Tuesday, April 19, 2011

Kawat Gigi


Sewaktu saya di bangku SD, ayah saya menyarankan agar saya memakai kawat gigi. Ketika itu, kawat gigi yang dimaksud tentunya tidak secanggih yang ada sekarang ini. Saya hanya memakainya ketika malam hari dan tipenya yang bisa dilepas. Sedangkan yang sekarang permanen, dengan banyak warna-warni karet di sekelilingnya. Milik saya waktu itu hanya kawat saja tanpa karet warna -warni.

Jujurnya, saya sempat mengeluh, merasa susahhhh betul. Untuk apa sih, pakai kawat gigi? Memang gigi saya ketika itu kurang rapi, tetapi apa tidak bisa dibiarkan begitu saja? Ayah saya bilang, anak perempuan seharusnya giginya rapi. Ah, saya tidak peduli, ujar hati saya ketika itu. Memendam rasa kesal, tetapi tidak kuasa menolak, saya hanya menurut saja walaupun tidak suka.

Memakai kawat gigi juga merupakan suatu siksaan bagi saya. Tiap malam, apalagi setelah kontrol ke dokter, ngilu-nyeri-sakit dan sambil mengomel dalam hati menjadi hal yang terjadi di diri saya beberapa waktu lamanya. Setelah rapi, kawat gigi itu boleh dilepas. Saya merasa senang, terbebas dari siksaan yang tidak saya sukai.

Setelah saya besar, saya merasa bersyukur bahwa gigi saya sudah rapi. Menambah kepercayaan diri saya juga ternyata. Apa yang Papa katakan dulu, memang baik buat saya. Prosesnya? Menyakitkan, ngilu, mengesalkan. Tetapi, hasilnya memang bagus dan itulah yang terbaik bagi saya. Merenungkan tentang kawat gigi dua hari yang lalu, membuat saya teringat juga bahwa prinsip ‘kawat gigi’ ini bisa diterapkan juga dalam kehidupan…

Mungkin saat ini kita tengah dihadapkan pada situasi ‘kawat gigi’ dalam hidup kita. Kita terpaksa pindah tempat tinggal ke daerah yang lebih macet misalnya. Atau karena di-PHK, terpaksa ambil kerjaan seadanya dan gajinya tidak setinggi sebelumnya sehingga pengiritan harus terjadi di sana-sini sementara biaya apa-apa makin mahal. Anggota keluarga ada yang sakit dan kita berada pada kondisi lelah fisik dan mental…. Banyak problematika di hidup ini terjadi dan bisa kita andaikan sebagai ‘kawat gigi’ tersebut.

Menjalaninya tidak enak, sulit karena kita memang maunya tenang dan enak selalu. Semua lancar, semua normal. Tetapi, di mana ada kondisi seperti itu senantiasa? Kita sadari, semua tak ada yang abadi. ‘Kawat gigi’ mengajarkan saya bahwa kondisi sekarang mungkin tengah sulit, mengesalkan, menjengkelkan, menyakitkan… Tetapi, setelah melalui proses tersebut, saya akan dimatangkan secara pribadi untuk kemudian disiapkan untuk melihat suatu rencana yang lebih indah yang diperuntukkan bagi saya.

Sehingga, ketika mengalami hal yang tidak enak, semoga saya tetap ingat bahwa segala sesuatunya adalah baik adanya. Dan saya percaya, suatu saat akan saya lihat pelangi kasih-Nya menyinari hidup saya sekali lagi. Percaya bahwa hal-hal yang enak dan membahagiakan tidak melulu memberikan pencerahan dalam hidup. Terkadang hal-hal tersebut malah melenakan kita dan membuat kita lemah. Sesungguhnya, dalam permasalahan dan kesulitan, kita disiapkan menjadi seseorang yang lebih tangguh. Pejuang yang lebih tangguh dalam hidup ini.

‘Kawat gigi’ apa yang tengah kita alami saat ini? Kesesakan, kesulitan macam apa yang sedang berkecamuk di dalam hati dan hidup kita? Kita serahkan kepada Tuhan sambil terus berupaya yang terbaik yang kita bisa. Sehingga pada saatnya nanti… Saat waktu-Nya tiba, kita bisa melihat keindahan rancangan-Nya dalam hidup kita. Bersakit-sakit dahulu, jadi tangguh kemudian:)

Kita bisa lakukan bersama Dia. Amin.

Ho Chi Minh City, 20 April 2011

-fonnyjodikin-

*copas, forward, share? Harap sertakan sumbernya. Trims.

sumber gambar:

kawatgigi.net

2 comments:

  1. bagi saya, trend yang membingungkan, hehe

    ReplyDelete
  2. @Yudi: memang sekarang jadi tren ya... Padahal waktu doeloe, itu buat membenahi biar rapi. Sekarang, banyak juga yang hanya sedikit masalah jadi pakai juga...Hmmm, entahlah hehe... Tapi gak usah bingung2 lah, pegangan aja haha... Yudi sendiri ikut tren gak? hehe

    ReplyDelete