Thursday, July 1, 2010

Thank God I Found You Part 15



*** Episode: Silih Bergantinya Suka dan Duka

Previously on Thank God I Found You part 14 (Episode:Kejutan Ulang Tahun)

Vita berusaha membuat kejutan yang berarti bagi Jason di hari ultah Jason yang ke-40. Dengan menyiapkan pesta kecil di panti asuhan tanpa sepengetahuannya. Agaknya upaya Vita berhasil membawa keharuan di hati Jason dan juga Vita. Sementara Willem yang ditangkap polisi di Perancis, atas pertolongan KBRI Paris berhasil dibawa pulang orang tuanya yang stress mendapat berita Willem dipenjara di Paris. Willem masih memikirkan Susi, terbukti ketika di bandara Charles de Gaulle, dalam kondisi jiwa yang belum seimbang, dia masih menuliskan nama SUSI. Sementara Susi yang sudah terbang ke Singapura menemukan kembali seorang pria baru yang menarik hatinya. Di The Queen & Mangosteen Vivocity, dia kembali merasakan ketertarikan yang luar biasa dengan Vic yang seolah membuatnya melupakan Willem begitu saja. Sementara di Chi Chi’s Kemang, Vita yang diajak Jason langsung ke sana setelah acara di panti asuhan, dikejutkan dengan romantisme dari biola, mawar, dan terakhir lamaran Jason. Masih terkesima dengan semuanya itu, Vita lalu bertanya pada hatinya: ‘will I’? Bagaimana kelanjutan kisah mereka, simak di episode berikut ini…

Episode: Silih Bergantinya Suka dan Duka

Rumah Willem di Jakarta.

Rumah mewah itu seolah mati rasa. Lengang, senyap, biarpun penghuninya cukup banyak. Banyak, karena ada pembantu, sopir, tukang kebun yang diperlukan jasanya bagi rumah yang megah itu. Kekayaan tak selalu berujung bahagia. Buktinya? Setelah kurang dari dua minggu yang lalu keluarga ini pesta pora dengan meriah karena Tuan Mudanya menikah, tak lama kisahnya jadi berubah warna kelabu menjurus kehitaman. Siapa juga yang menyangka sebegitu cepat semuanya berubah? Willem tekanan jiwa, Susi pergi tak tahu ke mana. Mama dan Papa Willem harus ke Perancis menjemput anak kesayangan mereka. Seolah semudah membalikkan telapak tangan. Berubah. Bahagia, maukah kau singgah?

Willem duduk di meja makan yang terbuat dari marmer berwarna abu-abu muda. Perlengkapan makan sudah disiapkan pembantu mereka. Sayur-mayur dan lauk-pauk sudah dihidangkan dengan sempurna. Mama Willem, mengambilkan sedikit nasi bagi puteranya. Biasanya tak pernah ia lakukan hal itu. Biasanya? Yah, pembantu yang mengambilkannya untuk Willem. Karena ia begitu mengasihi anak kesayangannya ini. Anak lelaki satu-satunya, penerus generasi mereka berdua, dia perlakukan bak raja. Apalagi saat ini, Willem betul-betul butuh dukungan dan kasih sayang…

Willem masih memandangi piring itu. Tak bergeming. Mama Willem bergerak lagi, mengambilkan udang goreng mentega yang tampak membangkitkan selera. Udangnya besar-besar, tak seperti masakan pada umunya.

Ketika bergerak menuju piring berisikan udang, tiba-tiba terdengar bunyi:

“ Pranggg…”

Piring yang berisi nasi itu pecah. Bukan harganya, bukan… Memang piring itu mahal harganya. Apa sih yang tidak mahal di rumah Willem? Uang bisa dicari, tetapi mengapa Willem emosi begini?

“ Kenapa, Will? Gak mau makan?” Tanya Mama Willem.

“ Gak mau, Ma. Gak usah. Aku gak laper. Mau ke kamar aja, ah!” Sahut Willem sambil langsung beranjak pergi.

***

Susi dan Vic. Sentosa Resort. Malam hari.

Impulsif. Itulah mereka malam ini. Seolah tak terkendali.

Tinggalkan Vivocity di malam hari. Mengendarai LRT yang menghubungkan Vivocity lantai 3 dengan Sentosa resort, mereka saling berpelukan bak sepasang kekasih. Padahal mereka baru bertemu sekali.

Menonton ‘Songs of the Sea’ di Sentosa, yang jadwalnya pukul 19.40 malam. Saling bergenggam tangan memandangi indahnya teknologi berpadu dengan keindahan alam. Kembang api, efek air yang muncrat mengenai pipi Susi yang langsung dihapus dengan halus oleh Vic. Mereka tak kuasa membendung keindahan jalinan rasa yang terlanjur tercipta. Agaknya, tak perlu berlama-lama kalau memang tengah dimabuk perasaan cinta.

Cinta? Ah, bagi Susi itu tak lagi penting. Cintanya yang sudah dia serahkan pada Willem berakhir mengenaskan. Willem? Ah, sudahlah, Sus.. .Lupakan dia. Setidaknya untuk sementara waktu, sementara yang ada di sisinya seorang bak fotomodel dan VJ Channel V. Ngapain juga masih mikirin Willem?

Satu demi satu acara mereka lewati. Bermain di pantai, minum kelapa muda, tak peduli hari yang sudah malam itu. Kemalaman? Tak mengapa, karena Vic punya ide lain. Mereka menginap di The Sentosa Resort and Spa.

***

Susi masih mematut wajah cantiknya di kaca toilet mewah ini. Tentunya tak semewah ‘Four Seasons’ di Paris, tetapi setidaknya dia merasa nyaman kali ini. Tidak bersama seorang yang ternyata psikopat. Masih diulanginya ritual biasanya, mencuci tangannya berkali-kali. Sampai terasa bersih. Tak lama, dia pun berganti pakaian pantai yang mereka beli di salah satu toko souvenir yang tersebar di Sentosa ini. Mengenakan ‘tank top’ dan celana pendek senada berwarna pink, membuat Susi semakin cantik.

Di luar, Vic sudah siap dengan minuman lagi. Wine untuk menghangatkan tubuh mereka. Susi menyambut dengan gembira. Tersenyum, tertawa, seolah lupa segala derita. Tak lama, dia pun kelihatan ngantuk dan bersiap untuk tidur. Dari sofa yang terletak di sisi kiri tempat tidur, Vic lalu memindahkannya ke ranjang. Dipandanginya kesempurnaan itu lagi untuk kemudian mengaguminya dan langsung menjepretkan kamera ponselnya. Susi dalam kondisi tidur memang teramat cantik.

“ Hmmm, you’re such a beauty.” Ujar Vic perlahan.

Susi yang setengah tertidur, memeluk Vic segera. Vic yang terkejut, tak melepaskan kesempatan ini. Dan hanya bantal-sofa-gelas wine-lampu hotel-dan ornamen seisi kamar yang jadi saksi kemesraan mereka di malam itu.

***

Aku sudah menunggu sekian lama untuk seorang pria melamar diriku. Perjalanan hidupku menghantarku sampai ke hari yang kutunggu-tunggu itu. Mau apa lagi? Seseorang yang kucinta sudah melamarku. Dengan caranya yang luar biasa, di luar kebiasaan dirinya. Karena pada dasarnya dia tak sudi menghambur-hamburkan uang begitu rupa. Air mataku turun pelan-pelan, membasahi kedua belah pipiku. Sarat kebahagiaan. Tuhan, aku berterima kasih buat semuanya ini. Ini sungguh melebihi anganku…

“ Vit?” Suara Jason menyentakkanku dari lamunanku. Terlalu lama kubiarkan dia terbengong dan menunggu jawabku.

“ Eh, iya, Jason…Sori ya, jadi bengong. Aku gak menyangka, ini surprise besar untukku,” jawabku.

Kulanjutkan lagi:

“ Jason, aku mau. Aku mau menikahimu. Menghabiskan sisa usiaku bersamamu. Menjadi tua dan bahagia di sisimu. Memenuhi rumah kita dengan anak-anak yang lucu-lucu. Ya, Jason. Aku mau!”

Jason tersenyum bahagia. Seisi restoran pun langsung bertepuk tangan. Kurasakan pipiku memerah. Ah, aku malu! Tetapi aku mengakui kalau kebahagiaan itu begitu kuat mengisi hatiku. Tuhan, terima kasih buat hangatnya cinta ini.

***

Willem masih memandangi kertas bertuliskan nama SUSI yang dituliskannya di Paris. Entah mengapa, dia merasakan perih yang luar biasa hari ini. Kepedihan tak berujung, kehampaan tanpa batas yang menusuk perlahan tapi pasti. Mencabik-cabik seluruh dinding hatinya. Tiba-tiba dia berteriak dan menghempaskan vas bunga yang ada di kamarnya. Cipratan air di dalamnya, bunga anggrek segar yang baru diletakkan di dalamnya, pecahan kaca vas yang terbuat dari kristal mahal itu, menambah kepedihan luar biasa. Kalau memang tak ada jalan keluar baginya, mungkin mati adalah ide yang bagus juga. Waktu itu dia terselamatkan, tak jadi mati. Susi muncul dalam hidupnya dan memberi rona bahagia… Tanpa Susi? Mau mati saja rasanya…

Diambilnya pecahan vas bunga itu, digoreskannya perlahan di nadinya. Kali ini sudah bulat tekadnya untuk mati…

Bersambung…

HCMC, 1 Juli 2010

-fon-

No comments:

Post a Comment