Bejana-Mu
Hanya Kepada-Mu
Kubawa Seluruh Kehidupanku
S'bagai Persembahan Yang Hidup
Dan Yang Berkenan Kepada-Mu
Kar'na Kasih-Mu Kau Memilihku
Kini 'Ku Datang Kepada-Mu
Penuhi Panggilan-Mu
Reff:
Ini Aku Bejana-Mu
Bentuklah Sesuai Kehendak-Mu
'Tuk Genapi Firman-Mu
Oh Yesusku
Jadikan 'Ku Alat Yang Indah Di Mata-Mu
Bejana Yang Sempurna Seperti-Mu
(‘singer’: Eka Deli)
Suara merdu Eka Deli mengiringi saya mengetik, bergema di telinga saya dan tersimpan rapi di dalam hati saya. Lagu yang sudah bertahun-tahun saya suka, kembali bermain di dalam hati saya dan perlahan mulut saya mulai menyanyikannya. Kata-katanya seolah menari-nari tanpa henti dalam otak saya.
Seberapa sering kita berkata, “ Ini aku, Tuhan. Pakai aku seturut kehendak-Mu.”
Sama seperti syair di lagu ini. Betapa kita rindu menyerahkan secara total seluruh kehidupan kita hanya kepada Sang Pencipta seorang. Karena kita tahu, kepenuhan hidup hanya ada di dalam Dia dengan berjalan bersama-Nya. Kita pun rindu dan berkata dengan lantang, “ Bentuklah aku, karena ini aku, bejana-Mu.”
Kata-kata manis yang sedap didengar itu terkesan begitu mudah diucapkan. Namun, membutuhkan komitmen untuk dilaksanakan. Karena tak mungkin, pembentukan menjadi bejana-Nya yang indah hanya sekadar ucapan di bibir belaka. Sering kali, pembentukan itu menjadi hal yang menyakitkan dan proses yang melelahkan. Sering kali pula, hasil tampaknya tak muncul seketika dan itu terasa sekali bagi kita yang sudah terbiasa hidup instan semacam ini. Sekali usaha, penginnya langsung kelihatan hasilnya.
Pembentukan menjadi bejana-Nya, bejana yang indah tentu saja, memakan waktu dan proses yang tak terelakkan. Untuk menjadi langsing, seorang artis harus olahraga sekian jam bersama seorang ‘personal trainer’-nya, mengatur diet bersama ahli gizinya, menjaga berapa jam dia harus tidur, dan seterusnya. Pembentukan memang melelahkan dan mungkin menyesakkan. Untuk tampil bagus, untuk menjadi indah, bukan pekerjaan gampang semudah menjentikkan jari. Dalam hidup, proses itu melibatkan kegagalan, sudah memberikan yang terbaik tetapi masih dicela bahkan dihina, impian yang tak terwujud bahkan jauh dari kenyataan, dsb. Proses yang seolah tak menyenangkan ini sebetulnya ketika kita mau jeli, memiliki makna di balik itu semua.
Masalahnya, ketika berdoa, sering kali kita hanya berkata hal-hal yang indah. Namun, ketika Tuhan mengolah kita, membiarkan proses itu berjalan sebagaimana mestinya, kita berteriak-marah-kesal- dan kecewa. Dan kemudian bertanya, “ Mengapa ini semua harus terjadi pada diriku?” Tak pernah terbayangkan bahwa pembentukan itu akan begitu menyakitkan. Misalnya untuk mendapatkan jodoh yang baik, mungkin seseorang harus melewati masa berpacaran berkali-kali. Putus-sambung, sendiri lagi, pacaran lagi, putus lagi, seolah menjadi ritme yang melelahkan. Itulah saat dia diproses untuk menjadi indah dan siap ketika Sang Jodoh tiba. Begitupun dalam tempaan kehidupan. Seringkali kita merasa tidak pantas mengalami hal yang tengah terjadi di hidup kita. Terlalu sering kita menganggap diri begitu tinggi, begitu mulia, begitu berharga, sehingga tak layak menerima semua derita ini.
PADAHAL?
Segala yang bernama proses, harusnya kita sadari sebagai sesuatu yang tak selalu menyenangkan. Seekor kupu-kupu harus melewati fase metamorfosa. Tak semudah menjentikkan jari, dia lahir langsung sebagai kupu-kupu. Seorang anak, tak langsung menjadi baik dan besar seketika yang cuma ada di film-film semata. Proses membesarkan, mendidik, sekolah, makan, dan sebagainya tak terelakkan. Menjadikan Si Anak kuat, besar, tangguh, beriman dan bertanggung jawab.
Proses yang melelahkan, pembentukan yang menyakitkan, hati yang terkadang terluka parah itulah, menjadikan seseorang terbentuk dengan sempurna. Dalam ketidaksempurnaan, pembentukan itu justru menjadi sempurna. Dan pada akhirnya, apa yang bisa dilihat oleh sekeliling kita, sebuah bejana-Nya yang indah. Yang memang begitu berharga, begitu bernilai, karena memiliki citra diri-Nya. Gambaran-Nya dalam diri dan sikap kita mengarungi hidup ini.
Sekarang, ketika masalah dan problematika seolah datang tanpa henti. Bertubi-tubi. Haruskah kita menjerit, marah, mengeluh tanpa henti, meraung, berteriak, memusuhi bahkan dendam pada-Nya? Tidakkah kita sadari, kalau proses itu memang dibutuhkan agar apa yang kita nyanyikan sebagai, “Bentuk aku, bejana-Mu sesuai kehendak-Mu, “ bukan lagi sebatas ucapan manis di bibir. Tetapi, sungguh berpegang pada realita yang keras ini bahwa memang terkadang hidup tak selamanya menyenangkan.
Semoga kita semua bisa menerima dengan segala kerendahan hati proses pembentukan yang terjadi dan percaya bahwa segala sesuatu akan indah pada waktu-Nya. Dan tugas kitalah untuk tampil indah sebagai bejana-Nya dengan bersedia dibentuknya. Dibutuhkan kerja sama dari pihak kita juga untuk mau dibentuk, untuk berserah.
Tuhan, kuatkan kami ketika kami dibentuk. Beri kami ketabahan untuk tetap berjalan dalam kesetiaan dan iman kepada-Mu. Walaupun menyakitkan sekalipun, kami tetap percaya bahwa Engkau yang paling tahu bagaimana harus membentuk kami semua, anak-anak-Mu. Amin.
HCMC, 4 Februari 2010
-fon-
sumber gambar:
No comments:
Post a Comment