Tuesday, November 16, 2010

Behind the Scene: Thank God I Found You – The Series


Serial Thank God I Found You (TGIFY) yang baru saja tamat di episodenya yang ke-22 beberapa waktu yang lalu merupakan serial saya yang ke-sekian:). Ada Dara yang akhirnya menjadi souvenir pernikahan saya, Irena, My Dreams, Being Mom-the Series, dan Diana’s Diary. Setelah vakum cukup lama, TGIFY hadir kembali mengobati kerinduan saya pribadi untuk mengeksplor tokoh-tokoh rekaan di dalam kisah TGIFY tersebut.

Awalnya juga sangat sederhana. Bermula dari kegemaran mendengar musik dan menyanyi, saya terpaku pada lagu Mariah Carey yang berjudul sama: Thank God I Found You. Kebiasaan saya berlama-lama dalam mendengar satu lagu dan meresapinya, ternyata kali ini membuahkan sebuah cerpen dengan judul sama. Betapa Evita yang biasa dipanggil Vita, menemukan tambatan hatinya setelah sekian lama seorang diri di usianya yang mendekati 40 tahun. Masa pacaran pun telah dilaluinya dengan lima mantannya. Akhirnya, dia pun jadian dengan Jason, pemuda idola yang datang tak disangka-sangka lewat pertemuan mereka saat berebut taksi.

Hanya sampai di situ saja. Saya pikir, TGIFY akan jadi tambahan cerpen saya. Bersama dengan karya-karya cerpen lainnya yang sedang dikumpulkan untuk menjadi kompilasi cerpen dengan seorang sahabat, saya pikir hanya sampai di situ. Sampai seorang sahabat di FB, Suhu agama Buddha yang sering mengomentari tulisan saya bilang bahwa banyak yang belum di-explore. Semisal: hubungan Jason dengan Susi dan Willem yang awalnya menyukai Vita kemudian banting setir jadi tergila-gila pada Susi, dan banyak hal lainnya lagi. Lalu, saya pikir tak ada salahnya pula jika saya mencoba mengembangkannya menjadi serial. Dengan catatan, bila inspirasi mengalir tentunya…

Minggu demi minggu, saya berusaha menyelesaikan TGIFY-setidaknya satu episode saja. Hal ini menjadi lebih sulit, ketika kondisi saya yang lemah di saat awal-awal kehamilan. Banyak sahabat menanyakan soal kelanjutan TGIFY. Jujurnya, walaupun keinginan menyelesaikan serial itu setiap minggunya begitu kuat, namun di kala itu saya tak kuasa menahan mual. Saya pun tak mampu duduk terlalu lama, apalagi berkonsentrasi menyelesaikan satu episode saja yang terdiri dari sekitar 4-5 halaman Word.

Setelah kondisi lebih stabil dan kehamilan lebih besar, saya pun mencoba menulis lagi. Di Vietnam, saya terbiasa melakukannya di sebuah coffee shop semacam Starbucks tetapi ‘made in Vietnam’. Di sanalah saya mencoba konsentrasi alias semedi ringan: plot dan apa yang akan terjadi pada Susi, Vita, Willem dan Jason. Jika ide mengalir lancar, tulisan itu bisa selesai dalam waktu kurang dari dua jam. Minggu demi minggu lagi, TGIFY menghiasi blog saya- Chapters of Life (www.fjodikin.blogspot.com), fan page Chapters of Fonny’s Life di FB, dan milis-milis tempat banyak sobat setia TGIFY berkomentar dan menantikan setiap episodenya.

Ada pula kritik yang saya terima seputar TGIFY dikarenakan mungkin penokohan saya yang kurang kuat. Namun, ketika itu saya bisa menjelaskan bahwa karakter Willem menjadi kurang stabil karena pengaruh kejiwaannya. Tentunya sahabat itu berniat baik, karena dia pun berpengalaman menulis serial yang bahkan lebih panjang dari saya. Saya pikir, kritik yang membangun juga dibutuhkan untuk membuat tulisan saya lebih baik lagi.

Harus saya akui, bahwa pengalaman menuliskan cerber berantai dengan sekitar 17 sahabat penulis lainnya di sebuah milis penulis pemula menjadikan ide saya lebih bervariasi. Semua itu atas bantuan dan kejutan ide yang luar biasa dari mereka. Karena cara mainnya, ketika Fonny selesai beberapa paragraf, harus dipotong dan dilempar ke Etty misalnya. Setelah Etty selesai, pindah ke Bram, Bram ke Mike, dan seterusnya. Seru, karena kami terkadang tak pernah menyangka isi otak teman kami dan inspirasi ‘gila’ yang ada di kepala mereka. Belum lagi, kami harus melanjutkannya dengan versi kami tetapi tidak boleh keluar dari alur cerita. Saya menyukainya dan secara tidak langsung mengadaptasinya buat TGIFY kali ini. Sehingga pemotongan kisah terkesan seru bak sinetron ( thanks juga to film seri yang sudah saya tonton dari kecil hehe…).

Juga bumbu-bumbu di sana-sini, terkadang saya terpengaruh juga dengan apa yang saya tonton. Di tengah-tengah TGIFY ada episode di hotel di Hongkong di mana Vic ditangkap. Inspirasinya timbul sehabis menonton film Knight and Day (Tom Cruise dan Cameron Diaz). Inspirasi bisa timbul kapan saja dan dari mana saja, tergantung bagaimana kita memetiknya.

Akhir kata, terima kasih buat semua dukungan, komentar, input, maupun kritik yang sudah saya dapatkan selama serial ini. Sampai jumpa di serial berikutnya yang semoga tidak mengecewakan. Di file di otak saya sudah ada satu kisah yang ingin saya tuangkan. Namun, di tengah-tengah penulisan itu, malah saya menuliskan fiksi yang awalnya ingin saya jadikan fiksi mini berjudul: Leaving on a Jet Plane (masih dipengaruhi lagu juga, soundtrack Film Armageddon dan dinyanyikan oleh Chantal Kreviazuk). Sambutan yang saya terima cukup baik, bahkan lebih baik dari yang saya perkirakan sebelumnya. Beberapa sahabat pun menyarankan untuk dibuat serialnya kembali. So, we’ll see

Sekian sekilas tentang di balik layar: TGIFY. Thank you:)

Ho Chi Minh City, 17 November 2010

-fon-

No comments:

Post a Comment