Friday, November 26, 2010

MASTERCHEF


MASTERCHEF

“ Tantangan kalian hari ini adalah membuat masakan dengan bahan dasar telur dan waktu yang dibutuhkan adalah 45 menit. Dan dimulai dari SEKARANG!”

Gordon Ramsay meneriakkan kata-kata ‘NOW’ itu tadi dengan penuh semangat. Aku berusaha menenangkan hatiku, menyalakan komporku. Cepat-cepat kuisi dengan air, karena aku akan merebus telur-telur itu terlebih dahulu. Ada beberapa pilihan hidangan yang ingin kusajikan sebagai kontestan satu-satunya dari Indonesia di acara yang berlangsung di Amerika Serikat tersebut. Tetapi, karena keterbatasan waktu, mau tidak mau aku harus memilih yang bisa kuselesaikan dalam tempo 45 menit saja.

Pertama yang terlintas, mungkin Bung Gordon akan tertarik jika kusajikan kerak telur atau yang biasa disebut kerak telor. Banyak abang yang jualan kerak telor terutama bila ada acara seperti di PRJ. Terkenang masa-masa menikmati kerak telor di pinggir jalan yang berdebu tetapi tak mengurangi kelegitannya. Namun, harus kuurungkan niatku karena untuk ketannya saja harus direndam minimal dua jam. Lebih lama, lebih baik. Maksudku tidak sampai sebulan sih, tetapi beberapa resep yang kudengar dan kubaca serta kupraktikkan menyebutkan harus direndam dua, empat, atau sepuluh jam. Mission impossible dalam waktu 45 menit!

Gordon masih sibuk berbincang dengan ‘wine maker’ Joe Bastianich dan Graham Elliot (four star chef), sesama juri di MASTERCHEF US itu. Memperbincangkan para kontestan, tentunya termasuk diriku. Tiba-tiba Graham berteriak: waktu tinggal tiga puluh lima menit lagi!

Gugup bercampur tegang, aku terus mengulek cabe, bawang merah, tomat, dan gula pasir. Sementara telur rebusku sudah siap. Kusediakan tiga butir untuk ketiga juri. Akhirnya kuputuskan untuk memasak telur balado kesukaanku. Yang resepnya adalah turun-temurun dari nenekku dan ibuku. Ah, masakan ini tak memakan waktu terlalu lama. Paslah untuk 45 menit itu…

Sementara di sekelilingku: Whitney sibuk dengan sandwich telurnya, Sharone dengan steak dan scrambled eggs-nya, serta Mike dengan tim telur ala Jepang semacam chawan mushi-nya. Tak begitu sempat kuperhatikan mereka satu per satu. Hanya karena mereka yang berposisi paling dekat denganku, aku mendengar komentar ketiga juri ketika berbincang dengan mereka.

Joe menghampiriku.

Uh, aku agak seram padanya. Karena kemarin ketika salah satu rekan kami dieliminasi, dia sampai membuang masakan temanku itu ke tempat sampah tanpa sempat mencicipinya. Kesannya dia sangat tegas dan pemarah. Tetapi agaknya dia tertarik melihat warna merah yang mendominasi ulekanku – ulekan yang kubawa khusus dari Indonesia saat aku pindah ke negeri Obama ini.

“ Waktu tinggal 10 menit lagi dan yang kalah dalam tantangan ini, harus pulang dan meletakkan ‘apron’ kalian.” Suara Gordon menggelegar sekali lagi.

Kusiapkan ‘finishing touch’ berupa piring putih bersih, irisan tomat dan cabai segar di sampingnya dan mulai menata ketiga butir telur baladoku. Aku hampir selesai, jadi aku tidak gugup betul karena waktunya benar-benar pas buatku.

“ Tiga, dua, satu, stop bekerja dan angkat tangan kalian semua…” Teriak Gordon lagi.

Kami buru-buru menghentikan kerja kami. Selesai sudah. Apa pun hasilnya, itulah yang terhidang di piring kami. Sisa kontestan masih 12 orang, jadi jalan menuju pencarian pemenang masih cukup panjang.

Satu per satu kami dipanggil untuk dicicipi masakannya sekaligus dikomentari oleh para juri. Ketika namaku disebut, kutenangkan diriku, aku maju membawa piring isi telur baladoku.

Yang mencicipinya dua orang: Gordon dan Joe, dua-duanya yang terkesan galak. Aku agak merinding, tapi ‘the show must go on’, bukan?

Gordon terlihat menahan pedas.

This is very spicy. Pedas sekali. But, in a good way. Kamu sudah betul-betul memasukkan cita rasa yang pas dalam waktu yang sebegitu singkat. Well done!”

Kegugupanku berganti dengan senyuman ringan. Setidaknya aku merasa tidak bakal dieliminasi kali ini. Oopps, tunggu dulu, Joe belum mencicipinya…

“ Pedas, segar, dan saya tidak bisa berhenti untuk terus memakannya.” Hidungku tambah kembang-kempis. Hatiku bangga membuncah tinggi di udara. Pastinya aman, tidak dieliminasi, syukur-syukur bisa menang tantangan ini. Cihui!

Setelah ke-12 kontestan dicicipi satu per satu masakannya oleh para juri, saat eliminasi tiba. Tiga yang terendah akan dipanggil dan diberitahu siapa yang paling tidak disukai juri, dialah yang harus pergi.

Avis, Sheena, dan Jenna : kalian bertiga yang tidak aman. Kuatkan hati kalian, sobat! Ucapku dalam hati.

Setelah mengembalikan Jenna dan Sheena ke tempat mereka semula, Avis harus melepaskan ‘apron’-nya. Dia dieliminasi.

Sekarang penentuan pemenangnya.

“ Kami merasa masakannya sangat spesial, berbeda dengan apa yang sudah kami makan selama ini.” Kata Joe.

Hatiku berbunga-bunga lagi. Pasti maksudnya diriku. Hahaha… Senangnya! Tak percuma resep turun-temurun itu membuatku menjadi pemenang di minggu ini.

Dan pemenangnya adalah: Lee! Congratulations!

Ah, tidakkkk! Aku tak mungkin kalah! Tak mungkin!

Karena terlanjur kecewa sesudah berharap sekian tinggi, kubuka celemekku. ‘Apron’ itu kulemparkan ke meja dewan juri….

“ Uhhh, teganya kaliannnn, “ kubergegas pergi.

Aku mengundurkan diri!

***

Kupandangi jutaan link website di google yang meletakkan resep telur balado. Banyak benerrr… Ini uji coba pertamaku, aku harus sukses!

Yang tadi? Ah, hanya khayalan semata. Lamunan sesaat karena terpana melihat kebolehan para chef amatir Amerika di acara Masterchef. Kuambil satu resep yang paling mudah.

“ Ok, yang ini saja aku coba. First time. Kalau gagal? Ya, gak apa-apa!”

Bye byeJoe, Gordon dan Graham. Terima kasih sudah menemani lamunan siangku sambil browsing resep di Oom Google hahaha….

Ho Chi Minh City, 26 November 2010

-fon-
* akibat nonton beberapa episode MASTERCHEF US :) thanks to Gordon, Joe, and Graham for your presence in my imagination:) Telur Balado is one of my fave dish, bukan uji coba pertama koq, tenang aja hahaha.

sumber gambar:

webtvwire.com

No comments:

Post a Comment