhan sediakan seseorang yang lebih baik buatmu.” Kata Mama lagi…

Aku masih menangis. Dan Han menyodorkan tissue.
Aku malu, tapi tak kuasa membendung kesedihanku.
Tujuh tahun bukan waktu yang singkat…
Putus saja belum bisa kuhadapi.
Dan sekarang undangan pernikahan di saat-saat seperti ini…
Ah, Tuhan… Apa rencana-Mu bagiku?
Mengapa saat-saat ini begitu menyedihkan dan sukar dilalui?
Adakah Kau selalu bersamaku?

***
Hari itu kebetulan Hari Jumat. 
Jadi, Tante Merry dan Han menyuruh kami menginap saja di rumah mereka. Mengingat kondisiku juga kemacetan Jakarta, aku terpaksa menerima undangan untuk menginap itu. Satu sisi ada rasa tidak enak hati, sisi lain aku memang tak sanggup juga harus melalui malam ini sendirian di kos…
Luka yang belum sembuh selepas putus dari Glen makin berdarah saat dia katakan dia akan menikah. Memang ini bukan akhir segalanya bagiku. Memang aku tahu setelah dia melaju dengan pilihan ibunya, pernikahan adalah tujuan selanjutnya…
Tetapi tidak secepat ini, Tuhan…
Apa mau dikata jika memang harus begini….
Aku hanya mohonkan kekuatan-Mu, karena aku sadar…
Betapa lemahnya diriku…
Dari jendela kamar di lantai dua rumah Tante Merry, kulihat bulan sedang bersinar terang…
Bulan purnama yang indah dan tak tertutup awan…
Teringat aku akan lagu Bruno Mars yang berjudul Talking to the Moon
Hmmm, dear Moon, is this the time that I should talk to you?

I know you're somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
I want you back

My neighbors think I'm crazy
But they don't understand
You're all I have
You're all I have

At night when the stars
Light on my room
I sit by myself

Talking to the moon, tryin' to get to you
In hopes you're on the other side talking to me too
Oh, am I a fool who sits alone talking to the moon

Glen, aku sungguh berharap kamu ada di sana. Di bulan itu.
Dan berbincang-bincang denganku.
Aku sungguh kesepian…
Setelah bertahun-tahun yang kumiliki hanya kamu, Glen…
Tanpa kedekatan dengan orangtuaku…
Sendiri di rantau…
Kehadiranmu seperti semacam obat pelipur lara yang membangkitkan keceriaanku…
Sekarang, you’re not that far away, still here in Jakarta
But there’s a huge distant between our hearts…
My heart sometimes says that I want you back…
Especially the feeling that we’ve had…
Tetapi, kutahu, itu semua hanyalah harapanku semata yang takkan pernah menjadi nyata…

Perlahan kakiku melangkah turun.
Mama kebetulan pergi ke supermarket dekat sini sebentar dengan Tante Merry. Aku pun sudah diberi sedikit minuman teh hangat dan roti selai stroberi untuk menguatkan fisikku.
Aku turun dengan maksud kembali ke taman, ke bangku tempat aku bercakap-cakap dengan Han. Dan kembali memandangi bulan.

Langkahku yang perlahan mendadak terhenti. Ketika kujumpai Han di situ.
Duduk di tempat yang sama denganku.
Matanya menerawang ke angkasa. Seolah  ingin terbang ke sana.
Yang di pikirannya? Ah, agaknya aku bisa menebaknya…
May jelas-jelas ada di sana.

Aku hendak berbalik ke kamar saja. Kuurungkan niatku untuk duduk di sana.
Tetapi langkah buru-buruku membuatku tersandung batu.
“ Aduh!” Teriakku.
Han berbalik ke arahku. Dan langsung menuju tempatku terjatuh.
Kakiku berdarah pula, tepatnya jempol kaki kananku. What a day!
Sudah sempat pingsan, tambah kaki luka pula.
Dengan sedikit terseok, aku mencoba berjalan. Han memegang bahuku.
Getaran itu masih sedikit terasa. Perasaan nyaman saat bersamanya. Tetapi, kutahu, itu bukanlah cinta. Sakit hatiku pada Glen masih terasa. Dia memang pernah jadi cintaku yang dalam. Sekarang pun belum pergi seutuhnya dari diriku…

Kembali ke lantai dua kamar sementaraku di sini…
Akhirnya Han bicara banyak denganku…
Curhat perasaannya pada May, juga prihatin dengan kondisiku.
Hari ini, aku menemukan seorang sahabat baru…
Senang hatiku. Sahabat agaknya cocok bagiku, akan lebih langgeng daripada sekadar pria yang mendekati dan bermaksud lebih dari itu…
Saat ini aku hanya butuh sahabat…. Itu sudah cukup dariku…

Aku pun cerita padanya. Seolah sahabat yang sudah berteman sejak lama.
Entah mengapa, kenyamanan itu makin terasa.

Setelah Han keluar kamar…Mama pulang dan kembali menengokku…
Berdua kami berdoa…
Mama kembali mengingatkanku…
“Jangan pernah putus asa, Ling… Tuhan akan bukakan jalan saat tiada jalan.
God will make a way.”

Aku menangis sepuasnya dalam pelukan Mama.
Saat ini rasanya berat kulalui. Kusyukuri aku tidak sendiri.
Ada Mama dan ada Han.
Dan yang pasti ada Tuhan di setiap sesakku, juga saat gembiraku.

Malam yang pastinya akan membuatku sulit tidur.
Saat kulihat kembali BB dari Glen, ternyata ada tambahan di pesannya.
“ Jadi, kapan Ling kita bisa ketemuan?”

Glen, I hate this!

To be continued…

No comments:

Post a Comment