Tak pernah dirinya merasa sedemikian berputus asa.
Biasanya, segelap atau separah apapun keadaannya, dia selalu mampu melihat
titik terang. Walaupun terkadang samar, tapi dia tak pernah berhenti untuk
berharap. Tetapi, tidak untuk kali ini.
Di tengah suasana yang begitu kacau, sulit
baginya untuk berpikir jernih. Sebagian besar dikarenakan masalah keuangan.
Memang uang bukan segalanya, tetapi dia pun merasa, ketiadaan atau kekurangan
uang bikin hidupnya nelangsa. Setidaknya untuk kondisinya kali ini.
Anaknya sedang sakit dan harus masuk Rumah
Sakit. Sementara pihak RS tak mau tahu soal keuangannya, yang penting harus
melunasi seluruhnya. Secara mendadak, datanglah kabar yang mengejutkan
itu. Perusahaan tempatnya bekerja tutup. Bukan karena libur hari raya, tetapi
karena bangkrut! Apa mau dikata, dirinya harus terkena PHK seketika. Begitu
hancur hatinya. Tetapi, di depan istrinya dia harus tegar. Demikian pula di
hadapan anaknya yang sakit di paru-parunya, dia harus berpura-pura menampakkan
wajah tabah.
Tidak ada yang tahu, kalau di tengah malam, dia
menangis dalam kesendiriannya. Istrinya masih menunggui anak mereka yang semata
wayang berusia sekitar tujuh tahun itu. Dia sudah tak tahu harus berbuat apa.
Sementara kondisi anaknya makin buruk, demikian
pulalah kondisi keuangannya. Tabungan berangsur menipis. Hampir habis.
Dengan meringis menahan lapar, dia tak lagi
punya gairah hidup. Nafsu makan pun mendadak hilang entah ke mana, sekalian
puasa karena buat makan pun sekarang uang hampir tak ada…
Kata orang, harus rajin berdoa, biarpun kondisi senang juga
jangan lupakan Dia. Oh, itu sudah dilakukannya. Dia tak pernah melalaikan
kewajibannya. Selalu Sang Pencipta ada memenuhi hatinya, dalam setiap kondisi
kehidupannya. Tetapi kini, dia pun meragu. Sungguhkah Kau baik, Tuhan?
Sungguhkah Kaudengar semua doaku, Tuhan? Mengapa ini terjadi ? Penderitaan yang
begitu bertubi-tubi?
***
Karena tak cukup uang,
pengobatan anaknya tak lagi bisa dilanjutkan. Anaknya dibawa pulang. Sampai ia
menutup mata untuk selamanya.
Dia menangis keras,
meraung, marah, terluka.
Ah, Tuhan, KAU TEGA!
Mengapa tak kaubiarkan aku
saja yang pergi? Anakku masih begitu belia! Dia masih begitu muda! Mengapa
Kaurenggut dia dari sisi kami???
Dengan hutang yang
menumpuk, rumah yang harus dijual secara paksa-itu pun tak sanggup untuk
membayar hutang pengobatan buah hatinya. Mereka harus menumpang ke rumah
saudara. Istrinya berusaha tabah, walaupun ia tahu pasti, wanita itu kecewa.
Wanita yang dinikahinya sembilan tahun lalu.
Tak lagi dirinya mau ke
gereja atau acara rohani lainnya. Kesetiaannya tak ada gunanya! Tuhan mungkin
tengah memalingkan muka darinya (itu pikirnya). Dan terlalu sibuk untuk sekian milyar
anak-anaknya. Kehilangan kerja saja apa tidak cukup, Tuhan? Masih ditambah kehilangan
anak satu-satunya???
***
Tahun-tahun berlalu.
Mereka punya anak lagi.
Yang begitu lucu. Umurnya
sudah lima
tahun.
Anak pertamanya sudah
pergi sekitar delapan tahun lamanya.
Keuangannya perlahan
merangkak, lalu lari kencang. Kini dia seorang pengusaha. Dia sudah hampir tak
pernah mengingat-ingat Tuhan, karena dia merasa semuanya dia lakukan dengan
kekuatannya sendiri. Dia masih marah dan tidak bisa menerima kekecewaan di masa
yang lalu itu.
Terlalu menyakitkan
baginya semua itu…
Perlahan tetapi pasti, dia
tapaki hari-hari.
Lagi-lagi dengan
kekuatannya sendiri…
Sampai suatu hari,
kesehatannya yang terganggu. Kini dia terbaring lesu di ruang rumah sakit elite
itu…
Dalam diamnya, suara di
hatinya berbisik
“ Apa tidak lelah kamu
jalani semuanya itu?”
Tentu saja aku capek.
Capek sekali, tukasnya!
Tetapi tak ada yang bisa
kulakukan, bukan? Hanya bisa menerima semuanya. Tapi, tidak bisa, aku tidak
terima!
“ Tahukah kamu, kalau
semuanya itu adalah sementara. Suatu saat akan kembali padaku juga?” Tanya suara
itu lagi.
“ Tentu saja tahu! Aku
sangat tahu!” Tukasnya marah.
“ Tetapi, mengapa kamu tak
rela ketika semuanya itu kembali kepadaku?”
Dia diam.
Karena segala sesuatu tak
sesuai dengan maunya ia marah. Ia kecewa. Padahal setelah kehancuran itu, Tuhan
masih melindunginya. Dia diberikan kesempatan untuk bangkit dan sukses lagi.
Punya anak lagi. Bahkan kesuksesannya melebihi yang sebelum-sebelumnya… Dan dia
lupa mensyukuri semuanya itu…
Di kamar RS itu, dia lalu
tersenyum. Berdoa.
Dalam ketenangan dan kedamaian
yang luar biasa yang seketika dia rasa…
Dia lalu duduk di dalam
doa…
“ Terima kasih, Tuhan
untuk pelajaran ini. Memang mahal, Tuhan. Dan aku tak mau menerimanya karena
tak sesuai dengan keinganku. Mudah bagiku untuk berucap, terjadilah kepadaku
menurut perkataan-Mu. Tetapi, ketika Kaulakukan yang tak sesuai kehendakku… Aku
bukan saja kecewa dan marah, bahkan memutuskan untuk lari dari pada-Mu.”
“ Ampuni aku, Tuhan…
Maafkan aku…”
Hari itu hatinya merasakan
damai sukacita. Dia pun merasa lebih sehat… Keesokan harinya dia diperbolehkan
pulang dan beraktivitas seperti biasa lagi.
Tak ada lagi benci dan
kemarahan di hatinya. Tergantikan oleh pengertian, bahwa akan banyak kali dalam
hidup manusia, rencana dan keinginan tidak sesuai dengan kenyataan. Rencana-Nya
tak selalu sama dengan rencana kita. Yakinkah kita bahwa itu yang terbaik bagi
kita? Mungkin ya, mungkin tidak, mungkin ragu-ragu… Di setiap saat, kita pun
harus memilih… Pilihan-pilihan yang merupakan karunia dari kehendak bebas yang
diberikan-Nya… Semoga pilihan-pilihan itu kita buat dengan bijaksana atas
tuntunan hikmat dari-Nya…
Mungkin kita seperti tokoh
cerita ini…
Punya keinginan, harapan
yang tak kesampaian. Kita lalu kecewa, marah dan sempat putus asa… Sebetulnya
reaksi yang manusiawi dan wajar…
Tetapi, janganlah kita
berpaling dari-Nya…
Jika kita berpaling pun,
janganlah terlalu lama…
Jika lama pun, Dia akan
mengerti…
Dia akan menunggu, saatnya
kita mengerti, menerima rencana-Nya dan menemukan kedamaian dalam kehidupan
kita.
Bukan karena kenyataan
yang berbeda, namun karena kita yang berubah. Kita melihat kenyataan dengan
lapang dada karena tetap percaya Tuhan takkan pernah tinggalkan kita.
Dalam kondisi putus asa,
jangan lepaskan tangan kita dari-Nya. Seperti Dia yang takkan pernah meninggalkan
kita barang sedetik pun. Rancangan-Mu bukanlah rancanganku, Tuhan… Tetapi, aku
yakin, Engkaulah yang Maha Tahu. Engkau tahu yang terbaik bagi hidup kami.
11 Juli 2012
fon@sg