Thursday, June 4, 2009

Beautifully Imperfect (Note for My Daddy)

Jakarta, 1 Juni 1993
Kutelepon Mamaku di Palembang, kota kami, our hometown begitu istilah facebook-nya, menanyakan kabar Papaku. Kata Mama, keadaannya membaik, memang Papa sudah lama terkena sakit jantung, dan sakit-sakit lainnya seperti hipertensi, kencing manis, dan beberapa komplikasi lainnya. Tepatnya sejak aku SMP kelas 3, kondisi kesehatan Papa semakin menurun. Mendengar kabar bahwa Papaku bisa makan dengan enak, aku senang, mudah-mudahan keadaannya semakin membaik.

Jakarta, 2 Juni 1993
Akhirnya berita yang tak pernah kuduga akan datang secepat itu, menyambar bak halilintar di siang hari. Hari itu, Papaku telah pergi untuk selamanya. Aku baru masuk kuliah di kala itu.
Kuhapus pelan air mataku sambil sesekali menangis keras sampai puas, dan kembali menangis sampai aku sendiri kehabisan suara. Aku tak pernah menyangka dia akan pergi di saat aku belum bisa membalas kebaikannya semasa hidup. Betul, dia tidak sempurna, bahkan hubungan kami sempat tegang karena dia keras dan kekerasan itu sedikit banyak menurun di diriku yang tengah memasuki masa ABG saat itu (tepatnya sekitar SMP-SMA), namun akhirnya, puji Tuhan, kami berhasil menjembatani perbedaan kami dan menjadikan hubungan kami semakin damai. Satu hal yang tak pernah kusesali adalah perbaikan hubungan kami sebelum Papa meninggal. Kalau tidak, mungkin penyesalan itu lebih dalam lagi.

Singapore, 2 Juni 2009
Enam belas tahun setelah Papa meninggal. Ya… Hari ini tepatnya, Papa sudah meninggalkan kami selama 16 tahun. Ada keharuan tersisa ketika kuingat bahwa dia mengajarkan juga banyak hal, seperti filosofi hidup, bagaimana aku harus hidup benar. Memang dia memiliki prinsip keras, seperti harus menghormati orang tua, harus menyelesaikan sekolah baru fokus pada hal lainnya, dan banyak hal yang mungkin terkadang sulit dimengerti diriku di saat remaja, karena merasa dibatasi. Ketika seorang teman pria menelpon, papa mewanti-wanti kembali untuk tidak berpacaran terlalu dini, dia ingin aku konsentrasi di sekolah. Waktu itu mungkin kutanggapi dengan agak kesal, karena sepertinya Papa koq membatasi ruang gerakku, termasuk pergaulanku.
“ Kan cuma teman, Pa… Apa salahnya berteman?”
Sekarang aku mengerti bahwa maksudnya baik, dia tidak ingin aku bergaul dengan orang yang bukan-bukan, dia hanya ingin melihat kesuksesanku dalam menyelesaikan pendidikanku.
Dan aku masih ingat, ketika kami bersama-sama membahas tulisan di dinding rumah kami, suatu filosofi hidup Tionghoa yang kupelajari bersama dia karena ketika itu aku kursus bahasa Jepang dan belajar huruf Kanji, sekaligus bertanya kepada Oom yang pintar bahasa Mandarin, sehingga aku juga belajar bunyi huruf-huruf itu dalam bahasa Mandarin… (Sekarang mungkin huruf itu terlupakan, karena jarang dipakai, namun kata-kata dan pegangan untuk hidup, masih tersimpan dalam hatiku).
Dan dari Papa, aku kira hobby menyanyiku juga menurun darinya. Karena dulu Papa juga suka nyanyi, bahkan dia punya band sendiri (terbayang aku berkesempatan bernyanyi bareng teman-teman di persekutuan doa dan band rohani di Jakarta, love u and miss you all, guys…).

Sekarang, setelah 16 tahun kepergiannya, memorinya tak lepas dari hatiku. Lagi-lagi bukan karena kesempurnaan hubungan kami, tetapi karena ketidaksempurnaannya. Kalau kata iklan di Singapura ini, beautifully imperfect. Ketidaksempurnaan hubungan kami, menjadikan itu indah…
Sekarang, sebagai orang tua, aku pun menyadari, bahwa tidak gampang menjadi orang tua di zaman ini. Semoga aku bisa mewariskan filosofi hidup yang kuat buat anakku di kemudian hari selain juga iman yang kuat akan Dia.

Papa, smoga Papa tenang di atas sana. I’m sure you are! Dan waktu yang berjalan tidak membuat kami lupa akan Papa, namun tetap terpatri dalam hati kami, anak-anakmu. Terima kasih untuk relasi yang indah dan tidak sempurna itu, the beautifully imperfect relationship, yang membuatku terus ingat bahwa kita berbeda namun tetap bahagia karena dipersatukan dalam keluarga ini.

Singapore , 4 June 2009
-fon-
* Memory of my Daddy: Jodikin, 16 years after he passed away in 1993.

4 comments:

  1. Trimakasih Sista Fon, saya di tag untuk kenangan indah, relasi antara Sista dan Papanya. Saya mempercayai bahwa :
    Tidak ada orang tua yg anaknya minta roti, di kasih batu. Pada sebagian anak, pemberontakan itu memang selalu ada. Saya termasuk di dalamnya. Membaca bait demi bait, saya banyak belajar, tentang kesedihan dan kebahagiaan, di sini dan di sana, pastilah sama. Saya masih punya PR, yang belum selesai. Catatan Sista ini saya tangkap pointnya. Sekali lagi trimakasih. Shalom.

    ReplyDelete
  2. Istirahat yang kekal buat Papa <3

    ReplyDelete
  3. Terima kasih sista Lusia buat komentarnya... Yup, tipe pemberontak selalu ada, karena memang kita berbeda ya...
    semoga PR segera terselesaikan. Aku mendoakan agar segalanya berlangsung baik dan lancar... Salam hormatku buat Papamu...

    ReplyDelete
  4. Dear Agnes, ma kasih banyak ya, buat doanya...
    Gbu...:)

    ReplyDelete