Friday, June 26, 2009

Memasak vs Menulis

Seorang Juru Masak…
Bila seorang juru masak handal membuka kulkasnya… (hmm, terkadang tidak perlu terlalu handal sampai sekelas chef hotel berbintang lima, namun mereka yang bisa masak dan biasa masak untuk kesehariannya sudah bisa melakukan hal ini), dia langsung bisa melihat apa saja bahan yang tersedia di sana. Mungkin berbekal wortel, telur, daun bawang dan tomat, dia sudah mampu membuat omelette yang sedap. Atau variasi lainnya, hanya karena kepiawaiannya membuat variasi satu menu masakan ke menu masakan lainnya dengan mudah, sepertinya si juru masak mencampuradukkan semua bahan begitu saja dan menjadi satu masakan yang lezat.
Apa pun bahan yang dicampurkannya, rasanya pas saja. Dan enak di lidah.

Seorang Yang Gemar Menulis…
Bagi seseorang yang gemar menulis, kata-kata adalah senjatanya. Bak bahan makanan yang tersimpan rapi di kulkas dan siap sedia dikeluarkan ketika hendak dimasak, mereka yang gemar, hobby menulis, syukur-syukur sampai level penulis professional, memiliki kemampuan untuk memadu-padankan kata-kata sedemikian rupa. Mereka mampu mengutarakan pikiran, perasaan, dan harapan, lewat tulisan. Sekaligus mereka juga mampu (dan ini terjadi juga) menuliskan hal-hal yang tidak baik sekaligus fitnah bagi orang yang tidak bersalah dan membuat para pembacanya percaya. Bak pisau di tangan juru masak yang bisa berfungsi membantu proses masak-memasak menjadi mudah, namun bisa jadi alat yang berbahaya bila ditodongkan kepada orang yang tidak disukainya, begitu juga berlaku dengan kata-kata.
Sebagaimana menulis dan pilihan kata, bagi saya, pilihan kata dan menumpahkan perasaan itu akan baik, bila memang berasal dari hati, kejujuran, dan jangan sampai ada niat jahat untuk mempergunakan kemampuan berkata-kata itu untuk niat yang kurang baik.

Memasak vs menulis…
Kelihatannya hampir mirip, ketika juru masak memasak, dan penulis menulis. Mereka mempergunakan bahan-bahan yang ada, untuk juru masak: bumbu, bahan-bahan segar, peralatan masak, dsb. Untuk penulis: kata-kata, rasa, pikiran, imajinasi, survey, dan alat penulisan seperti word, notepad, atau blog. Untuk menjadi juru masak yang handal, dibutuhkan proses memasak ratusan, bahkan ribuan kali, trial and error, sampai menemukan resep-resep yang paling sesuai dengan selera. Entah itu selera pribadi, selera keluarga, atau yang akhirnya jadi selera negeri ataupun dunia. Untuk menjadi penulis yang handal (hmm..masih harus banyak belajar pada yang lebih senior nih, karena rasanya aku belum masuk katagori handal, masih banyak yang perlu dipelajari:)). Tapi, rasanya untuk jadi penulis yang handal juga butuh jam terbang dalam menulis, membaca, mengamati kejadian apa saja yang terjadi entah di dunia, entah dalam dunianya sendiri, dan kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan…
Anyway, dua-duanya perlu proses, perlu banyak explore untuk sampai ke tingkat handal.
Tiba-tiba saja ketika melihat orang yang jago masak, hatiku berseru hari ini, memasak mirip-mirip prosesnya dengan menulis. Bagaimana penulis menyajikan artikel atau tulisan yang sedap dibaca orang lain. Bagaimana si penulis menambahkan bumbu masakan yang sesuai pada tulisannya dengan tidak berlebihan biar rasanya pas. Dan akhirnya, menulis sebagaimana memasak ataupun hobby lainnya, akan lebih bermakna, kalau dilakukan dengan hati. Banyak tulisan yang saya lihat amat informatif, amat memberikan pengetahuan, namun karena tidak ada ‘rasa’, tidak ada ‘ hati’, jadinya sepertinya hampa…
Dalam blog penulis pemula yang baru saya ikuti, saya mendapati banyak teman di sana yang menulis dari hati. Dengan keterbatasan ataupun kekayaan kosa kata, dengan keterbatasan ataupun kekayaan pengetahuan, intinya tulisan mereka menggores hati dan memberi makna.
Sedangkan untuk tulisan saya pribadi? Entahlah, saya tidak berani berkomentar banyak, karena saya tidak mau menilai diri saya sendiri :) Saya lagi-lagi hanya bisa berusaha agar apa yang keluar dari ‘dapur’ tulisan saya, menjadi sajian yang setidaknya masih bisa dilahap dengan senyuman…Kalau belum sampai taraf itu, saya mah masih mau latihan…biar bisa masak…oooppss…nulis dengan lebih ‘enak’ lagi…
Nyambel yukkk…tuhh…salah lagi, kan?? Nulis yukkk:)

Singapore, 26 June 2009
-fon-
* bukan tercipta pada kondisi lapar :) And dedicated to my new friends @ yuk nulis milis and blog, terima kasih sudah memberi saya satu warna berbeda karena ‘kelezatan’ tulisan yang benar-benar menggugah selera karena berasal dari hati.

No comments:

Post a Comment